22. Batasan Mikail

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kaki Mikail terselip di antara celah pintu sebelum Megan berhasil menutup pintu apartemen. Dengan kekuatan prianya, Megan jelas kalah untuk mendorong mundur pria itu.

Hanya butuh sedikit kekuatan yang dikerahkan oleh Mikail untuk membuka pintu dan menerobos masuk ke dalam apartemen. "Kuyakinkan padamu, Megan. Berteriak hanya akan membuat situasi kita berdua semakin sulit," peringat Mikail saat bibir Megan sudah bergerak akan berteriak meminta pertolongan.

Mulut Megan kembali terbungkam, tetapi ia tak kehilangan akal. Tangannya yang memegang ujung tas, bergerak menyelinap. Tetapi sebelum berhasil menyentuh ponselnya, dalam satu gerakan gesitnya. Tas tersebut sudah berada dalam kuasa Mikail.

"Apa yang kau lakukan, Mikail?" Megan menggunakan kedua tangannya menggapai tasnya yang dirampas oleh Mikail. "Berikan padaku!"

Mikail mendengus keras. "Agar kau bisa meminta pertolongan pada Nicholas?"

Megan berjinjit. Dengan tubuhnya yang tinggi tetap saja tinggi tubuh Mikail masih jauh lebih tinggi darinya.

Mikail melempar tasnya menjauh dan mendarat di sudut ruangan. Sebagian besar isinya berhamburan di lantai, membuat Megan membelalak. Pergelangan tangannya ditangkap sebelum wanita itu mendapatkan langkah pertamanya untuk menghampiri tasnya. "Kau pikir ancamanku hanyalah omong kosong, begitu?"

Megan merasakan tangannya yang digenggam begitu kuat dan yakin akan meninggalkan bekas memerah di sana. Bahkan Megan curiga Mikail sengaja melakukannya.

"Kau sudah melewati batasanmu, Megan."

"Kau tak berhak melakukan semua ini padaku, Mikail. Bagaimana pun aku adalah ibu kandung Kiano. Kau tak bisa merubah fakta itu! Kau tak bisa merebut hal itu dariku!" sembur Megan dengan emosi yang tak kalah pekatnya dengan yang dirasakan oleh Mikail.

"Apa?" Kedua mata Mikail membelalak tak percaya. "Bagaimana mungkin kau menjadi tidak tahu diri seperti ini, Megan?"

"Aku tak peduli. Kau bisa menghancurkanku jika kau ingin meluapkan dendammu. Memuaskan sakit hatimu padaku. Aku tak akan pernah peduli. Selama aku bisa menjadi bagian dari hidup Kiano. Selama aku bisa menjadi alasan kebahagiaan Kiano."

Mikail tertawa, terbahak dengan keras. "Aku tak tahu ternyata kau bisa menjadi senaif ini, Megan. Sekarang, aku akan menunjukkan padamu. Apakah kau layak menjadi bagian dari kebahagiaannya atau tidak? Bahkan kau tak layak kembali ke kehidupannya."

Megan tak bisa mencerna kalimat Mikail. Yang ia tahu, kalimat itu diselimuti ancaman yang kental. Dan Megan yakin itu tidak baik. Amat sangat tidak baik.

"Kau tak akan datang di ulang tahun Kiano, Megan. Jika kau berani menginjakkan kakimu di halaman rumahku. Satu langkah pun, aku tak tahu apa yang akan kulakukan pada managermu."

Kepuacatan yang besar menerjang wajah Megan. Seluruh tubuhnya membeku, menatap dalam-dalam ancaman yang serius di kedua mata gelap Mikail. "J-jelita?"

Seringai licik tertarik di salah satu ujung bibir Mikail.

"A-apa yang kau lakukan padanya, Mikail?" Kepanikan merebak ke seluruh permukaan wajah Megan. Kedua ujung matanya memanas. Pantas saja Jelita tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Jadi semua ini ada hubungannya dengan Mikail.

Mikail melepaskan genggamannya pada tangan Megan dalam satu sentakan yang kuat. Tubuh wanita itu meluruh, jatuh tersungkur di lantai. Air mata jatuh berderai memenuhi seluruh wajahnya.

"Aku tak peduli alasan apa yang akan kau katakan pada sepupuku, Megan. Jika kau muncul di acara ulang tahun anakku, aku tak bisa menjamin keselamatan managermu."

Megan tersedu, kedua telapak tangannya menangkup seluruh permukaan wajahnya. Mikail berdiri menjulang di depan Megan, menatap punggung Megan yang bergerak naik turun. Terlihat begitu rapuh dan lemah.

Mikail menarik napas pendek dan rendah. Menguatkan hati. Kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan Megan. Setelah menyempatkan diri membuang kantung hadiah Megan untuk Kiano ke tempat sampah. Sebagai pukulan telak bagi Megan.

Setelah setengah jam lebih. Isakan Megan akhirnya berhenti. Berikut deringan di ponselnya. Yang ia yakin adalah panggilan dari Nicholas. Suara bel bergema memenuhi seluruh ruangan. Seluruh tenaganya serasa dikuras habis. Dengan kakinya yang lemah, Megan berjalan ke arah pintu. Wajah Nicholas yang dipenuhi kekhawatiran memenuhi layar intercom. Yang membuat air mata Megan kembali jatuh karena tak bisa membuka pintu atau pun meminta pertolongan pada pria itu.

Menulikan telinganya, Megan mengambil ponselnya di lantai dan masuk ke dalam kamar lalu menguncinya. Meringkuk di tengah tempat tidur. Puluhan panggilan tak terjawab dan pesan singkat Nicholas muncul di layarnya. Megan tak berani membacanya, takut kata-kata Nicholas akan berhasil membujuknya ikut dengan pria itu ke ulang tahun Kiano. Yang membuat Jelita berada dalam bahaya.

Megan pun mengirim pesan singkat pada Nicholas. Bahwa dirinya tiba-tiba ada urusan mendadak dengan Jelita, kemudian mematikan ponselnya. Memeluk dirinya layaknya bola di tengah tempat tidur dan kembali menangis pilu untuk dirinya sendiri.

***

'Maaf, Nicholas. Aku tidak bisa datang denganmu. Tiba-tiba Jelita menghubungi dan urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan.'

"Omong kosong!" sumpah Nicholas setelah membaca pesan singkat dari Megan. Setelah semua yang Megan lakukan demi menjadi lebih dekat dengan Kiano, tidak mungkin Megan melewatkan acara ulang tahun Kiano demi sebuah urusan tidak penting. Jelas Kiano adalah satu-satunya hal terpenting bagi Megan. Bahkan jika dibandingkan dengan karir wanita itu. Apapun yang terjadi dengan Megan saat ini, Nicholas yakin ada hubungannya dengan Mikail, dan jelas Mikail sudah satu langkah di depannya.

Nicholas menggedor-gedor pintu apartemen Megan. Berteriak memanggil-manggil nama Megan hingga menimbulkan keributan. Membuat keamanan gedung turun tangan dan menyeret Nicholas keluar. Yang lagi-lagi adalah perbuatan Mikail karena wajah dan nama belakangnya sama sekali tak berguna di tempat ini.

"Aku akan membuat kalian menyesal," sumpahnya pada keempat pria berseragam yang baru saja melemparnya ke teras gedung. Ia adalah seorang pria yang kuat, tetapi melawan empat orang pria dengan kekuatan yang sama jelas bukanlah pertarungan yang adil.

Meski kemarahan berhasil menguasai pikirannya, Nicholas tetap mempertahankan kewarasannya. Ia tak akan menang melawan keempat orang dengan kemampuan bela diri yang mumpuni tersebut.

Dengan geram, Nicholas pun bergegas masuk ke dalam mobilnya. Menggunakan kecepatan yang tinggi untuk mendatangi Mikail di kediamannya. Sembari mengurai setiap kejadian yang baru saja terjadi dan menyadari bahwa Mikail jelas sudah menguasai seluruh hidup Megan.

Mulai dari kedatangan Megan di negara ini, Kiano, bahkan apartemen tempat Megan tinggal saat ini. Semua pasti ada campur tangan sepupu berengseknya itu. termasuk kerjasama Megan dengan pria itu, juga dirinya.

Nicholas mengumpat dengan keras, menekan pedal gas lebih dalam. Bagaimana mungkin ia baru menyadarinya sekarang? Setiap langkah yang dilakukan oleh Mikail, pria itu pasti tak akan membiarkan Megan jatuh ke pelukannya dengan mudah. Sungguh pria yang serakah.

***

Di sisi lain, Mikail sedang berada di ruang kerjanya dengan kepala pengawalnya yang berdiri di depan meja. Menatap puas laporan di hadapannya dengan suasana hati yang baik. Amat sangat baik.

"Fotografer?"

Kepala pengawal itu mengangguk.

"Tamu undangan?"

"Semua sudah datang," jawab pria berseragam hitam dengan ekspresi datar tersebut. "Kecuali tuan Nicholas," perjelas Jims lebih detail.

Mikail mengangguk. "Dia akan datang terlambat, pastikan beberapa orang mengurusnya. Aku akan bicara dengannya setelah acara utama selesai."

"Baik, Tuan." Jims mengangguk patuh.

Mikail menutup berkas yang menampilkan beberapa foto Jelita sembari bangkit berdiri. Mengangkat pergelangan tangannya. "Lima menit lagi acaranya akan dimulai," gumamnya pelan. Dengan senyum semringah memenuhi wajahnya, pria itu berjalan memutari meja. Bersiap dengan pesta bahagia putranya. Megan tidak menjadi bagian dari kebahagiaan mereka hari ini. Dan ia akan melemparkan fakta itu ke hadapan Megan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro