46. Setengah Fakta Rahasia Marcel

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apa yang kau lakukan, Mikail?" Megan tak bisa menahan getaran dalam suaranya. Kali ini Mikail tak hanya menyentuh dagunya dengan ujung jemari. Melainkan menggenggam rahangnya, memaksa seluruh perhatiannya tertuju hanya kepada pria itu.

Seringai Mikail naik lebih tinggi saat mendesiskan jawabannya, "Kau tahu benar apa yang kuinginkan darimu."

Megan menelan ludahnya. Seluruh tubuhnya menegang oleh rasa takut yang nulai merebak memenuhi dadanya. "Aku tidak bisa, Mikail. Kau tahu aku tidak siap memenuhi keinginanmu yang satu itu."

"Kau memiliki terlalu banyak memiliki syarat, Megan. Apa kau tidak menyadari posisimu?"

"Kau mengatakan tak akan menyentuh wanita yang tidak menginginkanmu." Suara Megan bergetar semakin hebat. Sorot tajam di kedua mata Mikail sama sekali tak menunjukkan bahwa pria itu mendengarkan kata-katanya.

"Mungkin akan menjadi pengecualian untukmu."

"Tidak, Mikail. A-aku tidak bisa…" Megan menggeleng dengan sekuat tenaganya dan mendorong dada Mikail untuk menjauh darinya. Genggaman tangan terlepas, hanya untuk merasakan pinggangnya di cengkeraman dengan keras, tubuhnya di dorong ke belakang dan di banting di tempat tidur bersama tubuh pria itu.

Megan tak sempat mencerna apa yang terjadi, kedua tangannya yang meronta ditangkap dan dipaku di atas kepala. Tubuhnya di tindih sehingga tak mampu untuk menggeliat dan bibirnya seketika dilumat dengan lumatan yang kuat dan keras.

Kedua mata Megan membulat sempurna, terkejut dengan keras dan kepalanya menggeleng-geleng dengan keras. Air mata merebak memenuhi permukaan wajahnya hanya dalam hitungan detik.

Mikail benar-benar tak memberi Megan ampun. Kemarahannya yang bertumpuk dan menggunung selama semalaman terasa begitu meluap-luap dan meluapkannya ke pada sang istri yang tengah mencoba-coba batas kesabarannya.

"J- jangan, Mikail. Kumohon," rintih Megan ketika Mikail melepaskan pertautan bibir mereka dan ciumannya merambat ke rahang. Turun ke leher bersamaan suara sobekan yang ketas memenuhi seluruh ruangan. Pakaian bagian depannya robek dengan menggemaskan. Menyisakan pakaian dalamnya yang seketika dikesampingkan dengan mudah saat ciuman Megan merambat ke bagian atas dada.

Megan menjerit dalam rintihan tak berdaya. Bayangan gelap ketika pakaiannya dirobek dengan keras hingga kancing-kancingnya berjatuhan dengan suara yang memilukan di lantai. Punggungnya dibanting di atas meja dengan keras dan Megan hanya bisa merasakan rasa sakit dan tulang punggungnya yang remuk. Mulutnya tak sempat membuka untuk meminta pertolongan sebelum kemudian dibungkam oleh ciuman paksa yang kerasn dan kuat. Juga sengaja menyakiti. Melumatnya dengan cara yang kurang ajar dan membuat Megan benar-benar kehabisan udara. Tepat ketika napas Megan sudah berada di ujung, ciuman itu terlepas hanya untuk merambat turun ke rahang dan lehernya.

Bergerak lebih turun dan turun lagi hingga dada. Tangisan pilunya sama sekali tak diindahkan. Rintih kesakitannya hanyalah angin yang berlalu.

"Kumohon jangan, Marcel." Megan benar-benar memohon, dengan derai air mata yang membanjiri seluruh permukaan wajah hingga jatuh dan membasahi bantal.

"Kumohon hentikan, Marcel." Kalimat rintihan tersebut menghentikan gerakan Mikail. Seluruh tubuh pria itu menegang dan telinganya mempertajam pendengarannya. Sekali lagi mendengarkan satu nama yang membuatnya wajahnya mengeras dengan gurat amarah yang menggaris memenuhi seluruh permukaan wajah pria itu.

"Kau bilang apa, Megan?" desis Mikail dengan bibir hang menajam dengan keras. Mendengarkan nama pria lain disebutkan di atas ranjangnya. Cengkeraman di tangan Megan mengeras, nyaris meremukkan tulang di pergelangan tangannya.

Kepala Megan bergerak ke samping dan ke kanan, dengan gerakan yang cepat dan suara menjerit yang histeris sekali lagi membuat tubuh Mikail menegang. "Aku mohon padamu, Marcel. Jangan lakukan ini."

Mikail menggeram dengan kemarahan yang bergemuruh. Tubuhnya bergerak naik dan menemukan wajah Megan. Salah satu tangannya yang lain menangkap rahang Megan. Menghentikan gerakan tak karuan wanita itu. Air mata membanjiri wajah wanita itu yang kedua matanya terpejam. Dan Mikail benar-benar akan meremukkan wajah wanita itu, ketika seluruh tubuh Mikail menegang. Oleh tangisan histeris dan jeritan pilu yang tertahan di mulut.

Mikail tersadar, kedua matanya mengedip dan menyadari bahwa Megan tampak menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat. Seolah menyimpan ketakutan yang teramat dalam. Dan wajahnya serasa ditampat dengan keras menyadari bahwa wanita itu tengah berada di dimensi waktu yang lain. Tenggelam oleh masa lalu yang begitu menjejak dan menyisakan trauma yang begitu dalam di ingatan.

Cengkeraman tangan Mikail di kedua tangan dan rahang Megan melonggar. Tubuhnya bergerak naik untuk mencermati reaksi Megan. Pun dengan kebebasan yang seketika diberikannya, nyatanya Megan masih tenggelam dalam ingatan buruk wanita itu. Masih menangis histeris dan kepalanya bergerak ke samping kanan dan kiri dengan gerakan yang tak beraturan.

Sebuah balok besar serasa dihantamkan dengan keras di punggungnya dan benaknya melemparkan tanya yang begitu mengena. 'Apa yang sudah kau lakukan pada wanita ini, Mikail?'

Dadanya serasa diremas, merasakan sakit yang teramat melihat kondisi Megan yang begitu memilukan. Meremas dada hingga seluruh tubuhnya mengering.

"M-megan?" Suara memanggilnya sama sekali tak menghentikan apa pun rasa sakit yang tengah menenggelamkan Megan. Mikail pun menyentuh pundak Megan dan menggoyangnya dengan pelan sekaligus kuat. "Megan?! Megan!!"

Panggilan terakhir Mikail yang lebih kuat berhasil menyadarkan Megan. Kedua mata wanita itu terbuka dengan air mata yang meluap tak weekend di kedua kelopak mata wanita itu.

Megan menatap wajah Mikail yang melayang di atasnya di balik genangan air matanya. Kedua tangannya sudah terbebas dan Mikail berhenti mencumbunya. Tetapi sekarang pria itu menatapnya dengan begitu intens. Dengan sejuta tanya di kedua mata yang membuat Megan semakin direndam sesak.

Megan tak sanggup menghadapi hal itu, mendorong dada Mikail dengan sekuat tenaga dan terbangun dengan keras. Melompat turun dari tempat tidur dengan pakaiannya yang sudah terkoyak memilukan menggantung di sikunya.

Megan berhasil berdiri, tetapi sebelum mendapatkan langkah pertamanya. Pergelangan tangannya berhasil ditangkap. "Kumohon, Mikail," mohonnya dalam isakan tak berdayanya. Tanpa membalikkan wajahnya ke belakang.

"Apa yang dilakukan Marcel padamu?" Pertanyaan tersebut seperti petir yang menyambar Megan. Mikail pun bisa merasakan ketegangan yang seketika menyergap napas Megan.

Kemurkaan yang besar memenuhi dada Mikail, ketika membayangkan apa yang sudah pernah saudara kembarnya lakukan pada Megan hingga menyisakan trauma yang begitu mendalam bagi wanita itu.

Kedua mata Megan membulat sempurna dan tubuhnya bergetar hebat ketika sekali lagi memohon pertolongan. "Lepaskan aku, Mikail."

Mikail masih membeku dengan rasa penasaran yang serasa mencekik lehernya akan keberengsekan yang tengah dilakukan oleh Marcel pada Megan. Hanya memikirkannya saja sudah benar-benar terasa merenggut napasnya hingga seakan membunuhnya dengan perlahan dan menyakitkan.

"Kumohon," mohon Megan sekali lagi. Yang kali ini berhasil meluruhkan iba Mikail dan melepaskan tangan sang istri.

Megan berlari dan membanting pintu kamar mandi dengan keras. Suara klik pelan menyusul kemudian. Menandakan bahwa wanita itu tengah mengunci pintu kamar mandi dari dalam.

Mikail masih terduduk dan menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Tercenung cukup lama sebelum ia menyadari melepaskan dan membiarkan Megan lepas dari genggamannya adalah keputusan yang salah. Mengingat percobaan bunuh diri yang pernah dilakukan oleh wanita itu di apartemen.

Mikail pun melompat dari tempat tidur dan berlari sekencang yang di bisanya menuju pintu kamar mandi. Kemudian menggedor dengan kepalan tangannya yang kuat.

"Megan!! Megan!!!" panggil Mikail dengan penyesalan. Dengan rasa bersalah dan sesal yang serasa mencekik tenggorokan dan menghantam dadanya. Apa pun yang terjadi pada Megan, ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. "Megan!!!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro