6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Adis menangis histeris di dalam kamar hotel. Dia menumpahkan semua kekesalan yang ditahan beberapa jam lalu. Adis marah sekaligus kecewa. Pernikahan yang selama ini dia impikan berubah menjadi mimpi buruk. 

"Kenapa sih Kakak mau? Seharusnya Kakak tolak," lata Adis di sela tangisnya. 

Adrian yang sedang duduk, diam saja. Tidak ingin menjawab. 

"Kita saudara! Haram hukumnya," kata Adis lagi dengan penuh penekanan. 

Adrian menatap tajam Adis dan berkata dengan sinis, "Saudara? Kita bukan saudara." 

Jantung Adis serasa berhenti berdetak setelah mendengar kata-kata Adrian. 

"Maksud Kakak apa? Kita ...." Adis sengaja mengantung kalimatnya. 

Adrian tersenyum sinis. "Beda ayah, beda ibu. Terkejut?"

Tangisan Adis berhenti seketika. Gadis itu menyeka air matanya.

"Jadi, si-siapa anak kandung Mama dan Papa?" tanya Adis bodoh dengan jantung berdentam-dentam. 

"Kamu," jawab Adrian tajam. Tatapannya menusuk ke mata gadis yang sedang menatapnya. 

Kelegaan merambat ke hati Adis, membuat perasaannya menghangat. Dia bersyukur jika orang tuanya sekarang adalah orang tua kandungnya. 

"Aku, Adrian Safaraz Akma," ucap Adrian terdengar jauh dan asing. Ia seperti sedang bermimpi.

Hening .... 

Adis bingung sekarang. Dia tidak tahu harus bersikap apa dan bagaimana terhadap Adrian. Gadis itu tidak mengenal lebih dalam laki-laki yang sekarang menjadi suaminya. 

"Jangan coba menggodaku. Aku nggak akan menyentuhmu karena terlalu jijik," desis Adrian dingin memecahkan keheningan sebelum berlalu pergi.

Adis tersentak. Dia kaget Adrian bisa bicara seperti itu. Harga dirinya terluka. Apa Adrian masih marah tentang kejadian dulu ketika dirinya merusak dengan sengaja gambar sketsanya? 

Adis mendengus kesal. Lagi pula, siapa juga yang mau menggoda laki-laki itu? Memangnya, Adrian pikir, dia cewek macam apa?

Tiga jam kemudian Adrian masuk kembali ke kamar setelah berhasil menentramkan pikirannya. Dia melihat kamar yang tadinya seperti kapal pecah sudah tersulap rapi. Adrian berjalan mendekati sisi ranjang, memperhatikan wajah yang kini terlelap meski masih menyisakan air mata kering di wajah manisnya. 

"Apa yang harus aku lakukan padamu?" gumam Adrian. 

Adrian memejamkan mata sejenak dan bayangan akan orang tuanya hadir. Mendadak hatinya teriris-iris pedih.

Ayah ... Ibu ....

Adrian membuka mata dan mengusap wajahnya gusar. Napasnya memburu. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh muka. 

Adrian bercermin. Tenang. Tenang Adrian. Kamu harus mengontrol emosimu.

Adrian mengepalkan tinjunya. Satu pukulan keras menghantam cermin hingga pecah. Darah segar menetes berirama jatuh ke wastafel. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro