41. Buat Dirimu Nyaman

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Megan langsung memeluk Kiano begitu melihat sang putra yang menghambur ke arahnya saat pintu kamar ia dorong terbuka. Kedua kalinya berlutut, menyejajarkan posisi tubuhnya agar lengan mungil dan pendek Kiano bisa memeluk lehernya.

"Apakah mama membuat Kiano menunggu lama?" tanya Megan sambil mendapatkan jarak di antara wajah mereka hingga saling berhadap-hadapan.

Kiano menggeleng dengan senyum manis yang tak pernah membosankan untuk Megan lihat. Menularkan kebahagiaan di dalam hatinya. Apa pun itu yang akan ia dapatkan dalam pernikahan di masa depan bersama Mikail, semua itu akan sepada dengan apa yang didapatkannya bersama Kiano.

Tak ada harapan sekecil apa pun di dalam hubungannya dengan Mikail. Dan Megan sendiri tak ingin berharap, apalagi kembali jatuh dalam kenaifannya untuk kedua kalinya.

Mikail yang menyusul langkah Megan berhenti di ambang pintu. Interaksi ibu dan anak itu lagi-lagi membuat hatinya ditendang oleh sebuah perasaan yang begitu familiar. Yang tak pernah terbayangkan di benaknya akan ada pemandangan seindah ini di masa depannya dan Kiano. Sekaligus begitu sulit untuk Mikail percaya, sekalipun semua terpampang jelas di kedua mata kepalanya sendiri.

"Apakah Kiano merasa begitu bosan?" tanya Megan menangkupkan salah satu telapak tangan di pipi Kiano.

"Sekarang tidak lagi. Kiano senang mama bergegas kembali. Kiano pikir mama akan meninggalkan rumah lagi."

Kalimat polos tersebut tersebut berhasil mencubit dada Megan dengan keras. Membekukan seluruh tubuh wanita itu. Untuk beberapa detik yang terasa selamanya, Megan benar-benar kewalahan mendapatkan satu jawaban dari pertanyaan Kiano.

Hingga kemudian keterpakuan tersebut dipecahkan oleh suara langkah Mikail yang berjalan menghampiri mereka berdua. "Papa sudah pernah mengatakan padamu, Kiano. Sejak kemarin, kita bertiga akan selalu bersama-sama," jawabnya ketika sudah berhenti di antara istri dan putranya. Ikut berjongkok dan membawa tubuh mungil Kiano ke dalam pelukannya.

Kebahagiaan yang terpancar dari kedua mata polos Kiano terlihat begitu penuh dan kental. Dan bocah kecil tersebut terlihat begitu girang dengan lengan yang masih mengalung di leher Megan. Membawa pundak Megan membentur sisi tubuh Mikail.

Dengan sudut matanya, Megan melirik sisi wajah Mikail dan dalam hati mengucapkan terima kasih akan jawaban Mikail. Yang ia sendiri tak yakin akan mampu ia sanggupi. Setidaknya bukan dirinya yang akan berbohong jika suatu saat nanti ia kembali bersikap pengecut.

Mikail yang menangkap kegoyahan di raut wajah Megan segera mengangkat lengannya dan memeluk pundak wanita itu berada dalam pelukannya. Mengikat Megan dengan rangkulannya demi melenyapkan keraguan yang berusaha menggoyahkan perasaan wanita itu.

Ia tak akan membiarkan Megan kembali bersikap pengecut dan meninggalkan dirinya dan Kiano untuk kedua kalinya. Kali ini, Mikail bersumpah pernikahan kedua mereka akan terus bertahan untuk seumur hidup mereka. Tak ada pilihan bagi Megan selain bertahan dan memendam dalam-dalam pikiran wanita itu yang ingin melarikan diri darinya.

"Kita bertiga akan terus bersama. Benar, kan sayang?" Mikail sedikit menelengkan wajahnya ke arah Megan, yang tersentak hingga memucat akan pertanyaan Mikail yang tak lebih mudah dari pertanyaan Kiano.

Tatapan Megan bersirobok dengan Mikail, ketajamannya terasa begitu mendesak dan ada ancaman yang terselip di sana. Maka tak ada pilihan baginya selain memberikan sebuah anggukan untuk Kiano.

Kiano melonjak dengan girang, membuat wajah Megan dan Mikail lebih dekat lagi. Dan kemudian, Kiano mencium pipi Megan dan Mikail secara bergantian. Selama beberapa kali.

Lagi-lagi kebahagiaan Kiano mampu mengobati derita yang mendera dada Megan. Ya, Megan tak akan berpikir dua kali untuk melakukan apa pun demi satu senyuman putranya.

Lengan Mikail di pinggangnya semakin mengetat. Mendesak tubuhnya jatuh lebih dalam di pelukannya. Dan Megan bisa menangkap seringai tersamar di salah satu ujung bibirnya, begitupun kilat licik di kedua mata pria itu. Yang kembali menggetarkan dada Megan

Dan tak sampai di situ Mikail seolah sengaja membuat perasaan Megan menggila. Ketika hari menjelang malam dan Megan telah selesai membantu Kiano membersihkan diri, bersiap untuk merayakan kedatangannya di rumah ini dengan membuat acara makan malam istimewa kecil-kecilan. Megan kembali ke kamar Mikail untuk berganti menyiapkan diri.

Ia baru saja melangkah masuk dan mendorong pintu kamar Mikail tertutup ketika tiba-tiba pria itu melangkah keluar dari pintu kamar mandi. Dan satu-satunya benda yang menutupi ketelanjangan pria itu hanyalah handuk yang disampirkan di pinggang pria itu.

Untuk beberapa detik pandangan Megan terpaku. Melihat rambut basah Mikail yang masih meneteskan air ke pundak, menciptakan tetesan-tetesan air di dada bidang pria itu. Pandangan Megan lebih turun, menelan liurnya melihat petak-petak di perut pria itu. Yang dulu selalu menjadi tempat favoritnya memainkan jari-jarinya, setiap kali keduanya menikmati momen kebersamaan tersebut setelah berkeringat bersama.

Wajah Megan memerah, setiap sentuhan Mikail yang ada dalam ingatannya tak pernah tak berhasil membuat tubuhnya meremang. Membuatnya begitu sensitif.

Akan tetapi, Megan tersadar di detik berikutnya. Membangunkan dirinya dari pesona yang membuatnya tersesat. Ia tak akan membiarkan Mikail menjeratnya.

"Apa yang kau kenakan, Mikail?" sergah Megan dengan jengkel sambil memutar tubuhnya menjauhkan kedua matanya dari pemandangan menggiurkan di hadapannya saat ini.

Langkah Mikail terhenti, kepalanya tertunduk mengamati penampilan tubuhnya. "Kenapa denganku?"

"Kau yang memintaku tinggal di kamar ini, tidak bisakah kau berpakaian dengan sedikit lebih sopan?"

Mikail terkekeh. "Kenapa aku harus berpakaian sopan di ruang pribadiku sendiri? Terutama di kamarku sendiri?"

"Karena ada aku." Suara Megan sedikit menguat, masih dengan posisi yang memunggungi Mikail.

Sekali lagi Mikail terkekeh akan jawaban Megan yang terdengar begitu angkuh. Beraninya wanita itu memerintahnya dengan nada yang begitu sombong tersebut.

Langkah Mikail yang hendak mengarah ke ruang ganti mendadak berputar ke arah pintu. Tempat Megan berdiri tegang menghadap pintu.

Megan menelan ludahnya ketika mendengar langkah kaki Mikail yang semakin mendekat. Tubuhnya benar-benar kaku, dan napas nya tertahan dengan keras ketika langkah kaki Mikail yang bergerak lebih dekat dan dekat lagi. Hingga benar-benar berhenti di belakangnya dan Megan bisa merasakan seluruh tubuh bagian depan pria itu yang telanjang nyaris menempel di sepanjang punggungnya.

Kemudian ia merasakan wajah Mikail yang bergerak turun, bersamaan salah satu lengan pria itu yang melewati pinggangnya, memutar kunci yang masih menggantung di lubangnya.

Kedua mata Megan terpejam, napasnya benar-benar tertahan saat bibir Mikail berhenti di telinganya dan berbisik. "Hanya karena kau tinggal di kamar ini dan aku harus merepotkan diri menjaga penampilan sopanku demi dirimu?"

Mata Megan terbuka ketika Mikail memungkasinya dengan jilatan di ujung daun telinga. Yang membuatnya nyaris menjerit karena terkejut. Beruntung Megan mampu menahan mulutnya untuk tetap terbungkam.

Mikail terkekeh. "Rupanya tubuhmu masih begitu sensitif terhadap sentuhanku."

Megan benar-benar tak mampu menyangkal fakta tersebut, sekaligus tak akan mengakuinya.

"Aku tak yakin apakah ini akan menjadi hal baik untukku dan hal buruk untukmu? Ataukah malah sebaliknya," lanjut Mikail.

Megan masih bergeming, tak berhenti merutuki dirinya yang masuk ke kamar di saat yang tak tepat. Kemudian kedua pundaknya dipegang oleh Mikail dan diputar sehingga mereka saling berhadap-hadapan.

"Apa pun itu, buat dirimu sendiri nyaman, Megan. Aku tak suka direpotkan oleh keluh kesahmu," pungkas Mikail. Kemudian melangkah menuju pintu ruang ganti dan berdiri tepat di lemari pakaian yang tepat berada lurus dari posisi Megan berdiri. Dan tanpa diduga oleh wanita itu, Mikail menurunkan handuk yang tersampir di pinggang. Menampakkan seluruh ketelanjangan pria itu di hadapan Megan.

Kegilaan apalagi ini, erang Megan dalam hati.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro