Stupid Orca

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yang mau menghayati, bole diputer dulu lagunya diatas👌

Peringatan: ati-ati gengs, isinya om-om barbar jadi banyak yang kasar:0

***

Menjadi seorang pimpinan yakuza, berarti membuka lowongan besar bagi orang-orang yang ingin mendaftar jadi musuh. Aku lebih dari sekadar tahu akan hal itu.

Gangster, pembunuh bayaran, mata-mata, penipu, perampok sampai pengkhianat. Berhadapan dengan orang-orang semacam itu sudah menjadi rutinitas. Titel "Mr. Hardcore" bukan isapan jempol semata. Kelompok yakuza dari cabang lain pun berpikir ribuan kali sebelum nekat melawanku.

Apa dengan menjadi kuat membuatku bebas dari musuh? Jawabannya, tidak. Disegani bukan berarti disukai. Daftar orang yang membenci dan mendengki tak terkira jumlahnya. Berbaring nyenyak pada malam hari yang tenang sama dengan bunuh diri. Waspada setiap saat merupakan keharusan yang tertanam dalam pribadi.

Mungkin karena itulah, mengatasi begundal yang cari gara-gara denganku semudah membalik telapak tangan. Cari masalah denganku artinya siap mati. Terbiasa dengan kerasnya dunia bawah yang kejam nan gelap, rupanya berpengaruh pada caraku berinteraksi dengan romansa.

Hingar bingar dan gemerlap Yokohama malam ini berbanding terbalik dengam suasana hatiku saat ini.

Kepul bakaran tembakau menguar, berbaur dengan udara malam dingin musim panas. Entah sudah batang keberapa yang kuisap, aku tak yakin. Rasa sepat memang kerap kali terkecap di mulut para pecandu nikotin. Namun, rasa-rasanya bukan itu alasan aku mengisap lebih banyak dari biasanya kali ini.

Denyut ngilu di pipi  datang lagi tanpa permisi. Selagi meringis, tangan bergerak mengusap pusat rasa sakit yang memerah. Tepat pada saat itu, terdengar suara ketuk pintu yang tanpa menunggu izin berubah menjadi dobrakan.

Ah, rekan-rekan bejatku datang bertamu rupanya.

Tanpa tedeng aling-aling, si pakpol gadungan Iruma berkoar begitu menangkap sosokku yang tengah bersandar di sofa ruang tengah. "Woi, kuda! Lu ngebuang cewek lagi, hah?!"

"Ck! Permisimu mana, bangsat! Main nyelonong masuk aja. Itu kuping gercep juga ya, urusan begituan langsung ngerti," tanggapku mulai emosi.

Si bangsat Jyuto menggebrak meja di hadapanku keras selagi membalas, "Dia itu junior gue di kantor, ga mungkin gue gatau! Hah... Yang sekarang kenapa lagi?"

"...Gue bosen." singkat, padat, jelas.

"Lagi?!" Jyuto mengerang frustrasi. Ia mengambil tempat di sebelah Rio, berhadapan denganku. Kaki disilangkan, tangan dilipat di depan dada.

Bagus, bau-bau ceramah emak akan segera dimulai.

"Aku kasihan sekali padanya," ujar Jyuto berlagak prihatin, "tadi dia kembali ke kantor masih sambil menangis. Kamu kejam sekali."

"Lebih baik begitu, kan? Daripada terus menjalani hubungan yang dipaksakan? Gue juga, kan, yang bakal disalahin?" aku tak ambil pusing.

Menghela napas lelah, Jyuto sibuk memijit kening. Kenapa, sih? Perasaan aku yang punya masalah, kok, dia yang repot?

Lagi, omelan Jyuto mengudara, "Samatoki, itu tidak baik. Jangan suka mempermainkan perasaan cewek. Ini sudah gadis yang keberapa, coba? Gaboleh ganti-ganti pasangan ranjang! Ngga sehat geblek! "

"Bacot. Gue ngga pernah ya sampe ke ranjang! Itu otak ngeres benerin dulu njing!"

"Sama aja kuda! Ngga sampe ranjang sih iye, tapi lo kan jadi ngasih harapan palsu buat mereka-mereka yang lo buang sepihak setelah lo permainin!"

"Bodo amat gue."

"Sikampret, dibilangin bener-bener malah ngelunjak. Heh, denger ya, kuda, jangan suka sembarangan nembak cewek buat dijadiin pacar terus lo putusin gitu aja setelah bosen.  Lo pikir mereka cuma barang yang bisa diganti setelah rusak? Mereka juga manusia, bro, punya perasaan."

Ini pakpol satu kenapa tetiba alim begini? Apa jangan-jangan dia baru balik dari Nagoya? Eh bentar, perasaan berapa detik yang lalu pikiran laknatnya masih ada, dah.

Wah, ada yang ga beres nih.

"Bener itu, shoukan juga setuju. Mendingan kau pikirin baik-baik dulu, deh, sebelum milih cewek. Bukan cuma cewek, setiap nyawa makhluk hidup itu berharga dan ngga bisa dibuang-buang begitu aja seenak hati," si Rio ikut-ikutan.

"Ngomong itu ke diri lo sana. Itu tikus-tikus di karung juga bentar lagi mati sia-sia lo masak semur."

"Ya makanya jan sembarangan, Mat," Rio membalas, tak merasa tersindir sama sekali soal tikus-tikus yang ia tenteng dalam karung itu.

"Enak aja. Gue milih, kok!"

"Bullshit bet anjir." Jyuto berceletuk.

Mendengus kasar, aku kembali mengambil sebatang rokok untuk diisap. Detik berikutnya, selagi mengembus asap tembakau aku mendongak menatap langit-langit apartemen.

Aku tidak bohong. Aku pun punya kriteria untuk mencari takdirku. Kalau tidak merasa dia bisa membuatku tertantang, aku tak akan asal menggaet sembarang wanita demi berkujut dalam asmara.

Tidak pada awalnya.

Saat memulai semua ini, aku selalu bisa berdiri congkak. Membidik anak panah pada gadis yang menarik perhatianku sambil tersenyum penuh percaya diri. Dengan lantang mengatakan, "Sudah kuputuskan, kau pasti orangnya!"

Tetapi jalan tidak semenantang apa yang aku pikirkan. Menaklukkan dia begitu mudah. Saking mudahnya, aku sampai merasa tak perlu membuang usaha percuma.

Pada akhirnya dia sendiri menyerah, dan kami berpisah setelah seminggu. Aku tidak merasakan apapun kala itu. Yang terpikir dalam benak ialah mencari mangsa yang baru.

Tak sampai satu pekan, target kedua telah kukunci rapat-rapat. Mungkin, yang kali ini akan lebih menantang. Mungkin yang kali ini, aku akan merasa lebih hidup.

Tetapi ekspektasi tak sejalan realita.

Serangan-serangan yang ia layangkan tidak sehebat yang kukira. Begitu mudah ditangkis. Hambar, lagi. Bahkan seringkali panahnya meleset atau sengaja kuhindari.

Jalinan dengan gadis kedua berakhir. Aku mencari gadis ketiga. Soal mencari, aku cukup beruntung. Maksudku, siapa yang tidak terpikat pada seorang pria mapan berparas rupawan dengan fisik tiada lawan ini?

Gadis keempat, lalu gadis kelima, kemudian gadis keenam. Begitu terus hingga aku tak ingat lagi berapa banyak mangsaku. Seberapa keras aku mencari, semua berakhir dengan cepat. Mereka semua membosankan, ritme dan pola mereka seragam. Apakah memang sudah settingannya begitu? Ah, menyebalkan juga.

Waktu berlalu, aku terus bergonta-ganti mangsa. Orca yang kelaparan, mencari penguin-penguin muda. Melanjutkan perburuan, merengkuh harapan akan terpenuhinya kepuasanku erat. Sudah banyak kali aku mencoba, selalu berakhir sama; bosan, lalu buang.

Jenuh merayapi. Kepercayaan diriku memudar seiring menumpuknya jumlah "korban"ku. Kata-kata "Kau pasti orangnya!" perlahan bergeser menjadi "Sudahlah, kaupun boleh juga."

Aku mencicip berbagai rasa, namun tiada yang berbeda. Semua hambar, tidak ada yang unik dan tak biasa dari mereka.

Hingga malam ini, rasanya bak puncak kejenuhanku telah berada pada titik nadir. Tidak, hampa sekali. Ada yang kurang. Rasanya benar ada yang kurang.

Kembali helaan napas Jyuto terdengar. "Emangnya lo nyari yang kayak apa sih?"

"Yang bisa ngebuat gue berusaha mati-matian ngedapetin dia."

"Ekstrim kali engkau wahai kuda."

"Bacot."

Tiba-tiba Rio merunduk, tangannya terulur meraih sesuatu di dekat kakiku. Selembar kertas robek yang telah disambung kembali dengan selotip kertas.

Melihat benda itu, aku segera mendelik. Sejak kapan itu jatuh dari saku bajuku?!

"Oi, baliki—"

"Eh? Ini foto cewek?"

Mereka berkelit, mencegah tanganku merebut kertas itu. Beberapa detik keduanya membatu, hingga sembur tawa Jyuto yang pertama mengusir keheningan.

"Pfftt!! Oalah... Pantesan susah dicari, Mat... Orang tipemu yang modelan barbar kek gini!" seru polisi sialan itu sambil mengacungkan foto tadi tepat ke hadapan wajahku.

Dengan senang hati kutepis tangan durjananya itu sekalian merampas kembali si lembar foto. Jyuto tertawa lagi, "Bhah! Pake ada tulisan 'miss you' segala lagi! Ternyata Samatoki Aohitsugi Mr. Hardcore Yokohama Badboy bisa ngedrama gini!"

Berdecihlah satu-satunya pilihan yang kupunya.

Rio mengangguk. "Hm, sekarang Shoukan tahu masalahmu. Samatoki, kamu gagal move on rupanya."

Lagi, sembur tawa Jyuto.

Sungguh, entah mengapa sirna sudah niat hati untuk melempar amarah. Alhasil aku hanya beringsut kembali di sofa, menundukkan kepala.

Melihat semangat berkoarku minggat, dua teman jahanam saling menoleh sebelum ikut duduk di hadapanku.

Ruangan ini kembali dipeluk bisu. Samar hiruk pikuk malam pelabuhan sesekali lewat bersama angin. Dalam kesempatan itu, aku kembali melirik foto, mengenang sosoknya. Seseorang dalam memento.

Aku masih mengingat jelas sorot mata dwiwarna yang memancarkan semangat pantang menyerah. Dia memang orang yang kasar, tapi tak pernah membuatku bosan. Rasa penasaran selalu muncul saat memikirkan apa yang akan dia lakukan. Anak ini tidak tertebak. Dia beda dari yang lain.

Kala gadis-gadis lain mudah aku jatuhkan, ia punya dinding kokoh bernama harga diri. Terkadang ia agak jutek, tapi itu yang membuatnya manis. Meski perempuan, preman satu kota tak ada yang berani cari masalah dengannya. Dia jeli, cerdas, dapat diandalkan, cekatan, waspada, kuat, teguh pendirian...

... Dan satu-satunya orang yang bisa memberikan serangan fatal dan berbahaya untukku. Satu-satunya yang bisa membuatku kalang kabut kehabisan cara dan rencana.

Aku jatuh, pada orang ini.

"Yamada Ichiro, kan?"

Perkataan Rio menarikku kembali dari lamunan. Sontak aku mendelik, tapi tak banyak berbuat lebih.

Beringsut, kini lengan menutupi kedua mata. Memori masa lalu antara aku dengan dia kembali berputar. Termasuk, rentetan tragedi yang membuat kami putus kontak hingga saat ini.

Aku pernah diberi kesempatan untuk memilikinya, namun kusia-siakan begitu saja.

Aku tahu benar. Dia pasti membenciku. Orca bodoh yang berlaku seenaknya hingga hancur kepercayaannya padaku. Aku kehilangan dia. Bahkan bukan cuma dia, kami berempat yang semestinya berkawan baik kini tak lagi tertawa bersama.

Sejenak setelahnya, aku mengganti posisi. Tertunduk dengan telapak kanan menumpu dahi agar aku tak menunduk terlalu dalam.

"Aku menginginkanmu," desisku separuh putus asa, "Aku tak bisa kalau bukan kamu."

"Ngaku juga akhirnya lo," sambar Jyuto, "Kenapa tidak kau coba kejar lagi saja dia?"

Mendengus, senyuman pahit kulempar padanya. "Orang seperti dia mana mungkin mau kembali pada bajingan sepertiku?"

Ah, terlintas lagi wajah kecewanya yang paling kubenci. Ya, tidak salah. Aku ini memang bajingan. Ia tak pantas bersanding denganku yang pernah tega membuat gadis tangguh nan kuat itu meneteskan airmata.

"Tidak, menurutku itu tidak benar," Rio menyanggah, "selama kau punya tekad, Samatoki, tidak ada yang mustahil."

Mendengar hal itu diam-diam membuatku tertegun. Meski secara terang-terangan aku mencibir tak setuju.

Tiba-tiba Rio berdiri. "Baiklah, Shoukan punya solusinya. Untuk mengembalikan mood Samatoki, pertama akan shoukan buatkan semur tikus spesial agar kalian lebih semangat."

Sampai saat ini aku masih sulit percaya wajah polos itu bisa mengatakan hal-hal yang sangat mengerikan seperti ini.

Baru saja akan melontarkan kalimat penolakan, ponselku berbunyi. Syukurlah, telepon masuk dari salah satu anak buahku ini jadi penyelamat.  Besok akan kuberi dia bonus.

Mengangkat telepon, suara panik nan tergesanyalah yang menyapa gendang telingaku.

"Aniki! Markas kita diserang!"

Oh, sekarang amarahku mulai kembali. "HAH?! BAJINGAN MANA YANG BERANI MENYERANG MARKASKU?! BERAPA RAMAI JUMLAH MEREKA?? AKAN KUBANTAI HABIS-HABISAN!"

"I-itu... Hanya satu orang. Tapi dia sendirian berhasil mengalahkan nyaris semua anggota kita! Padahal dia perempuan, tapi kuat sekali!

Diriku terhenyak sesaat.

...Perempuan?

"...Aku akan langsung kesana."

Telepon ditutup, secepat kilat aku menyambar sepatu dan meluncur ke pintu depan. Meninggalkan dua sohebku yang masih disana.

Maaf, Jyuto, kau kutumbalkan dulu malam ini.

Melesat dengan mobilku dari basement, aku berusaha secepat mungkin menuju ke lokasi. Sepanjang perjalanan desir adrenalin membuncah begitu cepat. Degup jantung bertalu-talu. Aku merasa gairah dan semangatku melesat bak roket yang baru meluncur dari landasan.

Sejauh ini hanya satu gadis yang cukup kuat untuk bisa mengalahkan anak buahku seorang diri seperti itu, jika diminus lolita cebol antek-antek Shibuya yang jadi target rutin apel malam minggu Jakurai-sensei.

Bolehkah aku berharap sedikit saja?

Memasuki halaman markas, aku yang baru turun dari mobil disambut tubuh seorang pria yang melayang hampir menubruk. Untung saja aku berhasil berkelit.

Melangkah pasti dan tergesa, deru aliran darahku semakin menjadi. Degup dada yang semakin berisik tak lagi terelakkan. Seiring langkah membawaku masuk, semakin besar pula harapanku terkumpul.

Hingga aku menemukannya. Di tengah hamparan tubuh yang sibuk meringis dan merintih, sosok dengan jaket merah itu berhasil membuat seringaiku tak sadar muncul begitu saja.

Sosok itu mulai menoleh, menatap dengan wajah penuh percaya diri yang kurindukan.

"Aku senang itu benar-benar kau, Yamada Ichiro."

"Yo, sudah kuduga kau pasti datang, Samatoki."

Aku menyengih dalam euforia tak terbendung. "Pakai -san, bocah!"

***
Fin yeay:D

Udah tau BB bakalan kalah dari MTC, tapi tetep nyesek pas nonton versi animenya. Kesian njirr bocah-bocah masi unyu-unyu kayak gitu digasak om-om sangar Yokohama:""

Betewe tumben-tumbenan nih Kafka bikin hipmik. Yash, soalnya tiba-tiba muncul saja ide ini selepas dengerin OROKANA ORCA. yep, yang jadi inspirasi utama pembuatan book ini. Random? Iya emang:v

Gimana menurut klean. Bagus kah? Atau...

Kafka sendiri bingung kenapa bisa nyambungnya ke SamaIchi gini. Tapi yoweslah. Apapun, GASKEUN:)

Ey daripada banyak ngebacot, mending berbagi asupan yeu nggak. Iyes dong:)))

Cover book ini:v

Njer bohay juga lu Chir! Inimah si Tokek yang kesenengan weh—/dibacok Jiro ma Sabubur/

Yalord mauuu dong tidur di pangkuan Bunda Ichi—

Jaman-jaman waktu ngebucin masi terang-terangan:v

Dimix-up ma lagunye? Gasslahhh

ANJAE ELEGAN—

Dann... Satu lagi kapel yang cukup menarik untuk Kafka bikin juga ceritanya entah kapan and gimana.

Papa Jak, mon maap ni sebelumnya tapi keknya cerita romansa Anda dengan doi berpotensi mengundang kesalahpahaman abang Jyutod dan kawan-kawannya.

Salah salah Anda bisa disangka loli hunter tros dicyduck, Pak, serius.

Mana di bayanganku Ramuda versi cewe lebih pendek dari versi cowonya lagi. Nahloo...

Iyah Kafka asupannya lagi banyak. Ini hampir semua tuh digambar di tengah seminar onlen dari kampus yng bikin ngantuk (bayangin acara seminar kek gitu dari jam 9 pagi sampe jam 4 sore njer:v ada istirahat pas dhuhur doang 1 jam) hingga kuputuskan untuk menggambar agar kantuk hilang. Dan hasilnya? Panen bruhh:vv

Oiya salah satu gambarnya itu Kafka iseng ngefusion /anjaee/ SamaIchi sama JakuRamu. Penasaran gimane wujudnya? Kuylah intip😏

1. Samatoki x Ichiro

Ayahnya Yakuza, bundanya preman. Jadi, anaknya tidak bakalan jauh dari ortunya yish. Keliatannya kalem, tapi di saat tertentu dia pasti barbar. Dan yah, sungut kecoak si kuda terlalu sayang untuk dilewatkan. Jadi, kugambar juga dong h3h3.

2. Jakurai x Ramuda

Sisi centil feminimnya ada dari mama Ramdah, tapi jeniusnya dapet dari babeh Jajak. Anak ini juga kaga hiperaktif, lebi ke kikuk malu-malu dan anggunnya seperti bunda Gegen /heh/

Mungkin untuk fusion pair lain, Kafka akan buat lain kali. Mungkin:)

Dua orang ini tida kuberi nama gengs /yaiyalah orang bikinnya aja iseng dan tida niat/ tapi Kafka akan tertarik kalau ada yang ingin memberi mereka nama dan mengadaptasi jadi cerita. H3h3

Gen tinggi sibapak kebagi dua ama mamaknye:v

Sooooo... Ship or skip😏?

Iyeeyy walaupun oneshoot doang Kafka harap klean menikmati yish. Jarang-jarang loh Kafka bikin genre romance begini.

Akhir kata, makasih banyak udh mampir, kasi bintang, dan tinggalin komen:D semoga kita bisa ketemu lagi di lain kesempatan. Bubayy~~

December 01, 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro