5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semuanya berjalan lancar. Pertemuan dua keluarga sedang terjadi. Rona kebahagiaan terpancar di wajah Adis dan Alam. Acara pernikahan sudah ditentukan. Dua bulan dari sekarang. 

Namun, rencana hanya tinggal rencana.

Pada hari pernikahan yang ditunggu-tunggu, semuanya terlihat sempurna. Pernikahan paling mewah digelar. Jumlah tamu tidak kurang dari tiga ribu undangan, gedung megah, menu makanan istimewa, foto pre-wedding terpampang begitu mengagumkan. Kurang apa? 

Sayang, ada satu kekurangan dari acara pernikahan itu. Pengantin pria mendadak membatalkan pernikahan lewat telepon. 

"Apa katamu?" bentak Bayu geram penuh amarah, lalu menggenggam ponselnya erat. 

Adrian yang sedang memakai baju beskap seragam dengan yang dipakai orang tuanya menoleh begitu mendengar suara papanya. Sementara Dion, yang membantu Adrian memakai pakaian adat jawa itu tampak bingung sampai sejenak menghentikan aktivitasnya. 

Di ballroom, para tamu sudah mulai berdatangan. Pikiran Bayu bercabang. Dia begitu frustrasi. Jantung Bayu seperti terhantam batu yang sangat besar, tersengat nyeri, dan akhirnya tubuh laki-laki paruh baya itu tumbang. 

"Papa!" pekik Adrian langsung mendekati Bayu. 

Adrian dan Dion membantu Bayu untuk duduk di sofa panjang. Napas Bayu kembang kempis. Matanya terbuka dan tertutup. 

"Ada apa, Pa?" tanya Adrian.

"Pihak laki-laki membatalkan pernikahannya," kata Bayu susah payah. 

Adrian diam, sementara Dion syok parah.

"Panggil Mamamu sekarang," pinta Bayu. 

"Biar saya saja, Pak," sahut Dion cepat, lalu bergegas pergi. 

Di ruangan yang berbeda, Adis tampak ceria. Tak henti-hentinya gadis itu tertawa bersama Diah, Purnama--sahabat terdekatnya--dan Ajeng, si dukun manten. 

Wajah Adis begitu manglingi dengan paes ageng. Tubuhnya dibalut kebaya berwarna merah, membuatnya memesona.

Adis dan lainnya menoleh begitu suara ketukan pintu terdengar. 

"Siapa?" tanya Diah dari dalam kamar.

"Ini Dion, Bu."

"Masuk, Di," kata Diah kemudian.

Dion masuk dan langsung menghampiri Diah. 

"Bu, dipanggil Bapak sebentar," ucap Dion setenang mungkin. Dia tidak ingin membuat calon pengantin cemas. 

Diah mengangguk. 

"Dis, Mama temui Papamu dulu," kata Diah lembut. 

Adis mengangguk. "Iya, Ma." 

Diah dan Dion keluar dari kamar, berjalan menuju kamar lain. Sesampainya di tempat suaminya berada, Diah terkejut bercampur khawatir melihat kondisi suaminya. Wanita itu bergegas menuju suaminya dan menanyakan apa yang terjadi.

Sang suami menceritakan semuanya dengan tampang kalut. Mereka bingung. Haruskah acara pernikahan ini dibatalkan?

Bayu menatap Adrian penuh permohonan. "Adrian, menikahlah dengan putriku." 

Diah melotot ngeri mendengar ucapan suaminya, sedangkan Adrian hanya diam mematung.

"Pa--"

"Ma ... sebenernya, Adrian itu bukan anak Papa," aku Bayu lirih.

Diah menutup mulutnya, lalu menangis tersedu-sedu. Dia merasa lega juga merasa sesak secara bersamaan. Lega karena baru mengetahui kenyataan bahwa suaminya tidak berselingkuh dan sesak karena pernikahan putrinya yang diambang kegagalan.

"Adrian ...," panggil Diah dengan suara bergetar.

"Tolong, Nak," ucap Bayu.

"Jadi, aku anak siapa?" tanya Adrian datar.

Bayu memegang tangan Adrian. "Kamu anak Papa."

"Orang tua kandu--"

"Mereka sudah tenang di surga," sela Bayu tercekik.

"Adrian ... mau ya nikah sama Adis? Mama nggak tahu harus minta tolong sama siapa. Mama juga bingung kalau pernikahan Adis batal. Mama takut Adis dihujat banyak orang. Mama ...." Diah tidak meneruskan ucapannya. Dia terisak hebat. Pikirannya tidak jernih.

Adrian menatap Diah dan Bayu secara bergantian, kemudian mengangguk tanpa ekspresi. Diah dan Bayu menarik tubuh Adrian dan memeluknya.

"Mama akan menemani Adis. Mama akan bawa turun Adis saat ijab qobul telah terucap. Dion, tolong dandani anak mantuku," kata Diah sebelum keluar kamar. 

Segalanya terjadi begitu cepat. Adrian ke tempat akad bersama Bayu. Ijab qobul telah terucap meski banyak kasak-kusuk yang berembus tentang mempelai prianya yang tampak berbeda dengan foto yang terpajang. Pak penghulu saja sempat bingung ketika nama mempelai prianya tidak sama dengan yang dicatatan. Akan tetapi, dia cepat tanggap begitu Bayu menceritakan masalahnya walau hanya garis besarnya saja. 

"Kamu sudah menjadi seorang istri. Mama minta kamu harus mencintai suamimu." 

Adis terlihat heran saat mendengar pesan mamanya. Tentu saja dia akan mencintai suaminya, Alam Dirgantara.  

Purnama dan Diah mengapit Adis sehingga posisi gadis itu di tengah. Gadis itu berjalan bak putri solo dengan senyum manis yang terukir indah di bibirnya.

Saat kakinya menepaki ballroom tempat Adis akan bertemu suaminya, tiba-tiba dia menghentikan langkah. Senyumnya hilang. Adis melihat siapa yang sedang duduk di hadapan penghulu. Orang itu bukan Alam, tetapi Adrian.

Tubuh Adis terhuyung. Namun, dia tidak jatuh karena mamanya memegang erat lengan Adis.

Hati Adis seakan diperas kuat sampai terasa sesak. Dia menoleh, menatap mamanya menuntut penjelasan. Namun, mamanya hanya menyunggingkan senyum.

Ada apa ini? Kenapa begini?

Tanpa sadar sebutir air mata Adis turun. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi dia meyakini sesuatu yang buruk akan segera menghantui hidupnya. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro