35. Overshadow 💐

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🔱Καλή ανάγνωση🔱

.

.

.

Hades sudah menduga tujuan Zeus memanggilnya ke Olympus ketika Thanatos menjelaskan situasi di bumi. Namun, ia tidak menyangka akan mendengar keputusan yang sangat mengejutkan di sana.

Kerut di dahi Zeus timbul-tenggelam seiring dengan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Zeus menjelaskan semuanya panjang-lebar, tetapi inti dari pembicaraan mereka hanya satu. Zeus memintanya mengembalikan Persephone. Atau mungkin Hades harus menyebutnya memohon.

"Aku melaksanakan semua syarat yang kau berikan untuk menikahi Persephone, lalu kau memintaku mengembalikannya ke bumi?" Hades mengepalkan tangan. "Persephone adalah istriku, ratu di kerajaanku. Apa kau lupa otoritasmu? Kau tidak pernah berhak atas sesuatu yang berada dalam kekuasaanku, Zeus."

Zeus menghela napas dengan berat. Ia berusaha memberi Hades pengertian, tetapi usahanya sia-sia. Hades belum menunjukkan gelagat ingin berkompromi.

"Hades, aku pun tidak menginginkan itu terjadi." Zeus berujar tegas. "Tetapi aku tidak bicara secara personal di sini. Aku adalah raja para dewa."

"Hanya karena aku tidak menginginkan posisi itu." Tatapan Hades kian menyorot tajam. Ia bersumpah tidak pernah menginginkan takhta yang berusaha dijaga Zeus setengah mati. Hades menerima Dunia Bawah sebagai domain kekuasaan tanpa mendebat kedua saudaranya. Akan tetapi, bila Zeus ingin menggunakan posisi tersebut untuk memaksa Persephone kembali ke bumi, Hades tidak akan ragu untuk menggulingkan kekuasannya.

"Aku yang membebaskan kalian dari perut Kronos yang terkutuk." Zeus berusaha menahan diri hingga tarikan napasnya terasa berat. Ada banyak hal yang bisa ia tunjukkan untuk menegaskan otoritas, tetapi menentang Hades hanya akan memperburuk keadaan.

"Ya, terima kasih atas jasa besarmu itu." Hades bersedekap. "Namun bila kau ingin aku menyerahkan Persephone sebagai bentuk balas budi, mari kita ulang saja sejarahnya."

"Hades, apa yang kau bicarakan!"

"Kau cukup cerdas untuk memahaminya. Bila kau memintaku mengembalikan Persephone karena kau merasa terancam dengan kebangkitan Gaia, aku dan pasukanku yang akan menghadapinya."

Hades berbalik, hendak meninggalkan Aula Dewan. Ia tidak ingin berlama-lama di sana hanya untuk bersitegang. Hades butuh waktu untuk mendinginkan kepala, tetapi Zeus yang merasa didesak oleh keadaan berpikir lain. Sebelum tangan Hades menyentuh gagang, aliran listrik bervoltase tinggi sudah lebih dulu mengaliri pintu tersebut.

"Kau ingin bermain denganku rupanya." Hades mendengkus. Tangannya menggenggam gagang pintu tanpa ragu, mengalirkan kekuatan hingga pijaran lava yang terbentuk menghancurkan petir Zeus berikut pintu berlapis emas di hadapannya. "Kau salah bila kau berpikir bisa menahanku di sini."

Tatapan Zeus berserobok dengan mata Hades yang mengerling tajam padanya. Baru kali ini Zeus mendapati Hades bersikap sedekimian keras. "Aku tidak melakukan ini untuk mencegatmu, Hades. Namun kau tidak boleh egois!"

"Egois, kau bilang?" Kali ini Hades tidak bisa menahan diri. Ia memutar badan, menghampiri Zeus dan menarik jubahnya. "Aku menerima wilayah kekuasaanku dan tidak pernah mencampuri masalahmu. Aku menggantikan tugasmu melawan Typhon. Aku melindungi Persephone. Aku menahan diriku untuk tidak menyentuhnya lebih jauh bahkan ketika dia berbaring di sisiku setiap malam, demi menunggu restu darimu! Kau sebut itu egois?"

Zeus mengernyit, berusaha melepaskan cengkeraman Hades. "Baik, aku salah. Aku tahu kau sangat mencintai Persephone. Aku pun tidak meragukan kekuatanmu untuk menghadapi Gaia, tetapi kita harus menjaga keseimbangan alam."

Hades mengangkat alisnya. "Aku ragu kau benar-benar peduli dengan keseimbangan alam atau hanya mengkhawatirkan takhtamu!"

"Ya, kau benar. Aku tidak berbohong bila aku ingin menjaga takhtaku." Zeus menurunkan nada bicaranya. "Sayangnya, ini bukan hanya masalah kekuasaan. Ini tentang keselamatan dunia dan manusia yang ada di dalamnya. Kau harus memahami pentingnya situasi ini."

Mendapati Hades bergeming, Zeus menarik napas dalam-dalam kemudian melanjutkan.

"Bila menyatukan kekuatan, bukan tidak mungkin kita mengalahkan Gaia. Namun, bukan itu solusinya. Kau ingat betapa sulitnya masa itu? Selama sepuluh tahun periode perang, kehancuran terjadi di mana-mana dan kita hidup dalam kekhawatiran yang terasa tidak berkesudahan. Kau ingin itu terulang kembali?"

Hades terdiam beberapa lama. Ketika mendengar Zeus meminta Persephone kembali, emosinya terlalu di luar kendali hingga ia merasa tidak mampu memikirkan apa pun. Bila Gaia bangkit dan perang besar dengan titan kembali terulang, kehidupan Dunia Bawah akan terancam dan tidak akan tempat yang aman lagi bagi Persephone untuk berlindung. Namun, bagaimana dewi kecilnya bisa memahami situasi ini?

"Hades, aku berbicara padamu sebab aku tahu kau adalah raja yang bijak. Bahkan bila kita mengalahkan Gaia, masalah akan terus berlanjut bila Demeter tidak menghentikan bencana ini. Kita hanya perlu membuatnya tenang." Zeus menepuk pundak Hades. "Aku akan mengatur siasat untuk menyatukanmu dengan Persephone kembali, setelah ancaman Gaia ini berakhir. Aku mohon padamu, Hades. Demi Olympia. Demi tatanan dunia yang kita atur selama ini."

Hades menatap Zeus lekat-lekat. "Bagaimana aku bisa percaya pada kata-katamu?"

"Aku menjamin atas semua kedaulatan yang kumiliki," ujar Zeus sungguh-sungguh. "Aku akan menjelaskan semua ini pada Persephone agar ia bisa mengerti."

"Tidak, Persephone tidak perlu tahu masalah ini!" Hades memotong ucapan Zeus. "Cukup aku saja."

Zeus mengerjap, tidak mengerti dengan jalan pikiran Hades. "Aku hanya ingin membantumu. Bila Persephone tahu, setidaknya ia bisa memahami situasi ini."

"Dan membuatnya menderita demi takdir dunia yang bukan menjadi tanggungjawabnya?" sergah Hades. "Jika Persephone tahu alasan yang mengharuskannya kembali ke bumi, dia akan jauh lebih sedih. Aku tidak ingin membuatnya menanggung beban perasaan yang berat. Sudah terlalu banyak hal yang diambil darinya selama ini."

Dahi Zeus kembali tertekuk. "Hades, bukankah kau sudah sepakat?"

"Ya, tetapi membuat Perspehone bahagia dalam keadaan apa pun adalah sumpah yang kubuat atas nama Sungai Styx."

Hades menahan suaranya agar tidak bergetar di hadapan Zeus yang kali ini tidak berkutik. Ia memejam erat sebelum berujar dengan sangat lirih.

"Biarkan aku mengembalikannya dengan caraku."

💐💐💐

Persephone hampir tidak percaya bila pohon delima yang ditumbuhkannya di tengah labirin bisa tegak berdiri dalam sehari semalam saja. Beberapa bunganya bahkan telah berdiferensiasi menjadi buah yang matang sempurna, tersembunyi di balik daun rimbun yang teduh.

Dengan langkah pelan, Persephone berjalan mendekat. Kali ini ia berkunjung seorang diri sebab Hades mendadak ada pertemuan penting dengan Zeus, entah untuk urusan apa. Ketika Persephone terjaga, tahu-tahu Hades sudah tidak ada di sisinya dan meninggalkan sebuah surat berisi permintaan maaf serta pujian yang membuat hatinya berbunga.

Sebelah tangan Persephone lalu terulur pada dahan yang menekuk, mempersembahkan sebuah delima dari tangkainya. Buah yang memancarkan cahaya tersebut diamatinya dengan saksama. Dalam satu baris kalimat dalam suratnya, Hades memuji pohon ciptaannya yang penuh dengan kekuatan magis. Persephone menganggap pujian tersebut hanya hiburan semata, sampai kemudian ia menyaksikannya dengan mata kepala sendiri.

Sambil menahan napas, Persephone memusatkan pikiran. Saat meraba permukaan kulit buah yang berserat kasar, ia merasakan getaran aneh mengalir lewat jari-jemarinya. Bersamaan itu, kilauan merah yang memancar dari buah delima mulai berubah menjadi sebuah pemandangan yang menakjubkan. Cahayanya yang semula bergerak tidak teratur, perlahan melambat, membentuk bayangan yang bergerak di sekitar Persephone.

Dalam kilatan cahaya tersebut, Persephone melihat kepingan memori dari jiwa-jiwa yang berbahagia di ambang kematiannya, yang percaya bahwa Dunia Bawah adalah tempat terbaik bagi mereka untuk kembali. Kepingan memori itu kemudian menyatu, menampakkan gambaran dirinya saat berdampingan dengan sosok Hades di atas altar.

Persephone merasa seperti melihat reka ulang takdirnya sendiri. Takdirnya yang terhubung dengan Hades dan Dunia Bawah. Saat itu pula, ia tersadar bila kekuatan yang tersimpan dalam buah delima tersebut berasal dari segala kenangan baik tentang Dunia Bawah yang ikut terserap bersama memorinya.

"Yang Mulia Ratu?"

Teguran dari balik punggungnya membuat Persephone terkesiap. Pendaran cahaya di sekelilingnya kembali menyerap masuk ke dalam buah delima, menyisakan senyap ketika ia menoleh dan mendapati Minthe berjalan mendekat. Nimfa tersebut mengulas senyum manis. Sayangnya, Persephone tidak menemukan ada ketulisan di sana.

"Maaf membuat Anda terkejut."

Seakan membaca air muka Persephone, Minthe menekuk sebelah kakinya ke belakang. Meski begitu, tarikan di sudut bibirnya membuat Persephone merasa bila penghormatan tersebut tidak sungguh-sungguh.

Persephone menarik napas panjang sebelum balas menyapa. "Halo, Minthe. Apa yang membawamu kemari?"

"Oh, aku tidak menyangka Yang Mulia Ratu mengetahui namaku." Minthe terkekeh tanpa suara. "Apa mungkin Yang Mulia Hades masih sering menyebut namaku saat berdua dengan Anda?"

Kening Persephone tertekuk seketika. Ia tidak menutup mata untuk segala gunjingan di belakangnya. Persephone tahu bahwa sebagian dari nimfa di Dunia Bawah mempertanyakan kehadirannya, terutama karena statusnya sebagai seorang dewi minor. Minthe adalah salah-satunya. Nimfa tersebut terang-terangan merendahkan selera Hades dalam memiliki ratu, juga menjaga jarak saat ia mengajarkan tarian kepada para nimfa.

Mulanya Persephone berusaha untuk tidak terpengaruh, sebab ia tahu Hades menerima dan mencintainya apa adanya. Namun bila Minthe berniat mengusik hubungan mereka, Persephone tidak akan berdiam diri saja.

"Saat aku mengajari para nimfa menari dan bernyanyi, kalian memperkenalkan diri satu per satu. Kau ada di sana, sebab itu aku mengenalimu," jawab Persephone tenang. "Lagipula, Yang Mulia Hades tidak pernah membutuhkan seorang pelayan untuk dipanggil, apalagi untuk disebut namanya."

"Wah, Yang Mulia Ratu ternyata mudah tersinggung, ya? Padahal aku hanya ingin bercanda." Minthe mengibaskan tangan dan kembali tertawa, menutupi perasaan gusar dalam hatinya. "Aku tahu Yang Mulia Hades sangat menyayangi Anda. Bila tidak, Yang Mulia Hades tidak mungkin mempertaruhkan kehidupan Dunia Bawah dengan mengangkat dewi minor sebagai seorang ratu. Bukankah begitu?"

Seringai halus yang muncul di wajah Minthe membuat Persephone mengatupkan bibir. Persephone yakin Minthe sengaja memancing emosinya. Sayang sekali, jauh sebelum nimfa tersebut merendahkan derajatnya sebagai dewi minor, Persephone sudah lebih dulu berdamai takdirnya.

"Benar. Yang Mulia Hades sangat menyayangiku. Sebab itu dia bisa melihat kemampuan yang kumiliki untuk menjadi seorang ratu." Persephone menyentuh kelopak bunga yang terulur padanya. "Aku pikir, para penghuni Dunia Bawah yang menyambut pernikahan kami dengan suka cita juga mengakui itu. Namun, kelihatannya kau punya pendapat yang berbeda."

Minthe mendengkus. Ia selalu mengamati gerak-gerik Persephone sejak dewi tersebut tiba di Dunia Bawah. Sepanjang pengamatannya, Persephone hanya gadis muda yang cengeng dan lugu. Minthe tidak menyangka Dewi Bunga tersebut bisa membalas kata-katanya dengan begitu berani. Rupanya status sebagai seorang ratu membuatnya lebih percaya diri sekarang.

"Aku hanya memikirkan kehidupan Dunia Bawah." Minthe menghela napas dengan wajah prihatin. "Bukankah lucu? Seorang dewi dari Dunia Atas yang bahkan tidak mampu melindungi dirinya sendiri, tiba-tiba diangkat menjadi seorang ratu. Aku pantas mengkhawatirkan itu."

"Begitu, ya?" Persephone menatap Minthe tanpa berkedip. Sekarang ia paham alasan di balik sikap tidak bersahabat Minthe padanya. "Lalu, menurutmu siapa yang pantas menjadi ratu?"

Minthe mengangkat sebelah alis. Pertanyaan Persephone membuatnya merasa tersudut.

"Tidak peduli seperti apa derajatnya, seorang dewi tetaplah dewi." Persephone melanjutkan. Ia menghargai semua jenis entitas di dunia tanpa memandang hirarki, tetapi harga dirinya jelas lebih berarti dibanding tatapan merendahkan dari Minthe. "Jika menurutmu seorang dewi saja tidak pantas menjadi ratu, lantas bagaimana dengan nimfa?"

Merasa semakin terpojok, Minthe mendengkus tidak senang. "Pertanyaan yang menarik, tetapi sepertinya basa-basi kita cukup sampai di sini."

"Sejak awal kaulah yang berbasa-basi. Aku tidak merasa melakukan itu." Persephone menahan bahunya agar tetap tegap. "Kau yang mengungkit masalah kedudukan dan enggan mengakui kekuatanku sebagai seorang dewi."

"Kekuatan?" Minthe tertawa merendahkan. "Menumbuhkan bunga-bunga di Dunia Bawah? Itu tidak tidak dibutuhkan di sini."

Persephone membiarkan bibirnya yang bergetar membusur membentuk senyum simpul. "Kenyataannya, semua orang menyukai itu."

"Begitukah menurutmu? Apa kau yakin mereka benar-benar menyukainya?"

Minthe berujar provokatif sambil mengamati sekeliling. Berita tentang labirin yang di bangun Persephone di padang Elysian menyebar cepat. Orang-orang mengagumi tempat tersebut dan berusaha memecahkan teka-teki di baliknya agar bisa mencapai pusat labirin.

Tentu saja, Minthe ingin membuktikannya sendiri. Ketika suasana sedang sepi, ia datang ke sana dan secara kebetulan melihat Persephone yang sedang berjalan masuk ke labirin. Minthe mengikuti Persephone dengan waspada, tetapi di luar dugaan, labirin yang katanya sulit ditembus tersebut nyatanya bisa dijajakinya dengan mudah.

"Meski para arwah ramai-ramai memujinya," Minthe mencibir dengan pundak terangkat, "Labirin ini, ternyata tidak sesuai ekspektasiku."

"Jadi, apa kau bisa menciptakan yang lebih baik?" Persephone maju selangkah. Tangannya bergerak menyapu udara. Ia menyadari kehadiran Minthe sejak sebelum memasuki labirin. Persephone tahu Minthe berniat membuntutinya. Sebab itu ia sengaja membuka jalan dan meninggalkan jejak. "Bila seandainya aku ingin, tanaman ini sudah menelanmu sejak tadi. Namun aku ingin memberimu kesempatan untuk berbicara. Sayangnya, harus berakhir begini."

"Apa-apaan ini!" Minthe terkejut ketika semak yang sebelumnya diam tiba-tiba hidup dan bergerak. Begitu hendak berbalik, tanaman berduri menjalar menghalangi langkahnya. Ia menatap Persephone dengan suara bergetar. "Apa yang kau lakukan!"

"Hanya mengatur labirin yang tidak seindah ekspektasimu." Mengabaikan Minthe, Persephone membiarkan semak di sana bergerak membentuk lorong sempit.

"Aku tidak bermaksud buruk. Aku hanya-"

"Tetapi kau meragukanku, bukan?" potong Persephone. "Kau meragukan keberadaan dan kekuasaanku sebagai dewi."

Keberanian yang tersisa dalam diri Minthe mulai merosot. Persephone yang terlihat naif, ternyata bisa bersikap keras juga. Namun, Minthe belum ingin menyerah. Lebih baik baginya untuk kabur, dibanding harus mengakui kekuatan Persephone. Sayang, sebelum ia mampu bereaksi, semak-semak tadi mengepung dan melilitnya dengan cengkeraman kuat.

"Hentikan ini sekarang juga, Persephone!" Minthe menjerit histeris saat tubuhnya semakin terhimpit oleh semak, sementara kakinya tidak dapat digerakkan sama sekali. "Apa kau senang menyiksa orang lain?"

"Menyiksa katamu? Jika labirin ini tidak berarti bagimu, harusnya kau tidak merasa begitu tersiksa." Persephone memperhatikan Minthe yang mulai panik. "Ada satu hal yang harus kau pahami, Minthe. Kekuatan sejati berasal dari tekad untuk menciptakan perubahan, dan aku percaya bahwa setiap dewi, terlepas dari tinggi-rendah kedudukannya, memiliki kemampuan untuk mengubah dunia."

Minthe menyipitkan mata skeptis, tetapi Persephone terus melanjutkan dengan yakin.

"Sekalipun aku seorang dewi minor, aku berjanji untuk menggunakan kekuatanku dengan bijaksana, untuk melindungi dan memelihara dunia ini. Dan jika itu tidak memenuhi standarmu, maka aku tidak akan peduli. Karena aku tahu, bahwa kekuatan sejati tidak bisa diukur oleh pandangan orang lain, melainkan oleh niat dalam hati yang tulus."

Minthe tersentak oleh keberanian Persephone. Dewi Bunga tersebut lebih anggun dari yang ia duga, bahkan sorot matanya tidak berubah sama sekali. Meski begitu, Minthe mempertahankan keangkuhannya dengan berdiam diri. Baru saat Persephone berbalik pergi, harga diri dan nalurinya beradu untuk memohon pertolongan.

"Perse—" Minthe menenguk. Harga diri dan nalurinya beradu untuk memohon pertolong pada Persephone yang melangkah pergi. "Yang Mulia Ratu!"

Teriakan Minthe membuat Persephone berbalik. Setelah mengatur emosinya, ia memusatkan kekuatan untuk menarik kembali tanaman yang melilit tubuh Minthe.

"Aku memaafkanmu atas pengabdian yang kau lakukan selama ini. Jadi jangan lagi mengungkit apa yang telah kau lakukan." Persephone mengarahkan telapaknya ke tanah hingga tanaman di sekitarnya meninggalkan ruang antara dirinya dan Minthe. "Bila kita bertemu lagi, pastikan kau tahu berhadapan dengan siapa."

Minthe merasakan kelegaan luar biasa saat tubuhnya bebas dari himpitan semak. Ia jatuh terduduk sambil mengatur napasnya dengan wajah merah padam. Begitu Persephone membuka sebuah jalan di antara dinding labirin, dengan terhuyung ia berlari keluar.

"Ini sulit dipercaya!" Minthe memaksa kakinya berlari dan berhenti di tepi sungai. Bayangan wajah Persephone masih terlintas di benaknya. Minthe yakin sekali Persephone hanya dewi minor yang keberadaannya tidak diakui manusia. Akan tetapi, separuh tubuhnya yang hampir mati rasa membuatnya mau tidak mau menampik hal tersebut. Namun, dari mana asalnya kekuatan itu?

Sambil membasuh wajahnya dengan air sungai Minthe berpikir keras. Ia tahu Persephone bisa mengendalikan alam, tetapi yang tadi itu sensasinya berbeda. Minthe mengamati tungkainya yang pucat dan dihiasi lebam kehijauan. Ketika semak-semak memerangkap tubuhnya, sensasi dingin perlahan-lahan merayap dari telapak kakinya. Minthe bahkan bisa merasakan denyutan lemah di sana, seolah-olah akar tumbuhan mulai meranggas dan menyusup ke dalam dirinya.

"Apa mungkin ..." Minthe tercengang di tempat. "Persephone hampir memberinya kutukan?"

💐💐💐

Thanatos tidak pernah meragukan keputusan Hades. Thanatos percaya dengan sepenuh hati pada setiap keputusan yang diambil oleh raja yang memimpin domain mereka tersebut . Namun, tidak untuk kali ini. Saat Hades kembali dari Olympus dengan air muka tegang, Thanatos tahu sesuatu yang tidak beres sedang terjadi.

"Ada apa sebenarnya?" Thanatos bergumam sembari membelah kabut dengan sayapnya. Beberapa saat yang lalu, Hades memerintahkan padanya untuk mengumpulkan Ker. Bila Hades ingin membuat pasukan, besar kemungkinan mereka akan diperintahkan berperang.

Tidak ingin menerka sendiri, Thanatos mempercepat kepakan sayapnya. Puncak istana hades mulai terlihat saat kabut di sekitar Erebos menipis. Namun, begitu ia mengambil ancang-ancang untuk menukik, Eneiroi bersaudara tiba-tiba melintas dan mereka hampir bertabrakan jika saja Thanatos tidak segera mengambil gaya tolak dengan kedua kakinya.

"Thanatos, kau hampir menabrak kami!" gerutu Morpheous.

Thanatos berdecak dalam hati. "Dan begitu pula sebaliknya."

Phantasos bersedekap. "Tetap saja kau yang terbang tidak hati-hati."

"Benar, mentang-mentang punya sayap yang lebar!" imbuh Phobetor.

"Terima kasih atas pujiannya dan maafkan atas kesalahanku." Thanatos memilih mengalah, hanya untuk mempersingkat urusan. "Tetapi tumben sekali kalian terbang di sekitar Erebos."

"Kami diperintahkan oleh Yang Mulia Hades untuk memanggil Hypnos." Morpheous menjawab. "Jangan tanyakan untuk apa, sebab kami pun tidak tahu."

Keterkejutan tergambar di wajah Thanatos yang mengerutkan kening. Hypnos yang menjaga perbatasan Dunia Bawah jarang sekali dipanggil oleh Hades. Thanatos yakin ada hal mendesak di balik panggilan darurat itu.

Setelah debat kecil dengan ketiga Oneiroi, Thanatos melanjutkan perjalannnya menuju istana Hades. Perasaannya semakin tidak menentu saat mensapati Hades di balkon istana, memandangi Persephone yang baru kembali dari padang Elysian dengan tatapan sendu.

"Yang Mulia Hades," sapa Thanatos mengusahakan derap langkahnya yang berpijak di lantai tidak mengganggu. "Saya telah memanggil Ker."

"Ya. Kau selalu melakukan tugasmu dengan cepat, seperti biasa." Hades berujar tanpa berbalik.

Thanatos membalas pujian itu dengan membungkukkan badan. Ia lalu mengambil tempat di sebelah Hades yang mengulum senyum saat bertemu mata dengan Persephone yang bersorak gembira pada mereka.

"Hades!" Persephone melambaikan tangan sebelum membekap mulutnya sendiri, menyadari orang lain bisa mendengarnya dari sana. "Maksudku, Yang Mulia Hades!"

Hades tertawa kecil, seperti ia menyikapi tingkah lucu Persephone sebagaimana biasanya. Namun Thanatos bersaksi, sorot matanya terlihat sedih.

Thanatos beralih pada Persephone yang juga menyerukan namanya. Sembari membungkuk, ia berujar pada Hades, "Saya akan menjemput Yang Mulia Ratu."

"Tidak perlu. Biar aku yang turun menjemput istriku," balas Hades mengangkat sebelah tangan. Sebelum benar-benar berlalu, ia menoleh pada Thanatos dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Thanatos, pergilah dan bawakan air sungai Lethe padaku. Ini perintah."

Thanatos memandang punggung tegap Hades yang menghilang di balik pintu. Pikirannya berputar cepat. Hades memintanya mengumpulkan Ker, juga memanggil Hypnos. Lalu sekarang, ia memerintahkan untuk mengambil air dari sungai Lethe.

"Air dari sungai Lethe bisa menghapuskan ingatan." Tatapan Thanatos tertuju pada Hades yang berlari menyambut pelukan Persephone. Keduanya terlihat sama mesranya. Akan tetapi, Thanatos sangsi dengan semua permintaan Hades yang tiba-tiba. "Apa yang direncanakan Yang Mulia Hades sebenarnya?"

🔱🔱🔱
TBC

.

.

.

Selamat berpuasa bagi yang menunaikan
Beberapa hari yang lalu aku dapat DM dari reader yang katanya dapat rekomendasi cerita ini dari temannya. Siapa pun itu, terima kasih. Aku jadi semangat menulis walau pekerjaan semakin banyak.

Update cerita ini juga terlambat karena kesehatanku sempat drop akibat anomali cuaca. Sepertinya Zeus sedang terkena sindrom moodswing :v

Deadline challenge yang kuikuti sudah semakin dekat, tapi aku tidak janji update cepat karena ada banyak hal penting yanh harus kuselesaikan. Walau begitu, terima kasih sudah berkenan mampir lagi di sini

Fully love, Kireiskye
💐💐💐

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro