7.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aset tetap adalah aset berwujud yang (b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode

- PSAK 16 (6)

"Oh. Kak Danu suka sama gue," kuanggukkan kepala sebagai reaksi untuk fakta yang dikemukakan oleh Pinkan. Bukannya aku tidak punya reaksi lain yang lebih manusiawi, tapi aku memang tidak punya reaksi lain. Oke, argumentasiku terdengar sangat membingungkan.

Pinkan terlihat kesal dengan tanggapanku. "Kok elo santai banget? Kaget dong atau tanyain gue bisa kali dari mana informasinya gue dapat."

"Oh wow, gue kaget," ujarku mengikuti keinginan Pinkan.

"Asli lo ngeselin banget kalau udah begini. Kok lo bisa nggak kaget?"

"Gue harusnya kaget, gitu?"

"Lah terus? Lo udah tahu Kak Danuja suka sama lo?"

Benar juga, temanku ini kan nggak pernah tahu kalau aku bisa melihat lintasan cahaya yang menghubungkan dua manusia. Wajar saja reaksiku ini tampak aneh dalam pandangannya. "Ya gue nggak tahu, lah. Cuma, gue harus kaget gitu kalau ada yang suka sama gue? Kan gue manusia juga pantas disukai. Bukan nggak mungkin juga orang kayak Kak Danuja suka sama gue. Katanya kan benci sama cinta bedanya tipis. Kali aja dia benci banget sama gue sampai jadi cinta."

Tangan Pinkan terulur ke dahiku. "Badan lo nggak panas, sih. Lo cocok kayaknya emang di psikologi, bisa banget ternyata lo 'ngebaca' manusia."

"Maksud lo?"

"Maksud gue lo bisa menilai orang dengan baik gitu loh. Kemarin gue dikasih tahu sama Andre kalau lo udah jadi obrolannya anak-anak BPM sama UKM futsal gara-gara sering berantem sama Kak Danu. Terus pas Andre lagi ngumpul sama anak futsal lain, dia dengar kalau Kak Danuja sendiri yang bilang dia suka sama lo gara-gara sering berantem. Katanya mungkin dia kena karma soalnya benci sama cinta bedanya tipis."

Aku mau muntah mendengar cerita ini. "Sumpah sih lo demi Konoha?"

"Ih!" Pinkan memukul pundakku, "demi Konoha!! Demi Konoha dan seisinya, Mir. Kalau lo nggak percaya tanya aja sama Andre."

Aku mau menangis sekarang. Kedua tanganku sudah bergerak menutupi wajahku yang memerah. Rasanya kepalaku sakit dihantam fakta paling mengesalkan sedunia. Kalau Andre yang mendengar hal itu, maka kecil kemungkinan aku masih punya kesempatan untuk bersama dengan Andre. Walau dia bukan jodohku, apa tidak boleh aku sebentar aja punya hubungan lebih dengan cowok sekeren Andre?

"Loh kok elo nangis, Mir?"

"Gue nggak nangis!" kusingkirkan tangan dari wajah sambil mendengus kesal.

"Terus ngapain nutup muka? Gue kan kirain lo sedih atau senang banget sampai nangis."

Aku ingin menangis betulan sekarang karena kalimat Pinkan. "Gue badmood, mau balik rumah duluan. Lo masih mau di kampus? Kalau bisa nanti gue titip absen, Kan." Tidak menunggu balasan dari Pinkan, aku lekas mengambil tas lalu cabut dari hadapan temanku itu. Kalau saja aku bisa mengatur benda di atas kepalaku ini, rasanya ingin sekali aku memindahkannya dari atas kepalaku dan Kak Danuja. Kemarahanku pada keadaan itu masih terbawa sampai di rumah.

Bodohnya, pilihan pulang ke rumah ternyata tidak bisa memperbaiki mood-ku yang sudah terlanjur buruk. Baru beberapa jam, aku menyadari kalau seharusnya nanti sore aku mengerjakan tugas kelas Ekonomi Mikro di perpustakaan. Jadwalku hari ini berantakkan karena aku bolos kelas untuk pulang ke rumah. Aku paling benci ketidakteraturan pada jadwal yang sudah kususun. Ah! Semua jadi serba salah gara-gara Kak Danuja.

"Kampreeeet!" kucoret-coret kertas di atas meja belajar untuk melampiaskan semuanya.

***

"Kenapa muka lo? Lebih jutek dari biasanya," Andre dengan wajahnya yang adem itu menegurku di kelas kami pagi ini. Gerakannya menaruh tas di bangku saja bisa membuat detak jantungku bekerja dengan tidak semestinya. Kenapa nggak bisa Andre saja yang suka denganku? Kenapa harus Kak Danuja? Ih, mengingatnya lagi membuatku ingin muntah mendadak.

"Tumben Pinkan belum datang," Andre menanyakan Pinkan sementara ada aku di sini! Duh! Kenapa nggak bisa kamu lihat aku aja sih, Andre? Kalau kamu begini terus aku jadi tambah gemas.

"Dia ijin hari ini. Nanti gue isiin absennya dia."

Baru selesai aku bicara, Andre sudah memindahkan tasnya ke tempat duduk kosong di sampingku. Biasanya itu posisi duduk Pinkan. Sungguh, Andre! Anda sangat gercep. Aku suka banget cowok kayak begini. "Gue pindah sini kalau gitu. Kasihan banget lo muka udah ditekuk kayak gitu dari pagi. Lo bete Pinkan cabut kelas?"

Kugelengkan kepala. "Bukan karena Pinkan, kok. Dia udah rencanain bolos dari dua minggu lalu, soalnya hari ini ultah cowoknya dan dia dari tadi jam sebelas kemarin udah nyiapin surprise gitu."

"Terus lo kenapa bete?"

Aku terbius manik mata Andre yang menatapku dengan begitu hangat. "Gue nggak bete," jawabku berusaha meyakinkannya.

"Tuh! Nada bicara lo aja ketus."

Ya ampun! "Gila lo, Ndre! Suara gue emang begini adanya dari lahir, mau dilatih kayak apa juga udah nggak bisa. Gue tuh nggak bermaksud ketus. Beneran!"

"Oke! Oke!" Andre mengangkat kedua tangannya. "Jadi, muka lo ditekuk bukan karena lagi bete? Ini udah default muka lo yang diberikan oleh Pencipta?"

"Nggak gitu juga," aku menjawab pasrah membuat seringaian manis muncul di wajah Andre. "Gue emang lagi bete gara-gara Kak Danuja."

"Kalian berantem lagi?"

Aku tentu saja dengan cepat langsung menggelengkan kepala. "Mana ada berantem, ketemu aja nggak pernah udah tiga hari belakangan. Kayaknya dia mendadak lenyap dari peradaban gue."

"Terus lo kangen?"

"Nggak lah!" Gue kan kangennya sama lo, Ndre. Tiap detik udah melihat wajah lo aja gue masih kangen. "Gue nggak kangen sama Kak Danuja."

"Jadi, dia membuat lo bete karena...?"

"Karena kata Pinkan, dia dengar dari lo, kalau lo dengar langsung dari Kak Danuja, kalau dia suka sama gue. Duh! Pusing banget mau muntah ingat-ingat hal itu."

Andre refleks langsung tertawa terbahak-bahak. Nikmat dunia mana lagi yang ingin aku dustakan jika baru pagi hari Malaikat Tak Bersayap udah tertawa bahagia di sampingku? Sungguh indah dipandang mata dan didengar telinga. Sambil masih tertawa, dengan susah payah Andre berbicara, "Kok lo malah mau muntah tahu Kak Danu suka sama lo? Dia kan keren."

"Keren dari sebelah mana, Ndre?" kuputar bola mataku. Sungguh kali ini aku mengakui kalau aku sedang bitchy-bitchy-nya. Bahkan Malaikat Tak Bersayap semacam Andre pun tidak bisa menghilangkan ke-bitchy-anku mendengar nama Danuja disebut.

"Loh, kurangnya Kak Danu apa coba? Wakil ketua BPM, jago main futsal, rambutnya gondrong, sangar tapi seru, pintar pula."

"Kalau gue baru kenal lo, kayaknya gue akan ngira lo yang suka sama Kak Danuja, Ndre. Pintar apaan emang dia? Pintar ngebacot sama bikin orang naik darah?"

Andre tidak menjawab dan hanya menunjuk ke arah pintu masuk dengan kepalanya. Pandanganku mengikuti arah yang ditunjukknya. Sumpah demi Konoha! Rambut gondrong dan tubuh tegap itu ingin sekali aku halangi untuk masuk ke dalam kelas. Kak Danuja dengan begitu santainya masuk ke dalam kelas membawa satu amplop coklat yang kuduga adalah kertas ujian dan soal untuk kuis kelas asistensi hari ini.

"Kok dia masuk ke sini?" kutanyakan pertanyaan tolol itu pada Andre.

"Dia gantiin Kak Billa buat ngajar asistensi hari ini kata si Felix. Mulut lo biasa aja, Mir. Kok melongo gitu. Kaget nih gebetan lo ternyata asisten dosen? Beneran keren, kan? Gue nggak bohong."

Seisi kelas terdiam begitu Kak Danuja berdiri di podium kelas. Suaranya lantang mulai menjelaskan materi kelas Pengantar Akuntansi Dasar. "Hari ini Billa izin, jadi saya menggantikan dia untuk ngajar kalian. Billa titip pesan untuk kasih kuis limabelas menit sebelum kelas selesai. Sudah siap untuk kuis nanti?"

Hening. Tidak ada yang berani menjawab. Sejak kasus aku diomeli habis-habisan oleh Kak Danuja pada OSPEK lalu, cowok ini terkenal sebagai senior paling menakutkan di seantero angkatanku. Kayaknya, masih belum ada yang berani untuk menanggapi pertanyaan Kak Danuja, ngeri kalau-kalau nanti malah diomeli.

"Nggak ada yang mau jawab? Berarti sudah siap semua untuk kerjakan soal buatan saya dan Billa." Kak Danuja mulai berjalan ke papan tulis dan menuliskan beberapa catatan di sana. Sambil menulis di papan, suaranya terdengar menjelaskan, "Hari ini kita akan membahas tentang aset tetap dalam PSAK. Sudah tahu kan PSAK itu apa? Kalau belum tahu, pintu keluar FE masih terbuka lebar buat kalian."

Kelas masih hening.

Kak Danuja berbalik lalu tersenyum. "Saya bercanda, kok. Kalian semua tegang banget kayaknya pagi ini."

Baru kemudian beberapa suara tawa malu-malu terdengar di dalam kelas. Menanggapi hal itu, Kak Danuja kembali bicara, "Nah, rileks gini aja. Saya tahu kemarin-kemarin saya keras waktu kalian OSPEK, tapi di kelas kalian nggak perlu takut sama saya. Kalau ada yang mau ditanya langsung aja bilang. Saya pendukung demokrasi tinggi di dalam kelas. Oke?"

"Iya, Kak," lebih dari separuh mahasiswa di dalam kelas menjawab serempak.

"So, apa itu PSAK? El Mira?" Kak Danuja berpura-pura melihat ke lembar absensi dan menyebutkan namaku.

Sialan! Aku tahu dia sengaja dan hanya pura-pura dengan acak menyebut nama mahasiswa. "Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan, Kak," tetap saja aku menjawab karena tidak punya pilihan lain. Mau mengajak ribut? Bisa-bisa nilaiku langsung D di kelas ini. Duh, aku masih belum mau ada nilai buruk tercetak di catatan pendidikanku. Yah, walaupun aku tidak benar-benar niat masuk sini, tapi tetap saja anti banget dapat nilai jelek.

"Saya rasa kalau itu jawaban kamu, mahasiswa abadi yang nggak lulus-lulus di FE juga tahu, El Mira. Saya tanya apa itu PSAK bukan apa kepanjangan PSAK. Apa pertanyaan saya sulit dimengerti?" nada bicaranya lugas dan santai namun mendengarnya sungguh tidak seringan itu. "Ada yang mau menambahkan jawaban El Mira? Felix Rahardi?"

Felix langsung memberi jawaban yang memuaskan tentang bagaimana PSAK adalah sebuah standard yang diperlukan dalam sistem pencatatan perusahaan agar terorganisasi dengan baik di seluruh wilayah. Tepuk tangan yang diberikan oleh Kak Danuja untuk Felix kemudian diikuti oleh seisi kelas. "Begitu kalau menjawab sebagai mahasiswa, Mbak El Mira. Jelas?"

Aku menolak menjawab ketika semua mata menuju padaku. Termasuk manik mata Kak Danuja yang terlihat mencemoohku di balik kacamatanya. OH MY GOD! Aku baru sadar dia pakai kacamata! Ini maksudnya apa? Pembentukan citra seorang asdos, begitu? Ugh! Dia sama sekali nggak cocok dengan citra orang pintar yang menguar dari benda bernama kacamata yang sekarang tengah membingkai kedua matanya.

Dengan spidol di tangan, Kak Danuja mengetuk-ngetuk papan tulis menunjuk ke arah tulisan yang dia buat sebelumnya. "Kalian tahu PSAK yang menjelaskan tentang aset ada di nomor berapa?"

Ketika hampir satu menit belum ada jawaban juga, Kak Danuja menjawab sendiri pertanyaannya, "Pengaturan aset perusahaan ada di PSAK 16. Aset tetap terutama dijelaskan dalam PSAK 16. Di sana tertulis jelas bahwa hal-hal yang masuk ke dalam aset tetap wajib digunakan selama lebih dari satu periode. Di luar itu, pencatatannya bukan di aset tetap tapi di current asset."

Kini dia turun dari podium dan mulai berjalan mengelilingi ruangan sambil terus bicara, "Contoh mudahnya dalam hal pendekatan dan pacaran. Kalau kalian baru pendekatan dan periodenya belum sampai setahun, maka cinta kalian belum bisa dikapitalisasi menjadi fixed asset. Otomatis, belum bisa ada depresiasi yang dihitung. Lain lagi kalau kalian sudah pacaran lebih dari setahun, cinta kalian itu bisa dimasukkan menjadi aset tetap."

Tubuhnya kini sudah berhenti di samping kursiku. Sumpah demi Konoha, aku ingin menggeplak wajahnya detik ini juga dengan binder bersampul Zayn Malik yang tergeletak pasrah di atas meja. Suaranya terdengar semakin jelas oleh telingaku. "Implikasinya, cinta yang sudah bisa dikualifikasikan sebagai aset tetap ini bisa mulai dihitung depresiasinya. Malahan wajib hukumnya untuk didepresiasikan. Nilai depresiasi dari cinta kalian itulah yang menjadi beban dalam hubungan pacaran tadi. Berat, kan?"

Tawa satu kelas membahana. Tidak kudengar suara tawa itu dari Kak Danuja. Berhubung aku penasaran, kutolehkan kepala yang sedari tadi sibuk memperhatikan diktat tak jelas di atas meja ke arah Kak Danuja. Sialan kuadrat! Dia sedang menatap ke arahku. Matanya masih mencemooh dan kini berubah girang. Sosoknya seperti menyiratkan kebahagiaan karena sudah berhasil mengirimkan pesan entah apa itu padaku.

Semesta terkasih, aku akan lebih percaya kalau Andre mendengar Kak Danuja ingin membunuhku ketimbang rumor tidak jelas bahwa dia suka padaku. Bukankah sekarang sepertinya dia tengah menanti saat yang tepat untuk menghabisi citraku di dunia dengan dua mata penuh cemoohan tajamnya?

***

ps:

siapa yang menunggu update? mohon maaf yak aku tiga hari kemarin sedang sibuk sampai nggak sempat buka laptop. ini aku update koookkkk. hihihi. anyway, i like all theories you guys write in the comment section, itu benar-benar bikin aku pengin cepat-cepat dropping the bomb to you guys LOL. yah intinya, Kak Danuja bukan power rangers, apa lagi L Death Note wakakakakaka

SALAM KONOHA!


mongs

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro