8a. Pertemuan Kembali

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pemandangan UGD yang hampir penuh dengan pasien, menyambut kedatangan Kahiyang. Buru-buru ia menghampiri seorang suster yang tengah mencatat dari balik meja kerjanya, menanyakan pasien remaja bernama Nataya Ambarita.

Suster tersebut menunjuk ke brankar paling ujung ruangan UGD dan melihat remaja tanggung yang sedang duduk di atas brangkar dengan Suster yang baru saja selesai membebat lengan si gadis.

"Dokter Ajeng," sapa Suster ber-name tag Inaya mengangguk tatkala ia beranjak berdiri dan menemukan Kahiyang berdiri di belakang pasiennya.

"Makasih, Sus," ucapnya seraya mengambil tempat duduk bekas suster Inaya.

Sejenak Kahiyang mengamati gadis remaja dengan luka lecet yang menghiasi beberapa area terbuka di tubuhnya, berharap tak menemukan luka berat. "Ambar, Kamu kenapa?" Bukannya menjawab, gadis berusia empat belas tahun itu malah menangis kencang tanpa mengangkat kepalnya.

"Ambar, nabrak mobil orang, Bun," lirih Ambar yang mulai terisak. Perlahan Kahiyang memeluk Ambar, diusapnya punggung kecil itu yang mulai bergetar. "Maafin Ambar, Bun. Ambar ngaku salah. Udah curi-curi make sepeda motor milik Usi," terang Ambar ditengah isakannya.

"Ssst! Yang penting Ambar baik-baik aja." Bujuk Kahiyang pelan, mengecupi pucuk kepala remaja yang masih berseragam putih biru tersebut.

"Ambar takut, Bun, kalo nanti Ayah marah. Terus gimana kalo orang itu nuntut Ambar? Terus minta ganti rugi. Terus ... akh!" pekik Ambar begitu merasakan jitakan di kepalanya.

"Siapa suruh main grasak aja sepeda motornya Usi?" gertak Arjuna dengan memasang muka pura-pura garang.

"Mas Juna, ih ... sakit tau." Cebik Ambar memegangi kepalanya.

"Mbak salut sama kamu, Dek," sahut Nirbita duduk di belakang Ambar.

"Serius, Mbak?" Ambar menoleh cepat ke arah Nirbita.

"Kamu nih, Dek. Masih bocah juga, sok-sokan ngendarai motor," tukas Raka yang dengan cueknya menyentil lengan Ambar yang diperban.

"Bang Rakaaa! Sakit tauk!" sungut Ambar tak terima. Gadis itu berusaha mencubit lengan Raka, tapi si korban terlalu gesit menghindar membuat Ambar hanya mencubit angin.

Mendapat lirikan tajam Kahiyang, keempat anak kembarnya itu mendadak terdiam. Namun, tak lama justru mengeluarkan gurauan dan ledekan tanpa suara.

"Nara!" jerit kahiyang dengan nada tertahan, tapi langsung bisa membuat kelimanya diam.

Mengurut pangkal hidungnya sebentar, Kahiyang memejamkan matanya sesaat kemudian memperhatikan Ambar dengan seksama. "Kamu istirahat dulu, ya, Mbar. Dan kalian ...," Melirik pada ke empat anaknya yang sudah berdiri berjajar. "Jagain Adek, bunda mau ngurus administrasi dan ketemu sama pemilik mobilnya." Titah Kahiyang tanpa bantahan sedikit pun.

Kahiyang memilih berbicara langsung pada suster yang menangani Ambar dan memastikan jika tidak ada hal yang terlewatkan. Ambar hana mendapatkan luka kecil dan bisa langsung pulang hari ini juga.

Kembali menghampiri kelima remaja tadi dan memberikan instruksi lanjutan. "Ma Juna, setelah Ayah dateng segera bawa Adek ke parkiran. Kita pulang." Kelimanya kompak mengangguk.

"Sus, tadi Ambar ke sini sama siapa?" tanya Kahiyang begitu sampai di meja resepsionis.

"Ambar tadi ke sini di antar wanita seumuran sama Dokter. Sepertinya dia menunggu di kasir, buat ngurus administrasi Ambar, Dok." Terang Suster Anna yang diangguki oleh Kahiyang.

Merogo ponsel dari dalam tas jinjingnya, Kahiyang mengirimkan chat pada seseorang. Menginformasikan pada pihak sebrang jika harus ke lobi untuk bertemu dengan korban sesungguhnya dalam tabrakan yang dilakukan Ambar.

Bekerja selama hampir setahun di rumah sakit ini, membuat kahiyang hapal betul di mana letak kasir yang di maksud Suster Anna.

Tak banyak orang yang mengantre di loket kasir rumah sakit pada sore hari. Mereka ada karena sebelumnya sudah melakukan janji temu dengan dokter yang bersangkutan, sedangkan pasien lain pada umumnya lebih senang temu janji di pagi hari.

Merasa tak menemukan orang yang dimaksud, Kahiyang kembali menanyakan pada petugas kasir di mana orang yang mengurus administrasi Ambar.

"Sus, di mana orang yang barusan ngurus administrasi pasien atas nama Ambar? Saya mau ketemu beliau ...," belum selesai Kahiyang bicara, ponselnya berdering. Menampilkan sebuah nama yang bersangkutan dengan Ambar. "Bisa minta tolong beritahu mereka. Untuk segera bertemu saya. Saya tunggu di depan sana." Lanjut Kahiyang pada pihak administrasi sembari menunjuk ke kursi tunggu di depan loket.

Di sisi lain, Nara terburu-buru memasuki rumah sakit, seusai Arjuna pergi meninggalkannya begitu saja tanpa pamit. Ia mendapat telepon dari Gladis kalau mobilnya mengalami kecelakaan, yang justru mengantarkan tersangka tabrakan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka.

"Dis," panggil Nara menghampiri Gladis yang duduk di bangku besi tepat depan farmasi.

"Nara!"

"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Nara memegang pundak Gladis.

"Aku nggak apa-apa, justru anak SMP yang nabrak aku tadi yang luka-luka."

"Syukurlah. Lalu di mana anak itu?"

"Masih di UGD, lagi ditangani. Tadi aku bayar administrasinya dulu. Kata resepsionisnya. Wali anak itu nungguin aku. Itu orangnya." Jelas Gladis mengarahkan dagunya ke arah wanita yang membelakangi mereka dengan telepon menempel di telinga.

Nara hanya melihat seorang wanita dengan rambut berpotongan pendek sebahu, jika ditelisik dari gaya berpakaiannya ia meyakinin jika mereka berasal dari keluarga berada.

Ada gelombang tak mengenakan yang tiba-tiba saja datang menyerang, ketika wanita itu berbalik. Nara kenal betul pada sosok wanita yang masih berbicara dari ponselnya.

Kahiyang.

Pada akhirnya tatapan mereka bersinggunggan. Tatapan Nara terpatri begitu saja melihat Kahiyang berada di depannya saat ini. Meski bukan pertemuan mereka yang pertama kali, tetap saja membuat perasaan Nara membuncah tak keruan.

Tidak hanya Nara. Hal yang sama juga terjadi pada Gladis. Tenggorokanya terasa tercekik mengetahui siapa wali dari gadis remaja tersebut.

Kahiyang sendiri sama bingungnya dengan pertemuan tak terduga mereka. Apa Jakarta sesempit ini, hingga kembali dipertemukan oleh si penoreh lukanya dan penyebab utama kehancuranna dulu.

Semesta memang sebercanda itu memang.

"Kahiyang," lirih Gladis meremas kuat lengan Nara.

"Bunda!" Seruan Ambar membuyarkan tatapan mereka bertiga. Menoleh langsung pada sosok remaja yang sedang digandeng Arjuna.

Arjuna melirik ke arah Nara, kemudian beralih pada remasan tangan Gladis. Mendengus keras, Juna menghampiri Kahiyang lebih dekat. Begitu juga dengan pasangan di depannya.

"Udah selesai, Bun?"

"Oh, belum. Ini bunda mau ngomong." Berdeham sebentar Kahiyang mengulurkan tangannya. "Sebelumnya, saya ingin meminta maaf atas kecelakaan yang menimpa istri Anda, Pak. Ini murni keteledoran saya dalam menjaga putri saya, hingga menyebabkan kecelakaan ini. Kami ingin menyelesaikan secara kekeluargaan. Semua biaya perbaikan mobil dan adminiatrasi putri saya pun istri bapak akan saya ganti sesegara mungkin," terang Kahiyang.

"Ehm, tidak perlu. Itu hanya kecelakaan biasa," cicit Gladis.

"Jangan, Bu. Biarkan ini menjadi tanggung jawab saya sebagai orang tua."

"Nggak perlu, Yang. Saya nggak mau ...."

"Ajeng!" Ucapan Gladis terpotong karena seruan lelaki yang berlari kecil menghampiri keberadaan mereka.

"Mas."

"Ayah!" seru Ambar yang langsung bergelayut manja di lengan lelaki itu, begitu pria bersetelan kerja itu berada di samping Kahiyang.

Baik Nara pun Gladis sama-sama tak mampu mengontrol keterkejutan mereka. Keduanya benar-benar kehilangan kata-kata walau hanya sekedar menyapa.

Nara sama sekali tak menduga hal ini, bahkan tak pernah terpikirkan sekalipun. Kenapa harus pria itu? Kenapa? Jika saja orang lain yang menjadi pasangan Kahiyang orang lain, Nara bisa sedikit mengikhlaskannya.

Sayangnya ia tak kan pernah bisa ikhlas.

Melihat interaksi pria tersebut terhadap anak kembarnya, membuat dadanya teremas kuat, nyerinya sungguh sangat menyakitinya. Nara hanya bisa tersenyum masam, mendapati keempat anak kembarnya begitu dekat dengan pria lain. Bahkan mereka memanggilnya Ayah.

Seharusnya ia yang berada di posisi itu. Bukan pria ini. Kali ini Nara benar-benar iri.

"Lintang," bisik Gladis.

🐾🐾🐾🐾🐾

Sidoarjo, 4 Oktober 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro