Bab I - II

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hallo Teman Teman!

Hari ini saya mau menulis tentang kisah hidup saya (ya kira2 semacam diary), ada beberapa alasan dari saya sampai akhirnya memutuskan untuk share ke teman2.

Pertama, hidup manusia nggak pernah ada yang mulus, tapi kita bisa belajar dari kesalahan kita sendiri. Dan bisa juga belajar dari kesalahan orang lain supaya tidak terulang kesalahan yang sama (saya berharap, semoga kesalahan/kemalangan yang pernah saya alami, nggak terjadi lagi ke orang lain)

Kedua, sebentar lagi saya mau memulai hidup baru, jadi apapun resikonya, lebih baik saya berhenti bersembunyi dan menjadi diri sendiri. Karena nggak mungkin  saya tulis ‘Para tamu dilarang memberitahu siapapun dan dilarang foto bareng mempelai’ di undangan saya.

Sebelum mulai, saya mau info, kalau semua yang akan saya tulis ini sudah jadi masa lalu, sudah lewat dan saya bisa belajar/mengambil segi positif dari semua kejadian. Yang paling penting, sekarang saya sudah hidup damai, tenang dan bahagia.
Karena apapun yang tidak membunuhmu, akan menjadikan kamu lebih kuat, dan lebih mensyukuri hidupmu.

*Spesial terima kasih saya untuk ‘Mas Lawyer’ yang sudah membantu untuk membaca, mengkoreksi, ikutan nyimpen tulisan ini sejak dua tahun yang lalu dan terus nyemangatin saya untuk berani ‘bicara’.  Maaf ya Mas, lama banget nyiapin mental buat akhirnya berani bicara.

I

Saya lahir di kota yang damai tentram bernama Yogyakarta, sebagai keturunan Jawa-Tionghua, masa kecil saya sih tergolong bahagia.
Saya ingat betul hampir semua masa kecil saya dengan detail, karena saya nampaknya punya memori yang lumayan kuat.

Tidak terlalu spesial sih, tapi saya bisa mengingat dengan jelas dan detail berbagai kejadian disuatu masa dalam hidup saya seperti baru terjadi kemarin, sejak saya umur 10 bulan.
Seperti ingat lingkungan sekitar rumah saya, ingat box bayi saya dan dinginnya teralis besi box-nya, saya bahkan ingat Oma tetangga didepan rumah suka ngasih permen yang dibungkus saputangan sutra (saya ingat jenis permen, warna dan motif sutranya), sampai ingat warna dan motif selendang mama yang dipakai buat gendong saya, dsb

Pekerjaan papa berpindah2, jadi waktu umur 1-2 tahun, kami sekeluarga pindah ke kota lain, saya juga masih ingat persis interior rumah dan detailnya.

Rumah kedua kami ini punya loteng, warna railingnya hijau muda, saya pernah iseng naik ke loteng, dan berakhir terkunci didalam kamar loteng, lalu teriak2 nangis minta tolong.

Di kota ini juga pertama kali saya masuk playgroup, mama pakein saya sepatu warna biru gambar Gavan (hahaha serius! Gambarnya Gavan dan sampai sekarang mama heran kok saya bisa ingat, mama saja hampir lupa)

Waktu saya umur 3,5 tahun, kami sekeluarga pindah lagi ke kota kecil tempat tinggal Opa Oma dan dan masuk TK disana

Sepanjang TK-SD, masa kecil saya indah, ingat betul kenangan bareng teman2 saya, mulai dari maen boneka sampai petak umpet juga ingat siapa2 teman dekat saya dulu
Saya pernah lompat kelas, jadi saya selalu lebih muda 2 tahun dari teman2 sebaya, tapi tidak pernah jadi masalah, saya bahagia.
Oke, kurang lebih begitulah ‘masa kecil saya’ … lalu masuk ke masa2 saya duduk di bangku SMP. Dan merasakan pahitnya hidup untuk pertama kalinya.

II

Saya masih 11 tahun waktu menginjak SMP, dimana ada sekelompok pelajar laki2 yang membuat saya menyadari soal ‘perbedaan etnis/ras’ , karena semasa TK dan SD kayaknya senang2 aja main dan berbaur sama semuanya

Umur 11 Tahun

Mereka tidak pernah memanggil saya dengan nama saya, semenjak pertama kali kita semua bertemu, mereka panggil saya ‘Cina’ ‘Ncik’ , lalu yang paling parah ‘Cino A*u’

Dan nggak hanya berhenti hanya disitu, mereka mulai berani lemparin kapur dan penghapus papan tulis kapurnya, meludahi, menepok pundak atau pantat dengan sepatu kotor dan macam2 bullying lainnya.
Saya pernah tanya ke mama kenapa saya tiba2 diperlakukan begini? Saya nggak pernah minta dilahirkan jadi Cina, mama cuma bilang sabar aja itu cuma kenakalan anak2 biasa.

Lama2 mereka mulai berani iseng membuka resleting rok belakang saya untuk kemudian diketawain ramai2.

Saya sempat mengkonfrontasi mereka dan bertanya ‘Kalian kok jahat sekali sama saya? Saya ga pernah berbuat apa2 padahal’

Jawaban mereka ‘Kamu Cina, pulang sana ke negaramu kalau ga mau diginiin! Kamu tau ini negaranya siapa?! Kamu tuh disini cuma numpang’

Saya bingung, negara saya itu dimana? Saya sejak lahir ya sudah disini, saya bahkan sama sekali tidak bisa bahasa mandarin, saya lebih fasih berbahasa Jawa yang juga menjadi bahasa sehari2 untuk berbicara dengan keluarga.

Kejadian berikutnya, kalau diingat sekarang sebetulnya saya juga heran, umur pelaku dimasa itu kan baru 12-13 tahun, tapi mereka kok bisa mengata2i saya seperti ini
‘Ncik, tak perkosa ya biar ga jadi Cina lagi’ (dan dimasa itu mama tidak mau menjelaskan, artinya diperkosa itu apa? Mama cuma selalu bilang ngalah aja ya nak)

Memang satu2nya solusi cuma mengalah dan berdoa, pindah sekolah bukan opsi, wong dianggap cuma sebatas kenakalan anak2.

Dan dijaman itu belum ada ponsel berkamera, katakanlah saya lapor guru, saya cuma satu orang, teman2 lain yang netralpun takut pada gerombolan ini, kalau mereka nggak mau mengaku malah balik memfitnah saya kalau saya cuma mengada2, tidak ada bukti video.

Lalu, seandainyapun guru lebih percaya pada laporan saya, hal semacam ini hanya dianggap kenakalan anak2, paling2 mereka diceramahin guru bimbingan konseling. Sehabis itu? kemungkinan besar mereka bisa lebih parah memperlakukan saya karena sakit hati dilaporkan, siapa yang bisa menjamin keselamatan saya?.

Disuatu hari, ketika pelajaran olahraga, biasanya kami mengganti seragam dengan kaos dan celana olahraga.

Saya pernah terkunci diloteng waktu kecil, jadi ketika saya masih SD-SMP, saya nggak pernah mengunci pintu kalau sedang ganti baju/ke toilet, karena takut terkunci didalam, dan selama itu juga nggak pernah ada masalah.

Kalaupun ada yang nggak sengaja membuka pintu, cukup bilang ‘Ada orang didalam’, biasanya yang membuka pintu akan minta maaf dan menutup kembali pintunya.
Saya dalam keadaan sedang ganti baju ketika pintu depan ruang gantinya dibuka paksa teman2 tukang bully itu.

Saya sudah berteriak ‘Ada orang didalam’ dan berusaha menutup kembali pintunya, tetapi apa daya, tenaga saya yang cuma anak perempuan kecil dimasa itu, kalah dengan mereka yang laki-laki dan nggak hanya satu orang.

Mereka menendang pintunya, bahkan pintu tersebut sempat mengenai muka saya.

Dalam keadaan cuma pake kaos singlet dan celana dalam, saya ditarik keluar, ditertawakan, disorakin dan dikata2i seperti  ‘Badan Cina putih ya!’ …

Untungnya waktu itu, sambil membawa apapun disekitar saya yang bisa saya bawa (rok SMP saya dan kaos olahraga, sementara kemeja putih dan celana olahraga masih ketinggalan didalam), saya bisa lari kekelas dan hari itu saya memutuskan pulang kerumah dengan alasan sakit.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro