ARC EVENT

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Sumpah Pemuda]

<Author POV>

Sekelompok pria bersetelan hitam berbaris dengan rapi membentuk garis horizontal lurus, mereka tengah menunggu kedatangan seseorang.

Tak, tak, tak,...

Suara langkah kaki sepatu terdengar di samping kiri barisan pria bersetelan hitam itu, mereka semua mengeluarkan sedikit keringat setelah melihat kedatangan seorang pria berambut biru tua, pria itu mengenakan kemeja putih dan dasi biru tua yang terikat rapi di lehernya. Salah satu pria itu keluar dari barisan dan mengangkat sebuah setelan berwarna biru tua ke depan, dan setelan biru tua itu adalah milik pria yang bukan lain adalah pemimpin mereka. Pemimpin itu mengambil setelan biru tua itu dan mengenakannya langsung membuang waktu, setelan itu menyatu cocok dengan pria itu membuatnya gagah.

"Apa kita memiliki tugas baru?" tanya pemimpin itu.

Anak buah pria itu masuk kembali ke dalam barisannya pada waktu bersamaan terdengar suara langkah kaki di sisi kanan barisan. Suara langkah kaki itu berasal dari seorang wanita bersurai hitam yang mengenakan kemeja putih yang kebesaran yang membuat bagian atas tubuhnya terlihat sangat menonjol.

"Ini tugas kita selanjutnya, Ramadhani.." kata wanita itu seraya mengeluarkan sebuah foto yang mempelihatkan seorang siswi perempuan bersurai coklat pendek yang memiliki warna mata biru laut.

"Namanya adalah Landy Rianti..."

<Riza POV>

"Riza cepatlah, nanti kita terlambat..." panggil Nauta dari luar kamarku.

"T - Tunggu aku..." balasku dari dalam kamar.

"Kenapa baju ini susah sekali di kenakan sih?" batinku kesal menatap kemeja hitam yang hampir menyatu dengan badanku ini.

"RIZA CEPATLAH!!" teriak Al cukup keras dari luar kamar.

"BERISIK!!!!"

<Author POV>

Riisycho duduk santai di kursi hitamnya sambil memakan beng beng rasa coklat yang ada di tangan kanannya, pada saat bersamaan Rey masuk ke dalam ruangan dengan mengetuk pintu pertama - tama.

"Ada apa anda memanggil saya, Ketua Riisycho?" tanya Rey menggunakan kata formalnya.

"Aku ingin kau pergi ke Bandung. Di sana ada seorang Pengguna Kekuatan yang membuat pergerakan Organisasi Roar terhambat.... Dan aku ingin kau membunuhnya segera!!" perintah Riisycho santai + datar.

"Baik Ketua Riisycho.." setelah mengatakan itu Rey keluar dari ruangan dan berjalan lurus menuju pintu keluar markas.

Rey berhenti di depan pintu markas, bukan karena ada yang ketinggalan melainkan seorang laki - laki berambut coklat yang mengenakan koas hitam, jaket biru dan celana jeans biru panjang.

"Apa kau mau pergi, Rey?" tanya laki - laki itu.

"Kau bisa melihatnya sendiri'kan, Xorcist?!" jawab Rey menatap laki - laki bernama Xorcist itu dingin.

"Setidaknya bawalah kami bersamamu.." kata Xorcist seraya tersenyum kecil.

"Kami?"

Tidak lama kemudian seorang perempuan bersurai merah muda keluar dari belakang Xorcist, Rey yang melihat kehadiran perempuan itu cuma bisa diam dan menatap.....entahlah cuma Rey yang mengetahuinya.

"Hai Rey..."

<Riza POV>

Aku, Al dan Nauta telah membuat janji untuk pergi menyaksikan upacara di depan kantor Walikota Bandung yang memperingati Hari Sumpah Pemuda. Sesampainya disana kami langsung di suguhkan dengan atraksi + akrobatik para peserta upacara, aku lihat mereka berasal dari sekolah yang berbeda - beda tapi mereka mengenakan pakaian yang sama yaitu putih seperti pakaian seorang petugas polisi, bedanya mereka berwarna putih.

"Di sini ramai juga, ya.." kataku kagum.

Kota tempatku tinggal memang pernah menyelenggarakan event seperti ini juga tapi tidak pernah semeriah ini. Aku lihat Al dan Nauta, mereka juga nampak menikmati apa yang aku nikmati sampai...

"Auwh..."

Tanpa sengaja aku berbenturan dengan seorang perempuan berpakaian serba putih, terlihat dia juga adalah peserta event.

"M - Maafkan aku.." ucapku sambil menolong perempuan bersurai coklat pendek ini bangkit.

"Tidak apa kok, aku baik - baik saja.." ucapnya membuatku lega.

"Beruntung dia adalah orang yang baik..." batinku lega.

"Maaf, ya. Aku buru - buru nih.." setelah mengatakan itu, ia berlari tergesa - gesa, melihat itu rasa bersalahku kembali muncul.

"Heh? Apa ini?" tanyaku tanpa sengaja menginjak sebuah dompet coklat, aku raba dompet ini terbuat dari kulit binatang tapi binatang apa.

Aku mengangkat dompet itu dan aku tunjukkan kepada Al dan Nauta, entah kenapa wajah mereka berdua tiba - tiba berubah menjadi pucat.

"Ada apa?" tanyaku bingung.

""R - Riza, jangan bilang kau baru saja mengambil dompet itu dari seseorang"" tuduh Al dan Nauta bersamaan.

"AKU TIDAK MELAKUKANNYA!!" teriakku keras membuat semua orang yang ada di sekitar kami menatapku seperti seorang pencuri.

"B - Bukan aku pelakunya..."

<Author POV>

Ramadhani, dia adalah pemimpin dari kelompok mafia yang ada di Bandung. Pekerjaan mereka adalah menculik dan menjual manusia ke tempat lain atau benda berharga seperti yang di museum. Sekarang Ramadhani dan kelompoknya berada di atas gedung Walikota Bandung, memperhatikan gerak - gerik warga Bandung yang memadati halaman depan kantor Walikota.

"Apa kau mendapatkannya, Lisa?" tanya Ramadhani kepada wanita bersurai hitam pendek yang ada di sampingnya.

Lisa tengah mengamati atau lebih tepatnya mencari target mereka menggunakan teropong dua mata, anehnya keberadaan mereka berdua tidak di ketahui oleh penjaga keamanan yang dilengkapi dengan senjata api.

"Ketemu... Target berada di jarum jam 12.." kata Lisa sambil menunjuk ke depan, dimana seorang gadis bersurai coklat pendek tengah mencari sesuatu di sakunya.

Ramadhani tersenyum kecil, lalu tangan kanannya tiba - tiba bergerak ke belakang, dimana semua anggota mafia berada.

Beban Di Pindahkan

Pada waktu bersamaan semua tubuh anggota mafia itu bergetar cepat seperti habis terkena hujan gravitasi.

"Ayo kita tangkap kucingnya..."

<Riza POV>

Aku pergi ke depan halaman kantor Walikota yang cuma di khususkan untuk peserta event saja, aku pergi ke sana bersama Al dan Nauta yang ada di belakangku. Aku pergi ke sana bukan karena usil melainkan untuk mengembalikan dompet coklat yang memiliki KTP di sana, KTP itu menunjukkan pemilik dompet ini dan nama pemilik dompet ini adalah 'Landy Rianti'.

"Ah! Itu dia.." seruku sambil menunjuk Rianti yang tengah mencari sesuatu di sakunya.

"Kau tidak akan pernah mendapatkan apapun dari sana karena yang kau cari ada di tanganku.." batinku.

"Rianti..." panggilku agak keras.

Rianti menghentikan aktivitasnya dan mencari asal suara atau lebih tepatnya diriku.

"Rianti, kau menjatuhkan ini.." seruku seraya mengangkat dompet coklat ke atas, otomotis mata Rianti menatapku, dia tersenyum. Nampaknya dia senang melihat dompetnya kembali.

"Ini punyamu.." kataku sambil memberikan dompet coklatnya.

"Terimakasih banyak. Aku tidak tahu apa jadinya jika dompet ini hilang.." kata Rianti senang sekaligus sedih.

"Memangnya kenapa?" tanyaku bingung.

"Itu kare---" kalimat Rianti terpotong oleh suara mic yang ada di panggung halaman Walikota.

Sebentar lagi upacara akan segera dimulai. Dimohon kepada semua peserta untuk segera berkumpul.

Rianti yang mendengar itu ekspresi berubah menjadi murung.

"Maaf aku harus---"

"-- Pergilah. Mereka membutuhkanmu'kan?" potongku.

Rianti terlihat terkejut pada saat aku mengatakan hal itu, dia tersenyum kemudian berlari ke tempat yang sudah di sediakan. Aku juga kembali ke tempatku, disana telah menunggu Al dan Nauta dengan senyuman kecil.

""Jadi... Apa kau mendapatkan nomor hp, pin bbm atau id line - nya, Riza?"" tanya mereka berdua kompak.

"Apa yang kalian berdua katakan? Aku tidak mengerti?" tanyaku menatap datar mereka berdua.

Al dan Nauta cuma terkekeh mendengar jawabanku, jujur saja itu membuatku sedikit kesal.

"Ayo kit----"

BOOM......

Tiba - tiba terdengar suara ledakan dari dalam kantor Walikota, dengan cepat aku balikkan badanku dan mendapati bagian depan halaman kantor Walikota hancur, menyisakan puing - puing kecil.

Kedua buah bola mataku melebar setelah melihat Rianti tengah berada di tangan seorang pria bersetelan hitam yang tidak aku kenal.

"Mereka siapa?" tanya Nauta khawatir.

"Mereka adalah Mafia Bandung, Laut Biru..." kata seorang laki - laki berambut pirang dan mengenakan jaket hitam.

Aku dan Al yang melihat kehadiran orang itu terkejut bukan main, pasalnya kami berdua mengenalkan orang ini.

""DICKY"" teriakku kompak dengan Al, Dicky tersenyum lebar ke arah kami berdua.

"A - Apa yang kau lakukan disini?" tanya Al yang masih terkejut.

BOOM......

Ledakan kedua terdengar di bagian belakangku, kali ini berada di halaman belakang kantor Walikota.

Tanpa pikir panjang aku langsung berlari ke tempat Rianti berada, Nauta mengikuti dari belakang sedangkan Al masih berada di tempatnya bersama Dicky. Aku ambil noteku dan aku memunculkan sebuah katana hitam ditangan kananku, aku simpan noteku dan menerjang maju ke depan pria yang menangkap Rianti.

"LEPASKAN RIANTI!!!" teriakku keras sambil mengayunkan katana hitam itu vertikal ke bawah menghantam pundak kanan pria bersetelan hitam.

Trang....

"Heh?"

Katanaku berhenti setelah menghantam pundak pria itu, pundak pria itu seperti sebuah besi. Pria itu menatapku tajam, dia mengeluarkan pistol hitam yang tersembunyi di balik sakunya dan di todongkannya ke kepalaku. Pria itu gagal menarik pelatuk pistolnya setelah Nauta menendang leher pria itu dengan sangat keras membuat tangan yang mencengkeram Rianti lepas. Kesempatan itu tidak aku buang sia - sia, aku angkat kembali katanaku dan aku hantam leher pria itu yang merupakan bekas tendangan Nauta, pria itu jatuh terkapar di atas tanah. Nauta melompat ke atas seraya melakukan tendangan berputar yang mendarat ke perut pria itu, pria itu mengeluarkan air dari mulutnya kemudian pingsan tidak sadarkan diri.

Aku membuang katanaku yang telah patah itu dan mendekat ke tempat Rianti, aku tatap Rianti dia tidak terluka cuma kehilangan kesadaran saja.

"Riza.." panggil Nauta pelan.

Aku angkat wajahku ke depan, tepat di depan Nauta telah berdiri seorang pria berambut biru tua, pria itu juga mengenakan setelan, bedanya milik pria itu biru tua sama seperti rambutnya.

"Larilah..."

<Alfharizy POV>

Aku masih diam di tempatku, memperhatikan setiap pergerakan Dicky yang bisa dibilang tidak melakukan apa - apa itu.

"Apa kau tidak mau membantu temanmu?" tanya Dikcy menbuatku bingung.

"Apa mak--" pertanyaanku terhenti setelah mendengar suara teriakan Nauta dari depan.

Aku langsung berlari ke depan menerobos kerumunan lautan manusia ke halaman depan kantor Walikota. Mataku menatap benci ke depan membuat aura hitam keluar cukup banyak dari belakangku, kedua tanganku tergempal kuat, gigiku menyatu kokoh dan hatiku serasa hancur. Tepat di depanku, Nauta terbaring tidak bergerak di bawah seorang pria berambut biru tua sedangkan Riza berlutut di depan pria itu dan.... Tangan kirinya patah.

<Riza POV>

Aku merasakan sakit teramat sangat di tangan kiriku yang patah ini atau lebih tepatnya pergelangan tangan kiriku. Di depanku berdiri seorang pria berambut biru tua, tangan kanannya memegangi tangan kiriku dan kaki kanannya berada di perut Nauta.

"L - Lepaskan Nauta.." kataku menatap benci.

Pria itu cuma tersenyum layaknya iblis, dia mengangkat kaki kanannya dan menginjak perut Nauta keras membuat Nauta mengeluarkan darah dari mulutnya.

"HENTIKAN. KAU PIKIR NYAWA SESEORANG ITU SEPERTI MAINAN APA?!" teriakku penuh amarah.

Aku mencoba berdiri dan kembali berlutut setelah pria yang ada di hadapanku kembali mematahkan tulang tangan kiriku, aku sedikit berteriak pada saat tulang tanganku patah.

"Nyawa seseorang itu di ciptakan untuk di ambil. Daripada nyawa itu tidak berguna... Kenapa tidak kita mainkan saja?" kata pria itu tersenyum keji, dia sangat merendahkan artinya nyawa itu.

"Aku masih memiliki banyak urusan, aku tidak memiliki waktu untuk melayani kalian. Pertama - tama akan aku habisi kau terlebih dulu.."

Pria itu mengangkat kakinya yang ada di atas perut Nauta tinggi ke atas dan bersiap menghamtamkannya kembali.

Beban Kaki 150kg

Kaki pria itu bergetar hebat seperti terkena gravitasi bumi, kaki itu seperti jatuh dengan sendirinya seperti benda yang kelebihan beban.

"HENTIKAN!!!"

"........."

"........."

"........."

Waktu seperti berhenti di mataku, seorang laki - laki berambut hitam yang mengenakan setelan hitam berbeda berdiri diam tidak jauh dari tempatku. Dia berjalan santai ke tempatku sedangkan semua orang yang ada di sekitarku berhenti bergerak cuma dia saja yang tidak, dia mengendong Nauta dengan lembut lalu berjalan ke mendekat ke tempatku kemudian melepaskan cengkeraman tangan yang ada di tangan kiriku. Aku dan Nauta dibawa menjauh dari tempat kami berasal, merasa telah sangat jauh pada waktu bersamaan semuanya menjadi semula.

Kaki pria itu jatuh dengan sangat cepat menembus tanah yang ada di bawahnya, pria itu baru sadar jika aku dan Nauta telah tiada. Aku kembali menatap sesosok laki - laki misterius ini, wajahnya tidak memancarkan ekspresi apapun, tenang dan dingin. Laki - laki itu menyadarkan kami di belakang sebuah pohon, aku dapat melihat Dicky datang menghampiri kami walaupun kesadaranku sekarang sudah mencapai batasnya.

"Kau darimana saja, Allyn?"

<Author POV>

Laki - laki yang bernama Allyn itu berdiri di depan Riza dan Nauta, di samping kirinya ada Dicky yang sedang memakan setusuk sate ayam pada waktu bersamaan datang seorang gadis bersurai hitam yang mengenakan jaket belang - belakang putih dan hitam. Gadis itu membawa Rianti yang tengah dia bopong, perempuan itu meletakkan Rianti dengan lembut.

"Dicky, Linq kita pergi..." perintah lelaki berambut hitam itu.

""Baik""

<Alfharizy POV>

Aku berjalan santai ke depan pria berambut biru tua itu, di belakang pria itu ada empat pria bersetelan hitam yang bersiap untuk menyerangku. Aku angkat mukaku dan aku tatap mereka semua, mereka semua terkejut melihat aku menatap mereka termasuk pria berambut biru tua.

"Akan aku bunuh kalian..."

<Author POV>

Lisa berlari diiringi dua puluh anggota Laut Biru menuju pintu luar atau lebih tepatnya pintu menuju halaman depan kantor Walikota Bandung, langkah mereka semua terhenti setelah dua laki - laki berdiri menghalangi jalan mereka berdua.

"Siapa kalian?" tanya Lisa ramah tapi matanya menatap tajam.

"Seharusnya aku yang bilang begitu?" tanya balik Xorcist.

Lisa mengangkat tangan kirinya ke atas, seketika itu juga salah satu anggota Laut Biru keluar dari barisan dan memukul Xorcist telak mengenai perutnya.

"........"

"......."

Tidak ada suara tulang patah apalagi teriakan kesakitan yang keluar dari mulut Xorcist. Xorcist mengangkat mukanya dan tersenyum lebar ke depan.

"Aku ambil kekuatanmu sebentar.."

Aura biru keluar dari anggota Laut Biru yang ada di depan Xorcist, aura itu terbang masuk ke dalam tubuh Xorcist. Tanpa peringatan Xorcist memukul keras perut anggota Laut Biru yang ada di depannya membuat anggota Laut Biru itu terbang ke dan menancap di atas langit - langit.

"Huuh... Kekuatan yang mengerikan.." cetus Xorcist seraya melihat tangannya sendiri.

"Pergilah Xorcist. Aku akan mengurus sisanya.." perintah Rey kepada Xorcist.

"Baik Boss..."

"Pergilah!"

<Riza POV>

Perlahan mataku terbuka dan pandangan pertamaku adalah seorang gadis berambut merah muda yang mengenakan sweater hitam dan syal merah yang tertempel di lehernya walaupun penglihatanku saat itu sedang kabur.

Gadis itu mengangkat telapak tangan kanannya ke arahku bersamaan dengan itu keluar cahaya putih yang menyelimutimu, lalu mataku tertutup kembali. Aku paksakan untuk membuka kedua bola mata ini dan berhasil tapi perempuan itu telah tiada.

"Aku dimana?" tanyaku bingung seraya memutar pelan kepalaku.

Aku mendapati Nauta dan Rianti tengah tidak sadarkan diri di samping kiriku, Aku lega mereka berdua baik - baik saja lalu aku menatap diriku sendiri.

"Aku sembuh..."

<Xorcist POV>

Aku keluar dari dalam gedung luas itu, aku dapat mendengar suara tiang - tiang dan benda lain yang hancur, aku cuma tersenyum kecut mendengar itu.

Aku berhenti tepat di depanku empat pria bersetelan hitam yang tidak bergerak lagi atau lebih tepatnya tidak bernyawa lagi, mereka berempat memiliki luka yang sama yaitu lubang di dada kiri mereka. Aku kembali melanjutkan jalanku melewati keempat tubuh tidak bernyawa itu, kakiku berhenti di depan seorang pria berambut biru tua yang tidak memiliki tangan maupun kaki lagi, tangan kanannya hilang dan kaki kirinya putus.

Aku mengangkat mukaku ke depan dan mendapati seorang laki - laki berambut putih kehitaman yang tengah berjalan menjauh dari halaman depan kantor Walikota dan laki - laki itu mengenakan jubah hitam yang terbuat dari aura hitam miliknya.

"Sepertinya aku ketinggalan pesta.."

<Riza POV>

Aku berdiri di depan Rianti dan Nauta sambil mengawasi daerah sekitar dengan senjata shotgun yang baru saja aku memunculkan. Suara langkah kaki terdengar di depanku, sontak saja aku mengarahkan shotgunku ke depan dan bersiap menembak tapi tidak jadi karena suara itu berasal dari langkah kaki Al.

"Darimana saja kau?" tanyaku kepada yang terlihat murung itu.

"Ada urusan yang baru saja aku selesaikan tadi..." jawab Al lirih.

Aku menurunkan shotgunku dan menatap suasana sekitar.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyaku.

"Entahlah..." jawab Al kembali lirih.

Aku mengerti apa yang di rasakan oleh Al sekarang karena aku juga pernah mengalami yaitu menyaksikan orang yang dia sayangi di sakiti di depan matanya sendiri. Aku ambil note dan pulpenku yang tersimpan di balik sakuku.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Al yang menyadari gerak - gerikku.

"Mungkin aku bisa memperbaiki semua ini.."

"Semuanya"

Aku tidak memperdulikan perkataan Al lebih dari itu lagi, fokusku terpasang pada kalimat yang aku tulis di lembaran noteku.

"Apa yang kau tulis?"

Kembalikan semuanya seperti sedia kala dan..... Hilangkan ingatan semua orang

<Author POV>

Rey melempar tubuh Ramdhani tepat di depan Riisycho yang tengah meminum secangkir kopi luak bersama Hyaku. Riisycho yang melihat itu bangkit dari tempat duduknya dan berjongkok di depan Ramadhani.

"Id Wattpad ATRamadhani dan kode nama adalah W yaitu Weight yang artinya Beban..." kata Riisycho membaca profil Ramadhani.

"Kalian bertiga melakukan tugas yang sangat bagus kali ini. Kerja bagus, Gina, Rey, Xorcist..."

<Riza POVP>

Aku berdiri diam menatap sekaligus mendengarkan pesan yang berikan oleh Walikota Badung saat itu, di samping kananku ada Al dan Nauta yang juga ikut mendengarkan pesan Walikota. Beberapa saat lalu aku.menuliskan sesuatu yang membuat waktu, alam dan dunia menjadi kacau (sedikit), tempat yang tadinya hancur dan di makan oleh si jago merah, sekarang kembali seperti semula. Bukan itu saja, ingatan semua orang tentang penyerangan Mafia Laut Biru juga menghilang termasuk ingatan Al dan Nauta kecuali ingatan milikku, ingatan si penulis.

Setelah menuliskan kalimat itu membuatku teringat dengan perkataan Cry yang membentakku dengan sangat keras untuk tidak menulis sesuatu yang tidak penting, jika aku melakukannya maka akan terjadi kekacauan dimana - mana.

Kekuatanmu itu sangat menakutkan, kau tahu itu?

Aku cuma menghela nafasku dan membuang kalimat yang diberikan Cry satu hari yang lalu itu, lalu kembali menatap ke depan untuk menyaksikan pertunjukan selanjutnya. Aku tersenyum kecil setelah melihat Rianti berada di barisan regu musik, Rianti terlihat berperan sebagai pemain biola. Dan lagu yang akan mereka mainkan adalah.....

Padamu Negeri

Seharusnya hari ini adalah hari yang sangat penting bagi semua pemuda dan pemudi di seluruh Indonesia tapi Mafia Laut Biru membuat hari ini menjadi kacau, mereka menjual anak - anak untuk uang lalu membiarkan para penerus bangsa menghilang. Sungguh suatu perbuatan yang tidak bisa di maafkan. Aku tidak peduli lagi dengan Mafia Laut Biru, semoga ada seseorang yang dapat menghentikan mereka.

Hari Sumpah Pemuda telah berakhir, Rianti berlari ke arahku setelah event Sumpah Pemuda selesai. Dia mengajak aku, Al dan Nauta pergi ke suatu restoran, di sanalah aku baru menyadarinya jika Rianti adalah anak seorang hakim yang terkenal di Badung.

"Memalukan saja..."

ATRamadhani, MAlfharizy, NautaSoltari, Redyami, Xorcist, Agatasya_Gina, allynscarleta, VictorGrainbow

[Pahlawan Hati]

<Author POV POV>

Seorang laki - laki berambut hitam bermata hitam tengah sibuk dengan aksinya melawan suatu benda yang terbuat dari kain, kain itu berwarna merah dan putih yaitu lambang negaranya, Indonesia. Seorang perempuan bersurai hitam yang rambutnya diikat ekor kuda ke belakang menujukkan kecantikannya serasi dengan kemaja jaket putih bergaris merah yang dia kenakan, rok merah sepanjang mata kaki dan ikat perut berwarna hitam, masuk ke dalam kamar dengan ekspresi tidak percaya.

"Deni sampai kapan kau mau mengikat ikat kepala itu terus?" marah perempuan itu bertanya.

Laki - laki yang bernama Deni itu cuma diam dan menyalahkan ikat kepala yang tidak mau terpasang di kepalanya sedari tadi.

"Bisakah kau membantuku memasang ikat kepala ini, Yeni?" pinta Deni, perempuan bernama Yeni cuma membuang nafasnya tidak percaya dan menghampiri Deni.

"Sini biar aku bantu..."

<SKIP POV>

Riza membuka pintu masuk rumah dalam keadaaan berkeringat banyak, pagi tadi Riza melakukan jogging lari mengelilingi taman Mojokerto. Riza berjalan ke arah dapur sembari membuka kulkas dan mengambil sebotol susu dingin, pandangan Riza tertuju ke arah perempuan yang tengah memasak di dapur tersebut. Riza menghampirinya dan memberi senyuman jadwal pagi.

"Pagi Gina~~" sapa Riza.

Gina membalikkan badannya dan mendapati Riza.

"Pagi juga Riza~~" balas Gina dengan senyuman.

"Kau lagi buat apa?" tanya Riza seraya mendekat ke pemanggang.

"Omelet..." jawab Gina santai.

Terlihat makanan warna kuning berbentuk kubis yang mengeluarkan asap panas berwarna putih.

"Kenapa kau membuat Omelet?" tanya Riza sembari memperhatikan bentuk omelet yang bisa dibilang sedikit uni itu, pasalnya di ujung atas omelet itu terdapat.... Senyuman yang aneh.

"Padahal tadi pagi aku ingin buat kare sih tapi bahannya sudah habis jadi tidak jadi deh..." jawab Gina kecewa sedangkan Riza yang mendengar itu berkeringat dingin.

Berpindah ke tempat lain tepatnya di belakang Gina dan Riza, terlihat sepasang mata menatap tajam kebersamaan mereka berdua.

<Rey POV>

"Sial. Awas nanti!!!" gerutuku kesal dalam hati melihat Gina bersama Riza.

Sekarang aku berada di balik sudut dinding bersembunyi. Gina tiba - tiba menggerakkan matanya dan menatap ke arahku, beruntung aku sempat berlindung. Pada sudah aman aku kembali aku terkejut melihat Gina dan Riza tengah lakukan 'itu'.

<Gina & Riza POV>

"Ada apa Gina?" tanya Riza bingung melihat Gina menatap tajam sudut ruangan (dinding).

Gina mengembalikan tatapannya ke arah Riza kemudian tersenyum, Riza yang melihat itu tersenyum kecut.

"A - Ada a- apa Gina?" tanya Riza takut.

"Riza..." panggil Gina pelan.

Gina tiba - tiba menaikkan wajahnya ke depan Riza, Riza yang melihat itu refleks memiringkan kepalanya ke samping kanan.

"Ada yang ingin aku katakan padamu, dengarkan..." bisik Gina membuat Riza meneguk air liurnya.

Kedua bola mata Riza melebar sepertinya dia sangat terkejut, Riza menjauhkan wajah Gina darinya.

"K - Kau yakin G - Gina?" tanya Riza gemetaran, Gina hanya mengangguk pelan.

"K - Kau pasti bercanda?!!!"

<Riza POV>

Aku hanya bisa pasrah menerima permintaan Gina yang tidak masuk akal. Sekarang kami berada di Taman Kunjung di barat Mojokerto, di sini adalah tempat dimana keluarga dan para sahabat berkumpul.

"Neh Gina, apa tidak masalah kita melakukan ini? Bagaimana jika Rey mengetahuinya?" tanyaku malas padahal aku sudah tahu bahwa Rey sudah 'tahu'.

"It's Ok Riz~~" jawab Gina santai yang ada di samping kananku.

Aku hanya bisa pasrah untuk kedua kalinya dan menuruti semua keinginan Gina. Aku membuang nafasku seraya melirik ke belakang dimana sesosok Rey tengah bersembunyi dibalik semak - semak.

"Bakalan ribet nih urusan?!"

Aku dan Gina terus melanjutkan 'date' palsu ini pura - pura tidak menyadari keberadaan Rey padahal kami berdua dengan mudahnya dapat merasakan tekanan aura yang kuat dari arah belakangku. Kami berdua berhenti di sebuah cafe di seberang taman, cafe itu tidak terlalu besar tapi banyak di kunjungi oleh pelanggan.

"Apa yang membuat cafe ini banyak di kunjungi ya??" batinku bertanya sembari masuk ke dalam.

"Selamat datang~~" sapa pelayan cafe yang mengenakan kemeja putih bersetelan merah dan sebuah topi bergambar bendera Indonesia.

Aku dan Gina duduk di ujung bersama sepasang kekasih..... Eh? Bukan sepasang kekasih, tepatnya????

"Biarkan Yeni. Aku bisa sendiri..." kata laki - laki berambut hitam yang mengenakan kaos putih dan kemeja jaket merah, celana merah serta ikat handuk pinggang hitam.

"Tidak. Sini biar aku bantu kau Deni..." protes perempuan yang ada di sampingnya yang mengenakan pakaian yang sama.

"Mimpi apa aku semalam sampai bertemu dengan dua orang aneh ini?" batinku bingung.

Pandanganku teralihkan dengan tekanan aura Rey yang semakin tinggi, aku tatap ke luar cafe dan mendapati Rey tengah mengejar seseorang yang ada di atas atap gedung.

"Gina, Rey---" kalimatku terhenti setelah mendapati Gina tidak ada di tempatnya.

"Gina, kau mau kemana?" tanyaku melihat Gina yang berlari keluar cafe.

"Aku harus ke tempat Rey..." jawab Gina.

"Huh? Bukankah kau yang merencanakan ini? Apa kau ingin membatalkan semua ini, GINA???" teriakku membuat semua orang yang ada di dalam cafe menatapku.

"Apa aku teriak terlalu keras ya?"

Aku beranjak dari tempatku bermaksud menyusul Gina tapi langkahku terhenti setelah tujuh pria yang mengenakan topeng putih berkaos hitam masuk ke dalam cafe seraya menodongkan senjata manchine gun mereka ke semua orang.

"DENGAN INI KAMI MENYATAKAN.... CAFE INI KAMI TAHAN!!!!"

<Author POV>

Rey mengejar laki - laki berambut pirang itu dengan kecepatannya tapi laki - laki berambut pirang itu dengan sangat lincah melompat ke satu gedung ke gedung lainnya ditambah lompatannya yang bisa di bilang kuat dan jauh itu. Tiba - tiba kaki kanan laki - laki itu terpeleset dan jatuh ke sebuah gang dan membuat permainan kejar - kejarannya selesai.

"Apa rencanamu saat ini, Dicky?" tanya Rey dingin kepada Dicky yang terjatuh.

"A - Aku tidak merencanakan apa - apa..." jawab Dicky takut.

"Terus kenapa kau melarikan diri pada saat aku menatapmu?" tanya Rey.

"I - Itu???" kata Dicky berkeringat dingin.

"Hmm???" Rey menunggu jawaban Dicky seraya mengeluarkan katana celestial, Dicky yang melihat itu mengeluarkan lebih banyak keringat.

"Jawab... Sekarang?!!!" kata Rey menatap tajam Dicky.

Pada waktu bersamaan seorang gadis bersurai albino keputihan melompat dari atas tempat mereka, gadis itu menghantam tanah dengan sangat keras membuat gelombang kejut yang kuat sampai membuat Rey terdorong mundur. Pakaian perempua gadis itu seperti putri kerajaan yang ada di cerita fiksi dengan gaun putih, sarung tangan panjang sesiku dan rok putih panjang.

"M - Marina..." pekik Dicky terkejut.

Gadis yang bernama Marina itu mencengkeram kerah jaket Dicky dan membawanya ke atas. Rey tidak bisa apa - apa selain melihat kepergian mereka.

"Rey..." panggil Gina yang ada di belakang.

Gina berlari ke tempat Rey dan langsung memeluknya, Rey yang mendapatkan itu sontak saja terkejut.

Gina melepaskan pelukannya bersamaan dengan itu Rey membalikkan badannya.

"Syukurlah kau baik - baik saja, Rey.." seru Gina yang menghapus airmatanya.

"Oh iya Gina. Tadi kau pergi bersama Riza untuk apa?" tanya Rey membuat airmata Gina berhenti di gantikan air keringat yang keluar banyak.

"S - Soal itu...." kata Gina gugup.

"A - p - a - ?" tanya Rey menatap tajam Gina.

"Itu---"

BOOM.....

<Riza POV>

"Uhuk, uhuk...."

Aku keluar dari tindihan reruntuhan cafe yang di sebabkan ledakan yang di lakukan oleh pemimpin teroris sialan itu.

"Kau baik - baik saja?" tanya Deni cemas kepada Yeni yang setengah tidak sadarkan diri.

"D - eni..." bersamaan dengan itu Yeni jatuh pingsan.

Deni menggeretakkan giginya sampai dapat terdengar olehku. Deni merebahkan Yeni selembut bisa di atas reruntuhan.

"Akan aku balas mereka..."

<Author POV>

Deni berjalan mendekat ke arah ketujuh teroris itu tapi di hentikan oleh Riza.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Riza.

"Aku ingin memberi pelajaran kepada mereka.." jawab Deni kemudian melepaskan tangan Riza.

"Hei tungg----"

"----WOI TERORIS SIALAN!!!!" kalimat Riza terhenti oleh teriakan Deni.

Ketujuh teroris itu sontak saja menatap Deni.

"Ada apa bocah?" tanya pemimpin teroris.

"Sebaiknya kalian berhenti..." pinta Deni.

"Kenapa kami harus berhenti?" tanyanya.

"Karena hari ini adalah memperingati Hari Pahlawan dimana semua orang yang ada di masa lalu berjuang untuk menciptakan kedamaian di Indonesia. Tapi Kenapa kalian membuat hari ini menjadi hari yang buruk? Apa kalian tidak menghormati perjuangan mereka?" cetus Deni.

"Hahahahaah...." tawa pemimpin teroris diikuti anak buahnya.

"Apa yang lucu???" tanya Deni geram.

"Aku tidak meminta kepada mereka untuk berjuang. Saat ini yang aku butuhkan adalah uang, aku butuh uang untuk hidup bukannya perjuangan yang konyol seperti itu..." terang pemimpin teroris membuat Deni dan Riza menatap horor mereka.

"Brengsek..."

Cahaya merah keluar dari telapak tangan kanan Deni, ketujuh teroris yang melihat itu terkejut termasuk Riza.

"Jangan bilang dia juga Pengguna Kekuatan?!!!" batin Riza terkejut.

Mungkin takut atau sesuatu yang lain. Pemimpin teroris yang ada di depan Deni memerintahkan untuk anak buahnya untuk menembak, keenam teroris itu menembaki Deni. Cahaya yang ada di telapak tangan kanan Deni melesat ke depan menangkis semua peluru yang menghujaninya, cahaya itu berwarna merah bercampur orange.

"S - Siapa kau sebenarnya??!!"

<Riza POV>

"Ternyata memang benar dia juga Pengguna Kekuatan..."

"Ugh..." pekik Yeni yang baru sadar.

"Deni?" kata Yeni terkejut melihat Deni mengeluarkan cahaya merah yang melindungiku dan Yeni.

"Apa kau baik - baik saja?" tanyaku tapi Yeni tidak membalas pertanyaanku, dia tersenyum melihat Deni.

"Ternyata cahaya itu berasal dari Deni..." kata Yeni pelan tapi dapat aku dengar.

"Hei..." panggilku dengan cara menaikkan volume suaraku dan berhasil menyadarkan Yeni.

"Sejak kapan? Siapa kau?" tanya Yeni terkejut melihatku ada di depannya.

"Apa dia baru saja mengatakan 'sejak kapan?'???" batinku tidak percaya.

"Kau baik - baik saja'kan?" tanyaku untuk kedua kalinya.

"A - Aku baik - baik saja cuma luka gores saja..." jawab Yeni seraya menatap luka di lutut kanannya.

"Syukurlah kalau begitu..." kataku lega.

DOOM...

Sebuah ledakan terjadi dibelakangku membuat hembusan angin yang sangat kuat.

Aku menatap ke tempat pertarungan Deni dimana Deni telah berhasil mengalahkan semua anak buah teroris dan menyisakan pemimpinnya. Pemimpin teroris itu kakinya bergetar hebat seperti baru saja melihat hantu.

"A - Ampuni aku, aku mohon.." mohonnya ketakutan.

"Tidak ada ampun untuk orang sepertimu..." kata Deni menerjang ke depan.

Di tangan kanannya keluar cahaya merah yang sangat terang yang mementalkan pemimpin teroris itu jauh dan juga membuat hembusan angin yang cukup kuat untuk menerbangkan kereta bayi.

"H - Hebat..." kagumku.

Deni mendekat ke tempat kami berada dan berhenti di depan Yeni.

"Kau baik - baik saja, Yeni?" tanya Deni cemas.

"Aku baik - baik saja. Yang lebih penting aku telah menemukan pahlawanku..." jawab Yeni yang tiba - tiba memeluk Deni.

"Deni, terimakasih karena telah menyelamatkan waktu itu.." kata Yeni pelan membuat Deni sedikit mengeluarkan airmata.

Yeni melepaskan pelukannya dan Deni menghapus airmatanya yang hampir keluar itu. Deni menatapku sambil mengangkat jari telunjuknya ke depan bibirnya.

"Bisakah kau tidak memberitahukan hal ini kepada orang banyak..." pinta Deni.

"Tenang saja aku tidak akan memberitahukannya karena kita sam---" kata - kataku terhenti setelah Gina memanggilku dan suara sirene polisi yang berasal dari mobil polisi yang ada di depan keruntuhan cafe.

"Sebaiknya kalian per---" kata - kataku kembali terhenti setelah mendapati jika Deni dan Yeni telah tidak ada ditempatnya.

"Dasar..."

<Author POV>

Riza berjalan santai ke tempat Gina dan Rey yang telah menunggunya di tengah taman.

"K - Kau baik - baik saja'kan, Riz?" tanya Gina melihat pakaianku kotor dengan debu hitam.

"Sedikit..." jawabku singkat.

" 'Sedikit' kau bilang?!!!" sambung Rey.

"Memangnya kenapa?" tanyaku.

"Lupakan soal tadi. Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu..." cetus Rey.

"???"

"Apa yang kalian bicarakan pada saat di dapur pagi hari tadi?" tanya Rey serius.

"Kau tidak menjawabnya ya, Gina?!!" tanyaku kepada Gina, Gina cuma diam dan menundukkan kepalanya.

"Ayolah Riza..." seru Rey.

Aku hanya membuang nafasku.

"Gina cuma ingin mengetesmu.."

"Hah?" sahut Rey bingung.

"Begini... Gina ingin mengetesmu, apa kau akan cemburu atau tidak pada saat Gina berjalan bersama dengan lelaki lain..." jelasku membuat Rey menatap Gina terkejut dan Gina semakin menundukkan kepalanya.

Gina dan Rey diam tidak mengucapkan sepatah kata pun sepanjang perjalan pulang. Sesampainya di rumah mereka bertiga di sambut oleh Al dan lainnya yang tengah melakukan lomba lari kelereng.

"Wah kelihatannya menyenangkan. Woi semuanya apa aku boleh ikut..." seru Riza yang berlari ke halaman depan.

"Gina, maafkan aku karena telah menuduhmu. Aku pikir k - kau akan selingkuh..." kata Rey dengan perasaan bersalah.

"T - Tidak mungkin aku m - melakukan i - itu. Apalagi..." kata Gina menghentikan kalimatnya.

"Apalagi??"

Mata mereka berdua saling bertemu dan semburan merah muda di depan muka mereka.

"... R - Rey adalah cinta pertamaku!!" lanjut Gina membuat muka Rey merah seutuhnya.

"S - Senang mengetahuinya!"

<Riza POV>

Aku terkapar tidak berdaya bersama Asia, Rey dan Zakuro, kami berempat kalah dalam lomba lari kelereng. Pemenang lomba lari kelereng adalah Hana, Hana sangat cepat dan dengan sangat mudahnya menyeimbangkan tubuhnya mungkin itu efek dari tubuh loli-nya.

"Nii - san, ini?!" kata Rena yang memberiku secarik kertas.

Aku bangkit dan mengambil kertas itu.

"Untuk apa kertas ini, Rena?" tanyaku bingung.

"Kertas itu namanya 'kertas pahlawan'..." jawab Rena sambil memberikan senyumnya.

" 'Kertas Pahlawan'???" kataku bingung.

"Ya. Nii - san cuma perlu menuliskan nama pahlawan yang ada di kehidupan kakak kemudian menerbangkannya ke langit seperti ini..." kata Rena seraya memperlihatkan tulisan yang ada di kertas yang ada di tangan Rena.

Pahlawanku adalah ibu. Ibu selalu menjagaku, menyayangiku, dan melindungiku. Dia selalu menjauhkanku dari kegelapan dan memberiku seribu gemerlap cahaya yang terang. Aku sayang ibu ^^.


Aku tersenyum melihat tulisan yang ada di kertas itu, aku bangkit dan menepuk kepala Rena pelan.

"Bagus sekali Rena..." pujiku, Rena tersenyum manis kemudian berlari menjauh ke tempat kelompoknya (Asia, Hana, Yuki dan Zakuro).

Aku berjalan menuju ke pintu masuk, langkahku tanpa sengaja berhenti setelah aku melihat isi kertas Gina.

Rey adalah pahlawanku, aku cinta dia!


"A - Aku baru tahu ada pahlawan seperti itu??!!! Yah mau bagaimana lagi, setiap orang memiliki pahlawan mereka sendiri..." batinku kembali melanjutkan langkahku.

"Siapa ya?"

<Author POV>

Riza dan lainnya membuat pesawat kertas menggunakan kertas yang telah di tulis dengan beberapa kata di dalamnya kemudian menerbangkannya seperti pesawat sungguhan.

"Nii - san, apa yang nii tulis di kertas itu?" kepo Rena.

"Apa ya~~~"

"iiiih. Nii - san pelit..."

"Hahahahaah....."

Pahlawan pertamaku adalah kedua orangtuaku yang selalu membesarkanku dan terus menyayangiku sampai sekarang.

Pahlawan keduaku adalah teman - temanku yang menarikku keluar dari jurang kegelapan yang bernama 'Kesendirian'

Pahlawan ketigaku adalah........Cry.

Kenapa aku memilihnya sebagai pahlawanku?

Itu karena Cry telah memberiku cahaya kebebasan, dia juga yang telah mempertemukanku dengan teman - temanku yang sekarang.

Dia adalah Tujuanku.

[Pemberian Yang Salah]

<Author POV>

Di sebuah desa yang... Ramai. Terlihat dua pasangan lelaki dan perempuan asik berjalan berduaan ditengah padatnya pasar Desa Marya. Desa Marya memang dikenal sebagai tempat perdagangan nomor 3 di Wattpad Paralel karena mereka kalah bersaing dengan dua kota besar yang ada di Pulau Java yaitu Kota Arta dan Andox.

Si perempuan adalah Fujiyama Zakuro si pengguna Kode Nama Element sedangkan si lelaki adalah Mizushima Ryuu si pengguna Kode Nama Dragon Catcher. Mereka berdua mendapatkan tugas dari Hikari untuk membeli persendian makanan mereka semua karena hanya Ryuu dan Zakuro saja yang wajah mereka belum di letakkan di poster buronan.

"Hahahha... Aku tidak percaya kita akan membeli semua bahan ini..." kata Ryuu yang tertawa pahit sembari memperhatikan lembaran kertas putih yang bertuliskan daftar bahan - bahan yang harus dibeli.

Panjang kertas itu hampir 1meter lebih. Memangnya mereka ingin berpetualang apa?

Ryuu kembali tertawa pahit setelah mengingat misi mereka yaitu..... Menjaga Riza.

"Sudahlah Mizushima - kun, ini demi Riza - san dan semuanya juga..." cetus Zakuro yang ada disamping kiri Ryuu.

"Hahahaha... Kau memang benar, Fujiyama - san..." sahut Ryuu yang tersenyum ramah kepada Zakuro, Zakuro membalas senyuman Ryuu.

<SKIP POV>

Di sebuah rumah kecil. Di depan rumah itu berdiri seorang perempuan berambut hitam panjang dengan setelan hitam - putihnya serta sebuah katana di belakang punggungnya, di dekat perempuan itu ada seorang lelaki berambut coklat yang mengenakan jaket biru malam.... Serta headsheet yang terpasang di kedua telinganya. Mereka adalah perisai depan dalam misi ini, Aroki dan Rei.

Berpindah ke dalam rumah....

"Hikari, Mizu kemana?" tanya Riza yang seperti sedang mencari keberadaan Mizu.

"Mizu... Dia pergi ke desa sebelah untuk membelikanmu pakaian baru..." jawaban Hikari sontak membuat Riza terkejut.

"Hah? Apa dia gila? Dia bisa tertangkap karena itu???" kaget Riza namun dia kesal.

"Kau tidak usah khawatir, Mizu tidak lemah seperti dua tahun yang lalu..." sahut Hikari yang berjalan ke pintu masuk rumah dan.... Menghalanginya.

"Tapi tetap saja bukan itu berbahaya, apalagi Mizu sudah memiliki poster buronan..." seru Riza mulai berdebat dengan Hikari.

"Prioritas utama kita adalah melindungimu dan mengembalikan kekuatan serta ingatanmu yang hilang Riza..." balas Hikari tidak mau kalah. Jauh di lubuk hatinya, Hikari juga khawatir dengan Mizu.

"Sial!!!" kesal Riza yang memukul dinding terdekat. "... Seandainya aku memiliki kekuatan dan ingatanku kembali. Aku pasti...."

Riza bergumam dengan penyesalannya sementara Hikari masih setia berdiri di depan pintu.

<Ryuu & Zakuro POV>

Ryuu dan Zakuro telah membeli semua bahan makanan dan kebutuhan lainnya.... Belanjaan yang banyak. Itulah yang di pikirkan oleh warga Wattpad saat melihat Ryuu dan Zakuro.

"Fujiyama - san, kurasa kita terlalu mencolok..." cetus Ryuu yang membawa barang - barang yang berat sementara Zakuro yang ringan.

"Ya, kau benar..." sahut Zakuro yang berada di mode dinginnya.

Mereka berdua berpapasan dengan seorang perempuan berambut pirang yang di ikat kuda ke belakang, perempuan itu mengenakan pakaian serba putih. Bersamaan dengan lewatnya perempuan itu, Ryuu dan Zakuro merasakan tekanan aura yang sangat hebat.

Ryuu dan Zakuro sengaja berdiam karena jika mereka bergerak maka tekanan aura mereka akan diketahui oleh perempuan itu. 5menit kemudian.....

"B - Beruntungnya kita~~~" kata Ryuu lega.

"Y - Ya, beruntung dia tidak mengenal kita..." tambah Zakuro yang berkeringat banyak.

"Dan juga..." Ryuu melirik ke belakang. "Aku tidak menyangka. Satu dari lima Batu Besar OMEGA ada di desa kecil ini?!!" lanjut Ryuu yang memperhatikan kepergian perempuan yang berpapasan dengan mereka.

"Ayo Mizushima - kun, kita harus melaporkan ini kepada Hikari - san..."

"Ayo?!"

<Aroki & Rei POV>

Sting...

Rei memasukkan kembali katana-nya setelah mengalahkan semua orang yang mengenakan jaket hitam dan putih sementara Aroki hanya berjongkok tidak jauh dari sana memperhatikan pertarungan yang berjalan sangat cepat.... Tadi.

"Mereka datang..." cetus Aroki datar melihat kedatangan Ryuu dan Zakuro yang menunggangi seekor naga darat.

"Rei - chan, ada apa ini?" tanya Ryuu yang melompat dari naga darat itu.

"Persembunyian kita di ketahui oleh musuh..." kata Aroki yang menjawab pertanyaan Ryuu.

"I - Itu berarti kita harus pergi sekarang?" tanya Zakuro yang masih di atas naga darat.

"Itu benar..." jawab Hikari yang tiba - tiba keluar dari rumah bersama Riza.

"Itu mereka!!!" teriak beberapa orang yang mengenakan jaket hitam dan putih bersamaan.

"Tcih... Secepat inikah!!" kutuk Hikari.

Jraaasss...

Pada waktu bersamaan hujan pasak raksasa menghujani segerombolan orang berjaket itu, saat bersamaan Mizu datang ke tempat mereka seraya membawa sekantung plastik.

"Riza - san, aku membelikamu pakaian baru..." kata Mizu memberikan kantung plastik yang ada di tangannya kepada Riza.

Riza menghela nafasnya. "Kau tidak perlu melakukan itu untukku, bagiamana jika kau tertangkap? Hikari akan sedih.." serunya.

"Hei?!" suara Hikari tidak setuju.

"S - Semuanya..." panggil Ryuu. "... Bukankah kita harus segera pergi?" lanjutnya.

"Kau benar..." sahut Hikari. "... Aroki!!!" lanjut Hikari.

"Sudah aku lakukan..."

Seketika itu juga tercipta dinding besi hitam dibelakang Zakuro setinggi 10meter dan panjang 10meter juga.

"Sekarang giliranmu..." kata Aroki dengan santainya menatap Ryuu.

"Hehehe... Serahkan saja sisanya padaku..." seru Ryuu tersenyum lebar. "Wahai penguasa dunia, aku panggil dirimu kembali dari kehampaan..."

Ryuu meletakkan telapak kanan ke atas tanah, seketika itu juga tercipta lingkaran kuning yang mengelilingi mereka. Bersamaan dengan itu muncul sekeor naga setinggi 8meter dibawah kaki mereka.

Mereka semua pergi menjauh dari TKP agar tidak terlihat pertarungan lagi.

<Author POV>

Naga itu terbang di atas perbatasan Pulau Orea menuju Pulau Java, dimana Tower berada. Di sepanjang perjalanan mereka hanya diam dan memakan bahan - bahan yang dibeli oleh Ryuu dan Zakuro tadi.

Aneh bukan?

Daging panaslah yang menjadi menu makanan mereka.

Bagaimana mereka mendapatkan api dan peralatan untuk memasak semua makanan hangat itu?

Semua jawaban itu ada pada Kode Nama Aroki yaitu Particel Steel yang menggunakan partikel - partikel besi untuk menciptakan sebuah benda.

Zakuro mendekat ke kepala naga dimana Ryuu tengah fokus mengendalikan naga yang mereka tunggangi.

"M - Mizushima - kun..." panggil Zakuro gugup, Zakuro menyembunyikan sebungkus coklat di belakangnya.

"Ada apa, Fujiyama - san?" tanya Ryuu ramah.

"A - Ada yang ingin aku berikan padamu..." jawab Zakuro gugup.

"Hmm???"

Ryuu mengganti dari manual ke auto, naga yang mereka tunggangi terbang dengan sendirinya.

"Apa itu?" tanya Ryuu.

Zakuro ingin memberikan coklat buatannya tapi tangannya tidak bisa bergerak karena terlalu gugup. Dengan paksaan dari kekuatan Kode Nama, Zakuro berhasil memberikan coklat itu.

"S - Selamat Hari Kasih Sayang..." kata Zakuro malu, terlihat dikedua pipinya yang memiliki rona mereka.

Ryuu terkejut melihat hadiah tiba - tiba itu pasalnya....

"Zakuro..." panggil Ryuu membuat muka Zakuro sepenuhnya merah.

"Ryuu - kun... " balas Zakuro.

Di sudut pandang berbeda Aroki dan Mizu menyiapkan kamera mereka untuk memoto Ryuu dan Zakuro.

"Kenang - kenagan..." seru Mizu.

"Zakuro - san..." panggil Ryuu yang menatap manik Zakuro.

"Y - Ya?!" sahut Zakuro lalu background berubah menjadi merah muda serta bunga - bunga yang bertebaran dimana - mana.

"Zakuro - san.......
















..... Hari ini tanggal 13 lo!!"

"Eh?"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro