u will never be a god

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng





sungguh, tidak dapat ku lukiskan tentang perasaanku kala ini. semuanya tercampur, berbagai macam emosi bertubrukan saling menyatu dari seluruh bagian-bagian diriku. Akibatnya, tubuhku membeku, otaku kebingungan merespon perasaanku.

suara di ujung telfon panggilan sana masih menjabarkan informasi soal kabar duka ini, kabar duka yang kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir, masih dari keluarga yang sama. sekarang aku jadi mulai takut jika jeannette menghubungiku tampa aba-aba lagi, takut jika harus mendengar kabar duka lagi.

aku baru kembali bekerja setelah mengambil cuti seminggu akibat acara kepulanganya ayah cezka pada pangkuan tuhan, sisi tuhan yang menyatu dengan tanah. kepulangan sejatinya memang sudah bulan lalu, aku kembali cuti untuk membantu cezka untuk mengurusi acara satu bulan meninggal ayahnya, acara sederhana di rumahnya yang mengundang para mentri mentri penting dari negara. baru kemarin lusa aku berpamitan dengan nyonya dezen, bertemu mama cezka dalam keadaaan sehat luar dalam.

siang ini jeannete kembali menelfonku, dengan suaranya yang pelan dan khawatir ia menyampaikan pesanya :

Nyonya besar Dezen, meninggal.























siang begitu sunyi, angin angin yang mampir hanya untuk memberi kesejukan rasanya berlebihan, cahaya matahari hari ini terik tapi entah kenapa aku merasa mengigil.

pandanganku jatuh pada pohon tua di halaman belakang rumah cezka, begitu rimbun, daunya indah mulai membuka cabang baru di musim panas seperti ini, hijau hijau muda, bunga pucuknya mulai mekar, sedangkan daun tua yang sudah mengeriput akan jatuh termakan waktu, terhuyung angin sebelum akhirnya menyentuh tanah.

begitulah kehidupan, menurutku. keluarga akan terus beregenerasi, yang muda tumbuh dengan sehat, yang tua perlahan gugur setelah menyampaikan pesan-pesan penting pada yang muda. dengan begitu maka keluarga kami akan tetap hidup abadi dalam puluhan tahun, tidak di kejar oleh waktu melainkan bersahabat dengan waktu.

hari ini, ibunya cezka, gugur dalam hidup, tertidur tenang dalam tanah. tugas yang ia perlu sampaikan pada cezka telah usai, perempuan baik hati yang pernah hidup di dunia itu di utus waktu untuk kembali beristirahat seperti lelehurnya.

rumah duka masih ramai oleh orang orang penting dari negara, presiden hingga mentri hadir hanya untuk mengungkapkan bela sungkawanya pada cezka, satu satunya putri dan anak di generasi dirinya, bahwa cezka sekarang lah yang memegang peranan penting dalam melanjutkan keluarga.

Aku tau bahwa ini semua begitu menyakitkan, di tinggalkan secara tiba-tiba,, tapi aku tidak bisa akan semengerti cezka.

maka aku dan keempat teman dekatnya berusaha berdiri di sampingnya, membantunya untuk berdiri tegar menghadapi kenyataan seperti ini. mengambil cuti dari pekerjaan kami, dan berjaga semalaman suntuk untuk mengurusi tamu serta pemakaman ibu cezka.

sejenak aku memisahkan diri dari rumah duka dan menyusul jeannette ke halaman belakang, duduk sambil merokok bersamanya di bangku taman yang menujukan danau kecil serta pohon rimbun yang di tata dengan indah, serta patung patung dewa yang menghiasinya seakan menari nari di taman indah ini.

sejak aku duduk di sebelahnya, jeannette menawarkan sebatang rokok, kami tidak berbicara sama sekali setelah itu, diam menatap halaman siang yang lengang. mungkin kami jatuh pada pemikiran kami sendiri.

Aku jadi mengingat dulu semasa smp, aku dan cezka pernah tidak sengaja tercebur dalam danau di depan, sepedah yang kita naiki mendadak hilang kendali sebelum berubah menjadi sepedah air, kami sukses seperti anak kucing yang tercebur. Karena kejadian seperti itu lah menjadi alasan pagar pagar putih mengelilingi sekitaran danaunya.

Aku ingat dulu mama cezka datang dengan ekpresi panik, menyerahkan ku sebuah handuk untuk menghangatkan diriku yang masih sesengukan menangis terkejut.

Lalu di sebelah danau terdapat pohon tua yang ku maksud, semasa SMA kami ber4 pun duduk duduk disana untuk mengelar acara piknik sederhana dengan kue kue manis yang sudah di siapkan oleh mama cezka. Hari hari damai seperti itu tidak akan pernah ku lupakan.

"abis ini gua balik" jeannette berucap mendadak, mengundang tatapan bingungku.

Dirinya melanjutkan,"ada panggilan kerja" ujarnya sambil menghisap dalam dalam rokoknya.

kepulan asap rokok milik kami menguap pada udara, terbang tinggi dan hilang menyatu dengan udara bersih.

Aku mengangguk, sejak awal jeannette memang bukan orang yang bisa meluangkan waktunya dengan lengang seperti ini. Ada banyak orang yang rela sikut sikutan hanya untuk duduk dan berdiskusi bisnis dengan perempuan ini, keluarga b.brown.

"Ann"

jeannette memanggilku dengan santai, aku bisa tahu bahwa dirinya resah, gerakanya seperti was-was akan sesuatu.

"gua butuh bantuan. Cuman lo yang bisa" Jeannette menyentil rokoknya, membuat serpihanya turun jatuh ke tanah dengan bara yang masih menyala.

Aku menganguk, akan ku bantu sebisaku.

"kumpulin data soal kasus penyuapan keluarga cezka, siapa aja yang melakukan hal itu serta siapa yang menjadi pihak kalah" tuturnya

Diriku mendadak ingin tahu, mengapa ia butuh hal ini? jadi kuputuskan bertanya "untuk apa?"

"sekilas ini memang menyakitkan, tapi jika difikir dengan logika, ini semua ganjil dan terasa jelas bahwa ini bukan takdir, takdir alam tidak serapih ini, ini buatan tangan manusia" ia menjelaskan dengan penuh penekanan serta memandangku serius.

Aku masih terdiam ketika dirinya kembali menjelaskan. "jangan buat gaduh, kita selidiki pelan pelan. Kalaupun hasilnya tidak seperti pemikiranku,itu lebih baik. Lebih baik bertindak mengambil langkah alternatif dari pada telat sama sekali"

Itu kata kata terakhir jeannette sebelum akhirnya perempuan ini bangun dari duduknya, membuang rokoknya di tempat sampah dekat kami dan bergegas pergi menuju bandara.

Jeannette memang kerap menjadi ketua-kepala-pemimpin dari pertemanan kami, dia yang paling bisa berfikir tenang menjadi sandaran kami. Dirinya juga yang menjadi pengambil keputusan akhir dari segala macam tindakan oleh kami.

Selepas perginya jeannette, aku sendirian di taman belakang dengan seputung rokok yang masih terbakar setengah, aku masih belum terbiasa soal asapnya yang masuk dalam paru paruku yang menyiksa,namun begitu lega ketika asap itu dapat di hembuskan. Aku tidak pernah merokok kecuali sedang berdiskusi dengan orang yang menurutku penting, seperti penjahat penjahat negara, duduk dengan mereka membuatku gila, maka rokok adalah kehiburan sendiri yang membuatku tetap waras disituasu seperti itu.

Ayah cezka seorang hakim ternama, di junjung oleh negara akibat keluarganya yang sudah lama berdiri di kubu pemerintah(gelap). Sedangkan keluarga jeannette adalah orang yang membutuhkan ayah cezka, politikus kotor.

Pusing dengan kata kata yang di tinggalkan jeannette, aku menaruh seputung rokok yang masih utuh di atas tempat sampah, berdiri dan bergegas untuk masuk ke dalam mengambil beberapa air putih untuk menyegarkan fikiranku.

Lebih baik fokus dulu pada cezka, membantunya melewati ini semua, lalu jika ada waktu akan ku kumpulkan data yang di minta oleh jeannette. Iya benar seperti itu.

Ketika kakiku melangkah tegas, membiarkan sepatu hak tinggiku bergema bergesekan dengan marmer mengkilap teras rumah cezka, aku tidak peduli oleh siapapun yang melewatiku atau siapa yang hadir siang itu.

penyesalan ini datang begitu terlambat, berbulan bulan kemudian aku menangis hanya untuk ingin kembali ke waktu seperti ini.

Disana, dia musuh kami sedang bersenandung ria dengan segelas kopi di tanganya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro