47. Mengais Rahasia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selamat sore....

Author ada kabar bahagia nih, buat yang nunggui ebooknya Megan dan Mikail. Sekarang ebooknya sudah tersedia di Playstore ya. Tamat sampai bab 100 plus extra partnya ada 4 part. Dan seperti inilah penampakannya.


Buka playstore, di bagian buku dan ketik sana nama author, luisana zaffya, nanti ada di urutan terakhir dari novel-novel author yang lain.

Ada 975 halaman dan 57 halaman untuk extranya, apa ga puas puas itu bacanya. Kuy, buruan dicheck out. Untuk yang setia menunggu di wattpad, jangan khawatir. Akan author up sampai tamat kok. Dalam seminggu diup 2×. Minus extranya, ya. Karna extranya udah murah banget itu dan disendirikan.

Jangan lupa juga untuk bantu author dengan rate bintang, ya. Terima kasih untuk dukungan dan semangat kalian.

Dan ....

Selamat membaca. Hari ini author up double deh. Biar kalian seneng. Tapi jangan lupa komentarnya, ya.

***

"Bukan pintunya, Megan!!!" Kali ini Mikail menggedor pintu kamar mandi dengan seluruh tenaganya. Hampir merobohkannya jika Megan membukanya sedetik lebih lama. Tubuh Mikail mematung, menatap wajah Megan yang merah dipenuhi air mata.

"Aku sudah mengatakan ingin sendirian, Mikail." Suara Megan terdengar begitu lirih. Nyari tak terdengar jika jarak di antara mereka lebih lebar lagi.

Mikail terdiam selama beberapa saat. Mengamati raut wajah Megan dengan lebih dalam dan wanita itu sungguh-sungguh menginginkan waktu untuk dirinya sendiri. "Lakukan apa pun yang kau inginkan, Megan," putusnya kemudian. "Hanya pastikan saja pintunya tidak dikunci. Aku tak akan mengganggumu."

Megan berkerut kening. Terkejut dan tak menyangka dengan keputusan Mikail. Meski kelegaan itu hanya untuk sepersekian detik, karena berikutnya. Mikail berkata dengan nada penegasan yang tak bisa dibantah.

"Setelah kau selesai dengan waktumu, kita akan bicara."

Megan terdongak, protes sudah siap di ujung lidahnya, tetapi segera dibungkam oleh Mikail. "Tidak ada tapi-tapian. Siapkan saja dirimu untuk apa pun yang akan kutanyakan. Apa pun."

Ketidaksiapan yang teramat besar tercipta di permukaan wajah Megan. Hampir membuatnya kembali menangis. Memendam masa lalu jelas lebih mudah ketimbang mengobrak abriknya. Dan ia belum siap. Tak akan pernah siap.

Mikail menarik pintunya tertutup, memberikan tempat dan waktu untuk Megan. Akan tetapi, Megan masih berdiri membeku di balik pintu. Dengan remasan di dadanya yang semakin ditekan.

Kedua kakinya melemah. Dengan seluruh tubuh yang bergetar hebat, Megan menjatuhkan dirinya di lantai.

'Sekarang, kau sama menjijikkannya dengan diriku. Kupastikan Mikail atau pria mana pun tak akan sudi menyentuh tubuhmu yang kotor.'

Megan meringkuk di lantai, memeluk tubuhnya yang telanjang dengan kedua lengannya yang lebam-lebam di sepanjang lengannya. Rambutnya kusut, menempel di beberapa sisi wajahnya yang basah.

Seringai gelap pria itu tersungging semakin tinggi. Sembari memungut pakaian yang berhamburan di lantai. Mengambil milik Megan juga, sebelum kemudian dilemparkan ke hadapan wanita itu. Yang masih sesenggukan.

Marcel mengambil pakaiannya, mengenakannya dengan tatapannya yang masih melekat kuat pada tubuh Megan yang meringkuk seperti bola. Keberengsekan dan kelicikan tersirat jelas di wajahnya yang bengis.

Perut Megan mendadak bergejolak, membuatnya terpaksa bangkit dan mencapai lubang toilet. Memuntahkan seluruh isi perutnya ke dalam lubang toilet tepat pada waktunya. Seluruh wajahnya dipenuhi peluh sebesar biji jagung. Bayangan ketika Marcel menyentuh tubuhnya benar-benar mengaduk-aduk isi perutnya. Dan semakin Megan mengingat, napasnya semakin direnggut.

Hingga kemudian, dadanya benar-benar terasa sesak. Seluruh udara raib dari paru-parunya dan kegelapan melenyapkan kesadarannya. Tubuh Megan jatuh ke lantai dengan suara yang cukup keras.

***

Mikail baru saja mendudukkan pantatnya di sofa ketika ia mendengar suara derap langkah dari arah kamar mandi. Suara muntahan yang keras, menyusul suara berdebum seolah benda berat jatuh ke lantai. Membuatnya kembali melompat berdiri dan setengah berlari ke kamar mandi.

Begitu Mikail membuka pintu kamar mandi, ia dikejutkan oleh tubuh Megan yang berbaring di lantai kamar mandi. Kedua matanya terpejam dan tubuhnya tak bergerak.

"Megan?!" Mikail berjongkok dan menggoyang pelan pundak Megan. Menepuk-nepuk pipi Megan dengan lembut, tetapi kedua mata wanita itu masih tetap terpejam.

Mikail pun mengangkat tubuh Megan dan membawanya ke tempat tidur. Menyuruh pelayan untuk memanggil dokter dan membawakan sesuatu untuk memancing kesadaran Megan.

Wajah Megan terlihat begitu pucat dengan keringat yang membasahi tak hanya seluruh permukaan wajah, tetapi juga seluruh badannya. Pakaian dalam wanita itu terlihat jelas karena pakaian yang sudah ia koyak dengan tangannya sendiri. Mikail melepaskan pengaitnya, demj melonggarkan jalan napas Megan. Pergi ke ruang ganti untuk menyambar kaos polosnya yang longgar di tubuh Megan demi menutupi ketelanjangan wanita itu. Sambil berusaha membangunkan kesadaran Megan, Mikail mencoba memijit-mijit ujung jemari wanita itu. Tetapi semua itu tak juga membuat Megan terbangun.

Hingga pada akhirnya Megan tersadar oleh aroma minyak kayu putih yang ditempelkan di ujung hidung wanita itu. Kelopak mata Megan bergera-getak dengan perlahan. Hingga sepenuhnya tersadar kembali dan terkejut menemukan Mikail ada di sampingnya. Dengan raut wajah yang diselimuti kekhawatiran yang begitu kental.

"Apa yang terjadi hingga kau pingsan di kamar mandi, Megan?" sergah Mikail dengan nada tak sabaran yang bercampur kelegaan.

Megan tak menjawab. Tenggorokannya terasa kering dan rasa pahit berkumpul di pangkal lidahnya. Membiarkan Mikail mendudukkannya dengan bersandar di kepala ranjang.

Mikail mengambil segelas air putih di nakas dan mendekatkannya pada bibir Megan. Dan wanita itu mengambil beberapa tegukan yang besar. Cukup untuk membasahi tenggorokannya.

Keduanya terdiam selama beberapa saat. Megan tak memiliki sepatah kata pun untuk diucapkan sedangkan Mikail menunggu suasana hati dan pikirkan wanita itu kembali tenang.

Dan keheningan tersebut dipecahkan oleh ketukan di pintu. Mikail menyuruh siapa pun di luar sana untuk masuk. Yang ternyata adalah pelayannya yang membawa dokter keluarga untuk memeriksa Megan.

"Aku baik-baik saja, Mikail." Megan terkejut dengan kemunculan dokter yang sudah menjadi dokter keluarga Mikail sejak mereka belum menikah. Dokter Juan. Pria setengah baya yang memiliki tubuh jangkung dan rambut ikal yang disisir rapi dan wajah dengan senyum ramah yang seolah mengabadi di kedua ujung bibirnya. Tipe pria baik hati dan ramah. Penuh kelembutan dan sangat sabar. Amat sangat sabar mengingat bisa bertahan hingga puluhan tahun sebagai dokter pribadi seorang Mikail Matteo.

Mikail tampak tak setuju dengan kata-kata Megan. Mengabaikan wanita itu dan bangkit berdiri mempersilakan dokter Juan untuk memeriksa sang istri.

Dokter Juan sempat berkerut kening ketika Mikail menyebutkan kata istri pada Megan. Mengundang tanya tetapi semua itu sama sekali bukan urusannya.

"Nyonya Matteo. Permisi," ucap dokter Juan dengan sopan ketika mencoba menempelkan stetoskop di tengah dada Megan. Mendengar sejenak, kemudian memeriksa tekanan darah dan menanyakan beberapa pertanyaan inti tentang apa yang dirasakan dan bagaimana bisa pingsan.

Megan menjawab dengan sekenanya saja.

"Apakah Anda sedang melakukan rawat jalan dengan dokter lain?" tanya dokter Juan ketika mengamati raut wajah Megan.

Megan mengangguk singkat. Sedangkan Mikail tampak terkejut dengan pengakuan tersebut. Yang tak pernah diketahuinya. "Anda tak perlu meresepkan obat. Saya akan menghubungi dokter saya untuk menangani hal ini."

Dokter Juan yang hendak menuliskan resep pun berhenti dan mengangguk dengan senyum ramahnya akan penolakan Megan.

"Ya, baiklah. Selama Anda baik-baik saja."

"Saya baik-baik saja. Hanya butuh sedikit beristirahat seperti biasa."

Dokter Juan pun mengangguk, menatap Mikail yang hanya memberinya isyarat anggukan kecil. Mulai mengemasi barang-barangnya dan berpamit pergi.

"Jadi ini bukan pertama kalinya?" Mikail tak menunda rasa penasarannya tepat setelah pintu kamar tertutup di belakangnya. Pandangannya mengunci kedua mata Megan sepanjang perjalanan pria itu menyeberangi ruangan kembali ke sisi tempat tidur.

Megan merasakan kadar kepucatan di wajahnya meningkat. Hanya satu pertanyaan Mikail yang terasa seperti melucuti dirinya.

"Dan kau bahkan sedang menjalani perawatan lainnya? Berapa banyak hal yang perlu kuketahui darimu, Megan?"

Megan menelan ludahnya. Sekali lagi menatap lebih dalam kedua mata Mikail dengan penuh kemantapan. "Tidak ada satu pun, Mikail."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro