4. Membuat Kesalahan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selamat malam.
Sebelum baca, yuk, tap bintang dulu.
Sesuai ucapanku, cerita ingin ringan, tapi tak seringan kapas. Hahaha ...

Selamat membaca.
Jangan lupa senyum.
Eh, udah follow akunku belum? Jangan lupa, ya.

♡♡♡

.

Mata kubuka perlahan karena samar mendengar suara obrolan. Mengingat. Ah, bisa-bisanya aku tertidur saat menonton drama dan menunggu Hana mandi. Aku bergegas duduk, lalu kembali mengingat sesuatu. Seingatku, sebelumnya dalam posisi duduk, lalu bersandar ranjang. Kenapa sekarang aku tidur di atas ranjang?

Suara pintu terbuka membubarkan apa yang ada dalam pikiran. Hana terlihat memasuki kamar ini. Senyumnya merekah saat mendapati aku sudah bangun.

"Yuk, makan malam. Pasti laper, kan?" ajaknya saat di dekatku.

"Aku pulang, ya?" izinku.

"Hujan, loh, Kak. Lagian udah malam. Besok bakal ke sini lagi. Daripada bolak balik mending nginep sekalian nemenin aku biar nggak tidur sendirian."

Ah, iya. Aku lupa jika kakaknya sedang di Bali dan di rumah ini tidak ada pembantu. Jangankan pembantu, penjaga rumah pun tak ada. Dia pasti merasa takut jika harus tidur sendirian di sini.

"Mau, ya?" bujuknya.

"Iya," balasku singkat tanpa ingin memperpanjang.

"Ya udah, ayo kita makan malam."

"Aku cuci muka dulu."

"Oke. Aku tunggu di ruang makan, ya." Dia berlalu dari hadapanku.

Aku bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci wajah. Setelah itu, aku segera menyusul Hana ke ruang makan. Terdengar suara obrolan dari ruang makan saat aku hampir tiba di ruangan itu. Ada suara laki-laki. Langkahku terhenti saat melihat sosok Kak Rey sedang duduk di ruang makan bersama adiknya. Kenapa Hana tidak bilang jika dia sudah pulang? Jika tahu dia sudah pulang, mungkin aku akan menolak untuk menginap di rumah ini.

"Kak, sini," panggil Hana.

Senyum paksa kuukir, melangkahkan kaki yang terasa berat. Tubuh kudaratkan di kursi samping Hana. "Aku pulang saja, ya, Han?" pintaku pada Hana.

"Kak Aisha udah janji mau nginep, loh." Dia mengungkit.

"Kan udah ada Kak Rey." Aku melirik sekilas ke arah yang bersangkutan.

"Tetap saja, Kak, aku tidur sendirian di kamar bawah."

"Aku tidak masalah jika kamu menginap di sini bersama adikku. Aku justru senang karena dia memiliki teman baru." Kak Rey angkat suara.

Penyesalan memang selalu datang diakhir. Begitulah yang aku rasakan saat ini. Bahkan untuk ikut makan bersama mereka pun sangat malu. Siapa aku?

"Wallpaper yang kamu minta sudah tidak tersedia. Besok, aku berniat mengajakmu memilih wallpaper di mal bangunan." Kak Rey membuka obrolan di sela makan malam.

"Kak Aisha ikut, kan?" tanya Hana.

"Jika dia mau."

"Bukannya besok ada lemari yang akan dipasang? Kalau aku ikut, siapa yang jagain?" tanyaku menyambar.

"Ditunda. Hanya sofa yang akan di kirim."

Sudahlah. Aku kalah malam ini. Benar-benar menyesal sudah menuruti permintaan Hana. Kompak mereka berdua menahanku.

"Bagaimana kalau kalian bantu aku menyusun buku sambil menunggu sofa datang?" usulnya.

"Setuju." Hana terdengar antusias.

"Aku ngikut saja." Aku pasrah.

Setelah makan malam selesai, kami kembali ke kamar masing-masing. Aku sudah berusaha akan mencuci piring, tetapi Hana melarang dengan alasan aku adalah tamu. Semakin tak enak hati. Saat tiba di kamar, aku kembali mengingat perpindahan posisi dari atas karpet ke ranjang. Apa aku lupa sudah pindah ke sana?

"Kenapa, Kak?"

Hampir saja aku loncat karena kaget mendengar pertanyaan itu. Hana masuk ke kamar tanpa tanda-tanda. "Nggak apa-apa," balasku masih menyentuh dada.

"Nggak ada yang aneh kan di kamar ini?" Dia berjalan mendekati ranjang. Curiga.

"Nggak ada. Yang ada kamu ngagetin aku." Aku tersenyum.

Hana tersenyum lebar, lalu merebahkan tubuh di atas ranjang setelah menginstruksiku untuk ikut bergabung. Televisi kembali dinyalakan saat aku sudah merebahkan tubuh. Drama Korea lagi. Drama sebelumnya saja hanya melihat sekilas, lalu sekarang disuguhi drama baru. Aku lebih memilih sibuk dengan posel untuk menghilangkan jenuh. Pandangan kualihkan ke arah Hana karena tak ada tanda pergerakan. Seketika aku menghela napas lega saat melihatnya sudah memejamkan mata. Aku segera mematikan televisi karena tak ada niat untuk menontonnya. Lebih baik aku tidur. Berulang kali memaksa untuk tidur, tetapi tak bisa. Bosan rasanya. Aku beranjak turun dari ranjang dengan hati-hati, meraih ponsel di samping bantal, lalu berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Belum tidur?"

Ponsel hampir saja lepas dari genggaman karena kaget mendengar pertanyaan itu. Aku menoleh ke sumber suara. Kak Rey terlihat sedang duduk di ruang tengah di kelilingi tumpukan buku dan beberapa kardus. Tatapannya masih padaku yang berdiri di depan pintu kamar Hana. "Be-belum, Kak," jawabku terbata.

"Kenapa? Nggak nyaman? Atau Hana gangguin?"

Baru kali ini dia bicara santai padaku. Sebelumnya, kata-katanya selalu kaku dan formal.

"Nggak, Kak. Efek tadi sore tidur, jadi sekarang nggak bisa tidur."

"Yakin?"

Aku mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Kalau mau pulang karena nggak nyaman tidur sama adikku, bisa aku antar sekarang ke kos. Hana sudah tidur, kan?"

"Nggak, Kak. Udah malem juga. Aku juga udah janji sama Hana buat nginep."

"Oh, ya sudah."

Dia kenapa, sih? Kayak maksa banget pengin aku pulang.

"Kakak butuh bantuan?" Aku menawarkan karena sepertinya dia membutuhkan bantuan.

"Kalau kamu nggak keberatan."

Aku berjalan mendekat. "Apa yang bisa aku bantu?"

"Bantu aku membawa semua ini ke lantai atas." Kak Rey berlalu sambil membawa satu kardus untuk menuju lantai atas.

Setelah meletakkan ponsel di atas meja, aku meraih satu tumpuk buku berisi lebih dari sepuluh, lalu membawanya menuju lantai atas. Ini bukan buku biasa. Satu buku saja beratnya lebih dari 500 gram. Setibanya di lantai atas, aku berhenti sejenak, mengatur napas karena terengah. Baru satu jalan sudah cape. Aku bergegas menuju ruang kerja Kak Rey yang tak tertutup rapat. Aroma citrus menyapa indera penciumanku saat memasuki ruangan ini.

"Bukunya mau taruh di mana?" tanyaku tak ingin lama memikirkan ruangan ini.

"Sana." Dia menunjuk depan rak buku. Di sana sudah ada beberapa tumpuk buku.

Setelah meletakkan tumpukan buku itu, aku akan kembali ke bawah, tetapi Mak Rey melarang, "Kamu di sini saja, biar aku yang ke bawah. Tolong susun buku-buku sesuai kategori per baris," pintanya.

"Tapi, Kak-"

"Nggak apa-apa."

"Kak Rey pasti capek."

"Aku lebih khawatir kalau kamu capek. Lagian ini bukan jam  kerja kamu. Lebih baik kamu turuti saja permintaanku."

Aku mendorong pintu untuk menutupnya karena AC diruangan ini sudah menyala, tetapi tiba-tiba Kak Rey memanggil namaku. Sontak aku menoleh. "Iya, Kak?" tanyaku setelah pintu tertutup.

Jari telunjuk Kak Rey mengarah padaku. Tatapanya sulit ditebak. Kemudian dia memijit keningnya. Ada apa? Apa aku salah?

"Pintu itu rusak. Tadi sengaja nggak ditutup rapat, tapi aku lupa kasih tau kamu."

Kontan aku membulatkan mata, lalu membalikkan tubuh, berusaha membuka benda persegi ini agar terbuka. Berulang kali memutar kunci pun masih tak terbuka. "Ini gimana, Kak?" tanyaku masih berusaha membuka pintu. Panik.

"Aku sudah telepon Hana, tapi nggak diangkat. HP dia pasti silent. Apa aku hubungi satpam kompleks?"

"Terus yang bukain pintu depan siapa kalau telepon satpam kompleks sedangkan Hana sudah tidur?"

"Apa aku hubungi Sam-"

"Jangan." Aku segera memotong. Jangan sampai dia menghubungi kakakku. Bahkan aku tidak bilang padanya jika menginap di sini.

"Nggak ada cara lain selain minta tolong orang lain. Aku nggak masalah kalau terkunci di sini sampai besok, tapi masalahnya di kamu."

"Jadi kita bakal sampai pagi di sini?"

"Minimal sampai Hana bangun. Kamu nggak perlu khawatir. Aku nggak akan macam-macam. Kalau aku macam-macam sama kamu, Sam bakal cincang aku hidup-hidup."

Kalimat terakhirnya sukses membuat aku tersenyum. Tentu dia tidak berani macam-macam padaku karena Kak Sam.  Akhirnya aku menyerah dan pasrah, menanti sampai bantuan datang. Kesalahan sepenuhnya bukan karena aku, dan juga bukan karena dia. Ini kesialan kami. Bingung akan berbuat apa di sini, aku memilih untuk menata buku miliknya agar tidak berdiam diri. Sedangkan Kak Rey sibuk dengan laptopnya. Jangan tanya tinggi rak buku ini. Saat melihat desainnya pun aku terheran-heran. Tingginya mencapai langit-langit plafon, sekitar 3 meter lebih. Sedangkan lebarnya sesuai luas dinding ini. Aku yakin jika Kak Rey hobi membaca. Sesuai instruksi darinya, aku memasukkan buku sesuai kelompok dan urutan rak. Beberapa buku menyita perhatianku. Novel.

"Apa aku boleh baca buku ini?" tanyaku sambil menunjukkan novel tersebut. Berharap dia mengizinkan.

Perhatiannya beralih padaku, mengamati buku yang aku pegang. "Boleh." Dia tersenyum ramah. "Kalau mau pinjam juga boleh," lanjutnya.

"Beneran?" Aku memastikan.

Dia hanya bergumam dan sudah kembali fokus pada laptop. Jawabannya membuatku sangat senang. Sudah lama aku tak membaca novel. Terakhir, jika tidak salah saat SMA. Itu saja sewa. Aku bergegas menata buku agar cepat selesai dan bisa membaca novel itu.

Setelah buku-buku tertata rapi di rak, aku meraih satu buah novel, lalu duduk di sudut ruangan untuk menikmati alur cerita novel. Cuplikan di sampul belakang sangat menarik.

"Kenapa kamu duduk di sini?"

Pertanyaan Kak Rey mengalihkan perhatianku. Saat kepalaku terangkat sosok Kak Rey berdiri menjulang di samping tubuhku. "Nggak apa-apa, Kak." Aku tersenyum paksa.

"Ada sofa. Lebih baik kamu duduk di sana saja biar nyaman dan nggak dingin." Dia meraih buku persis di atasku. Seketika aku menahan napas karena bisa mencium aroma parfum dari tubuhnya, apalagi kami saat ini tanpa jarak.

Setelah dia berlalu, aku segera menghela napas. Udara yang tadinya terasa dingin, entah kenapa mendadak jadi panas. Gerah.

"Aku khawatir nanti kamu sakit, Aisha."

"Iya, Kak." Aku beranjak dari posisi, lalu bergegas menuju sofa.

Berada di dekatnya memang tidak aman. Tidak aman untuk hati dan pikiranku. Lebih baik aku fokus membaca novel daripada sibuk memikirkannya. Biarkan dia sibuk dengan pekerjannya. Jaga jarak aman.

♡♡♡

Bersambung ...

Aisha yang salting, kok, malah aku yang senyum-senyum sendiri. Ck

Gimana part ini, Gaes?
Koment ditunggu.
Gomawwo ❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro