Godness and a Boy

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



Awan begitu gumpal melayang-layang di langit biru yang cerah, matahari bekerja keras untuk membuat sinarnya menembus bumi dengan sempurna, hari ini begitu indah untuk memulai hari seperti biasanya.

Anak-anak yang di sayangi saling berceloteh mengemaskan, di depan televisi dengan keadaan sehat lahir dan batin, tidak ada hal yang bisa di syukuri dari pada kesehatan yang di berikan oleh tuhan. soal kedamaian adalah bonus, hadiah kecil dari tuhan yang meruntut dari hal hal lainya.

kakiku yang telanjang menyentuh permukaan lantai yang terbuat dari batu granit dengan warna paling indah, menelusuri anak tangga satu persatu dengan senyuman yang tidak pernah laput dari wajahku. hari ini hari yang cerah seperti yang sudah ku bilang, mungkin aku akan mengajak keluarga kecilku untuk berpiknik di halaman belakang kami, di dekat danau biru dan di Bawah pohon rimbun yang sudah jauh umurnya dari pada umurku.

Maid yang berada tidak jauh dari kedua mahluk kecil yang lahir dari rahimku, menunduk sopan kepadaku, diri mereka perlahan mundur menjaga jaraknya denganku. kehormatan yang di campur oleh rasa takut, perasaan jelas yang mereka paparkan dari matanya ketika bertemu tatap dengan ku, benar memang harus seperti itu, tahu posisi mereka dan hormati aku dengan sepenuhnya.

"bububububu!"

yang paling kecil tersenyum cerah melihatku, ia juga berceloteh kepadaku, tanganya berusaha meraihku untuk bayi kecil ini masuk dalam gendonganku.

aku menerima sapaan yang paling kecil, "Morninggg Awaaann" ujarku manja

mungkin kakaknya cemburu, si anak tengah tidak mau kalah segera menabrakan dirinya pada kakiku, memeluknya erat dengan ekpresi marah. "YELENA JUGA MAU GENDONG, BUNDAA!"

rasanya menjadi ibu begitu menyenangkan, dilimpahkan rasa kasih sayang yang tidak pernah habis, seperti jatuh di atas serbuk bunga yang memabukan, tiap hari selalu merasa Bahagia hanya melihat mereka tersenyum.

"bunda kok baru bangun? abang sama ayah udah pergi dari pagi lohh! main sama om nono" lapor Yelena dengan mata menyipit, curiga denganku.

perlu di akui memang insting anak perempuanku sudah tajam walau masih di umur muda seperti ini, tidak heran juga sih karena ayahnya seorang penjaga ketertiban negara(iya anak anak suka kalimat seperti itu dari pada sebutan polisi).

tubuhku yang di gelendoti dua mahluk kecil ini akhirnya direbahkan di atas sofa dekat tempat mereka bermain tadi, lebih nyaman untuk bercerita dengan keadaan santai seperti ini.

"bunda baru sampai rumah tadi malam, baru bisa istirahat" jelasku dengan perlahaan, memberi tau alas an mengapa bundanya yang selalu cerewet memarahinya untuk bangun pagi mendadak baru terlihat batang hidungnya pukul 9 siang dengan balutan piyama.

"ohh begitu,ndah" Yelena menganguk mengerti, ia masih memeluk kakiku berusaha naik ke atas sofa untuk memeluku lebih leluasa.

"tapi hari ini jadi main ke tantee cezz kan, nda?" tanya Yelena lagi, kini dengan wajahnya yang tepat di depan wajahku, menodong supaya aku menjawab pertanyaanya dengan cepat.

aku menganguk perlahan, "kita lihat ayah ya? kalua ayah mau kita main ke rumah tante cez"

tepat dengan berakhirnya kalimatku, suara telapak kaki mengisi ruang tengah yang lengang siang ini. Suamiku serta anak pertamaku dating dengan tas golf yang melampir di Pundak mereka, keduanya sama sama memerah wajahnya akibat terpapar sinar matahari, sungguh reaksi yang menggemaskan.

"LOHH BUNDAAA UDAH BALIK?"

Jeffrey memeluk pundaku dari belakang, senyumnya cerah mengalahkan sinar matahari hari libur ini. padahal hanya aku tinggal dua hari untuk keperluan kerja, tingkah mereka seperti di tinggal berbulan-bulan saja.

aku mencium pipinya sekilas, "gak bandel kan, Abang Jeff?"

Jeffrey mengeleng, "enggak lah? aman bundaa"

suamiku di belakang sana mengacungkan jempolnya kepadaku diam-diam, artinya perkataan si sulung benaar adanya. ia masih memperhatikan kami dengan menumpu tanganya dengan tas golf besar yang ia sampirkan, di belakangnya terdapat 3 maid yang masih menunduk menunggunya.

ah, aku sangat beruntung bisa membangun keluarga seperti ini, di liputi kebahagian yang nyata, polos dan bersih.

tentu saja sebagai perempuan yang menghadirkan mereka ke dunia, aku akan lakukan apa saja untuk menjaga hal ini--kebahagiaan yang murni--dari apapun itu, keluarga kecilku yang setengah nyawa aku utuhkan.

ini semua berkat suamiku, Yoshi yang beperan penting dalam terbentuknya keluarga kecil kami yang manis. perasaan polos, suci yang manis itu miliknya, aku tidak pernah tahu bahwa manusia bisa seputih ini jika tidak bertemu Yoshi, ya mungkin saja tujuanku melahirkan benihnya adalah karena aku candu dengan manusia seperti ini, aku ingin duplikatnya, di sayangi oleh orang sepertinya.

akan ku lakukan apa saja untuk membuat keluarga kami tetap seeperti ini, selain itu memang tidak ada cara untuk membuat kami runtuh, tidak ada siapapun yang bisa menghancurkanya.

"Abang, ke atas dulu, bersihin badanya" ujar suamiku, sesaat setelah menghampiriku.

melihat ayahnya hendak pergi untuk bersih-bersih, Yelena buru buru mennyusul ayahnya untuk menodongkan pertanyaanya atas keinginannya, bermain ke rumah tante cezka--temanku dan suami. memang seharusnya sore hari kami akan kerumah cezka, tampa Yelena minta pun kami akan berangkat.

hari ini, Raven--anak sulung cezka, berulang tahun, keluarga mereka mengadakan acara pesta ulang tahun. ah aku melupakan untuk hadiahnya, seharusnya suamiku sudah membelinya kemarin saat aku berada di luar kota, tapi mengetahui kemarin ia lembur akibat persiapan negara lainya mungkin saja ia lupa.

bisa saja setelah ini aku akan keluar dengan-nya untuk membeli hadiah terlebih dahulu, meninggalkan anak-anak dirumah supaya tujuan kami bisa lebih cepat terjadi, sedikit sulit membawa anak-anak ke tempat ramai.

"sus" kataku, tanganku melepas awan dari peluku. "sebentar ya, bunda ke ayah dahulu"ujarku pada si bontot, entah dia mengerti atau tidak aku akan tetap bilang, mengajaknya bicara sering sering akan membuat mulutnya lebih sering berlatih supaya lebih cepat untuk bisa berbicara.

maid mengambil si bontot dengan perlahaan, bersamaan dengan ku yang berdiri dari duduku. kakiku melangkah perlahaan membelah rumah setinggi castle dengan perabotan berlapis tembaga emas berkilau, furniture kualitas terbaik dengan lampu berlian yang menggantung.

aku menebak suamiku sedang berada di ruang penyimpanan tongkat golf serta barang olahraga lainya, seharusnya sih seperti itu sebelum Ia masuk dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

dan benar saja, aku tersenyum cerah melihat pintu ruangan yang berlokasi dekat dengan taman atas, terbuka.

"Yoshi?" panggilku, kepalaku masuk mengintip ruangan itu.

pria ini sedang membelakangiku, berdiri dengan kepala yang menunduk.

"kamu udah beli hadiah kan buat raven? kalau belum ayo kita beli di mall dekat sini, berdua aja kaya dulu kita kencan, " ledeku menjahilinya, menggodanya.

respon yang seharusnya ia lontarkan adalah senyuman malu, dan sepatah kata manis lainya yang keluar dari bibirnya.

tapi apa-apaan ini? mengapa ia hanya terdiam menunduk, seolah kata-kataku barusan tidak penting.

"Yoshi?" panggilku sekali lagi, tubuhku masuk sepenuhnya pada ruangan gelap remang-remang tersebut.

pria ini menolehkan wajahnya, ekpresinya tajam menyipit mengintimidasiku persis seperti tatapan milik Yelena barusan.

Tindakan membingungkan ini segera berakhir setelah ia menunjukan sesuatu di tanganya, yang ia gengam. sebuah kertas kertas dokumen dari amplop hitam, serta lemari di depan ya yang terbuka, kunci gembok yang entah oleh siapa bajingan yang membukanya.

"ini apa?" tanyanya, suaranya pelan nyaris hilang.

ekpresinya mendadak berubah menjadi pilu, matanya berkaca-kaca, aku bisa tahu bahwa hatinya sangat terluka.

"apa yang terjadi di masa lalu lebih baik tetap di tempatnya" kataku seraya mendekatinya dengan perlahaan.

tatapanya itu berubah menjadi marah, "jelasin." tuntutnya.

ahh...

hari ini akhirnya datang juga, walau agak terlambat.

"Yoshi, gak semua hal perlu kamu ungkap, ungkap untuk diri kamu atau ungkap untuk semua orang."

dirinya menghantamkan dokumen itu ke lantai dengan keras, membuat kertasnya berhamburan ke segala arah. "Jadi selama ini aku salah?!" bentaknya

aku masih diam,

"kamu sadar ada ratusan korban akibat ini! kamu masih mau diam?!" suaranya meninggi, nyaring hingga menggema ruangan pengap ini.

"Aku kira kamu beda!" Bentaknya

kalimat ini sejujurnya menyakiti hatiku. Mendadak emosiku menjadi jengkel.

nafasku keluarkan secara perlahan, tanganku bersila di depan dada. "terus mau apa? kamu mau bicara di media? telat bertahun tahun"

kepalanya menggeleng, air mata mulai menetes pada pipinya. "Arjun gak salah" lirih dirinya, jatuh berlutut di atas lantai sambal memandangi koran koran yang tidak pernah di sebar ke masyarakat.

hatiku ikut teriris karenanya, walau begitu rasa cintaku tidak palsu, aku memang benar benar jatuh padanya sejak hari itu hingga detik ini dan kedepanya, melihatnya putus asa dan shock secara bersamaan juga membuatku terluka. maka dari itu, aku ikut berlutut di hadapanya, menyentuh pipinya perlahan dan menatap ekpresinya lamat lamat,

Mengapa ia begitu sedih? Tidakah keluarga kecil yang sudah ku bangun tidak membuatnya bahagia?

"Beberapa hal, lebih baik memang tidak perlu di ketahui." liriku

"tapi semua orang harus tau hal ini, ra."

Lagi dan lagi, mengapa yoshi harus peduli dengan semua orang? senyumku mengembang, aku merendahkan dirinya dengan berdengus pelan.

"memang, ada yang percaya kamu?"tanyaku lantang

Ia membeku, tubuhnya membeku seketika.

mendekatkan bibirku pada telinganya, aku memastikan bahwa ia benar benar mendengar suaraku.

"Lupain aja ya? Gak mau kan anak anak kecewa karena ayahnya ternyata dapat jabatan tinggi karena koneksi ilegal ibu kesayanganya?" bisiku perlahan, tanganku turun dari pipinya untuk menepuk nepuk pundaknya, menyingkirkan debu di atas sana.

Kedua tanganya terangkat menyentuh pundaku, aku bisa merasakan tubuhnya bergemetar menahan amarah. "Sebanyak apa yang kamu tutupin dari aku, Ra?" ia balik berbisik, di ikuti tetesan air hangat yang jatuh pada lututnya.

"aku sayang kamu, yoshi." aku mengecup pipinya singkat. "Dengan tulus, sepenuh raga" lanjutku

Beberapa hal memang lebih baik untuk tidak di ketahui.





_____









_____________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro