bab III - IV

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

III

Yang mau saya tulis di paragraph ini, hal yang sangat kelam dan tentunya membawa memori sangat menyakitkan, tidak hanya untuk saya tapi untuk banyak orang juga.

1998 ...

Sejak saya pindah ke kota kecil ini, saya jauh lebih dekat dengan Oma saya, karena papa mama sering bepergian, Oma adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam hidup saya.

Saya sedang tidur bareng Oma ketika saya mendengar bunyi2an keras dan kaca pecah, juga teriakan rasis, ya tentunya saya shock banget
Tapi ada satu hal yang masih saya ingat sampai sekarang, pelukan hangat Oma dan Oma yang terus2an berdoa sambil menenangkan saya.

Untungnya didepan rumah saya dulu ada pohon mangga yang besar dan rimbun, menutupi hampir seluruh tampak depan rumah saya, ditambah gelap jadi rumah saya nggak terlalu kelihatan dari luar, mereka cuma menyulut api di pagarnya dan hanya lemparan batu mereka yang mengenai rumah saya.
Saya tergolong sangat beruntung, karena saya tau beberapa teman saya dikota lain, ada yang kehilangan rumah mereka yang terbakar habis, bahkan kehilangan orang yang dicintai.
Jadi, saya harus bersyukur dan mendoakan ketabahan untuk mereka semua yang mengalami lebih pahit dari saya.

IV

Dari sekian banyak psikiater yang pernah saya datangi, mereka terbagi menjadi dua kubu tentang teori mengapa saya berakhir menjadi ‘Aseksual’.

Kubu psikiater pertama berpendapat … rasisme, bullying dan pelecehan yang menjadi trigger Aseksualitas saya.

Sedangkan kubu psikiater kedua berpendapat, itu sebetulnya karena faktor genetik. Saudara perempuan nenek saya tidak pernah menikah, begitu juga dengan bibi saya. Jadi kemungkinan genetik tersebut menurun ke saya sejak awal.

Bagi saya sendiri? Beda pendapat itu hal biasa dan untuk saya nggak penting lagi penyebabnya apa karena saya ambil segi positifnya saja dari kasus ini.
Kasus 1998 sudah jadi sejarah.

Dan para pelaku bully dimasa SMP, mereka masih anak kecil dimasa itu, mereka tidak tau mana benar mana salah, itu wajar karena mereka masih sangat muda.

Saya percaya sekarang mereka sudah menjadi orang dewasa yang lebih baik, karena akhir2 ini salah satu dari mereka ada yang minta maaf dan saya maafkan dengan tulus karena semua orang pernah berbuat salah. Termasuk saya. Lebih baik memaafkan dan berpelukan daripada menyimpan dendam.

Malah saya berterima kasih, berkat kasus rasisme itu saya jadi ‘Buta Warna Kulit’. Artinya dalam berteman saya nggak pandang warna kulit seseorang.

Lha wong pernah ngerasain sakitnya diperlakukan rasis, masa saya harus melakukan hal yang sama ke orang lain? Kalau dicubit sakit ya jangan cubit orang lain.

Teman saya yang satu etnis, bisa dibilang cuma 5% ... 95% lainnya berbeda etnis/ras/agama bahkan berbeda negara.

Coba kalau saya rasis? Saya sendiri yang rugi! Nggak ketemu dan berteman dengan mereka semua yang membuat hidup saya lebih berwarna dan memberi saya kenangan2 berharga.

Ngomong2 … bullying yang didasari rasisme tidak hanya menimpa keturunan Tionghua seperti saya. Bisa terjadi pada semua etnis, karena saya juga pernah membaca tulisan seorang teman yang saya kagumi.

Wanita yang cantik dan multi talenta ini keturunan Arab, dimasa sekolah sering dikata2i ‘onta’, ‘teroris’ dan digambar sedang memegang rudal.

Bagi para bully mungkin ini hal yang lucu, tetapi hal semacam ini sama sekali tidak lucu, sangat menyakitkan kalau kita menerima bullying hanya karena kita ditakdirkan Tuhan untuk menjadi ras tertentu!

Jadi, STOP Rasisme dan STOP Bullying. Karena meskipun warna kulit kita berbeda, darah kita semua satu warna.

*kalau darahmu warna hijau mungkin kamu keturunan Predator.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro