15. Gagal Move On

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tandai typo, ya.
Selamat membaca.

"Jadi kamu sama dia itu dulu tunangan?" tanya Caca sembari menatap Bina yang duduk di sampingnya.

Bina terdiam, tak lama gadis itu mengangguk. "Dulu iya, sekarang kita udah nggak."

"Boleh tau kenapa?"

Bina menoleh. "Dia pemaksa dan posesif. Gue nggak suka kalau dia larang-larang gue ketemu temen, main ke mall, semuanya dia larang," seru Bina dengan menggebu-gebu.

Ingatannya memutar kembali sikap Agam padanya yang akhirnya membuat Bina lelah dan memilih melepaskan lelaki itu.

Caca mengangguk paham. "Terus kamu udah lupain dia?"

Bina menghela napas lagi. "Sejujurnya belum, tapi gue pengin banget move on!"

Caca terkikik. "Susah, Bin. Kalau kamunya yang masih cinta."

"Ish!" Bina mendelik pada Caca. "Gue bakal move on pokoknya! Emang siapa dia bikin gue gagal move on!"

Caca tersenyum penuh arti. "Iya, deh, iya yang gagal move on."

***
"Bina, ayo kamu udah janji lho kemarin." Caca terus merengek pada Bina.

Setelah kemarin janji Bina pada Caca akan ikut tadarus saat gadis itu mau membantunya lepas dari jeratan Agam.

"Tapi kan, Ca. Kemarin bukan lo yang bantu gue, tapi Ustaz Zafran," ucap Bina dengan tegas.

"Ih, mana bisa gitu." Caca mencebikkan bibirnya.

"Lo tau, lo kayak ikan kembung tau!" Bina malah meledeknya hingga wajah Caca semakin masam.

"Pokoknya Bina harus ikut tadarus hari ini, kan Bina udah janji kemarin. Janji itu harus ditepati tau! Nggak boleh ingkar janji! Dosa!" seru Caca menggebu-gebu.

Bina menghela napas. "Ya, udah. Ayo!" ketusnya.

Caca berbinar senang. "Nah, gitu dong."

"Bawel amat lo," gerutu Bina sembari berjalan mengekori Caca dari belakang. Sesekali gadis itu membenarkan hijabnya yang ia pakai asal.

***

"Ayo kita baca dulu al-fatihah," ucap Zafran mengintrupsi.

Lantunan ayat suci al-quran perlahan mengalun di telinga Bina. Entah perasaan apa ini, tetapi gadis itu merasa hatinya tenang saat mendengarnya. Sudah lama sekali Bina tidak mendengar ayat suci ini dibacakan.

"Bina," panggil Zafran saat selesai membaca ayat al-quran.

"Iya, Ustaz Ganteng?" Bina menepuk mulutnya. "Eh, maaf."

"Anjir, Bina! Malu-maluin lo!" batin Bina pada dirinya sendiri.

Zafran menunjukkan senyum tipisnya. "Bisa bicara di sebelah sana?" tunjuknya ke bagian masjid yang luang.

Bina mengangguk dan mengikuti langkah Zafran. Bina dan Zafran duduk berhadapan, hanya dipisahkan oleh jarak sekitar setengah meter.

"Kamu bisa baca al-quran?" tanya Zafran.

Bina menggeleng lesu. "Saya nggak bisa, makanya saya nggak mau ikutan tadarus."

"Saya ajari kamu, sini." Lelaki itu membuka iqro dan mulai mengajarkan Bina.

"Tapi saya bodoh, Ustaz. Saya nggak bisa tuh sekali belajar langsung pinter, harus berkali-kali dulu, baru bisa," ucap Bina dengan jujur.

Zafran terkekeh. "Saya siap mengajari kamu sampai pandai."

"Walau harus seratus kali?" tanya Bina menantang.

"Sepuluh ribu kali pun tidak masalah kalau itu demi kamu."

Blush.

Tolong, kepada Ustaz Zafran jangan membuat jantung Bina diskotik. Entah ada apa dengan Bina. Satu minggu terakhir, Zafran memergoki Bina tengah memarahi temannya karena menumpahkan minuman di rok yang ia kenakan.

Zafran memberitahu Bina agar gadis itu bisa lebih lembut. Bahkan saat ia menyuruh Bina mengganti panggilannya dengan saya atau aku, gadis itu langsung melakukannya. Ya ... walaupun hanya kepada Ustaz Zafran saja. Buktinya, kepada Caca saja masih dengan lo guenya.

Namun, setidaknya Bina sudah melakukan perubahan, bukan?

***

"Gimana tadi belajarnya, Bin?" tanya Caca sembari berjalan menuju gerbang kampus.

"Bikin ngantuk tau, apalagi pas tuh Ustaz bahas tajwid, nggak paham gue."

Caca terkekeh. "Pelan-pelan aja, semua butuh proses. Aku tau kamu bisa," katanya sembari menepuk pundak Caca beberapa kali.

"Aku duluan, ya."

"Hati-hati, Bina."

Gadis itu pun memasuki angkutan umum yang masih lumayan luang. Sembari menunggu penumpang angkot penuh, ia memainkan ponselnya bertukar kabar dengan sang mama.

"Assalamualaikum."

Bina menoleh cepat. "Waalaikumussalam. Eh? Ustaz Zafran?" kaget Bina.

"Di angkot gini jangan main handphone, bahaya."

Bina mengerjap. Sadar ucapan itu ditujukkan padanya, lantas Bina pun memasukkan ponsel itu ke tas.

"Ustaz, tumben naik angkot?" tanya Bina kebingungan.

"Memang kenapa?" tanyanya balik. Mata keduanya saling bertatapan.

Zafran memutus kontak mata. Ia tersenyum dan melipat tangannya. "Saya mau mastiin kamu sampai di rumah dengan aman."

Deg!

Jantung Bina rasanya ingin lepas dari tempatnya. Bina salah dengar kan pasti? Mana mungkin Zafran berkata demikian.

"Tadi ustaz ngomong apa, ya?"

"Kamu dengar, Bina."

Bina menggaruk tengkuknya. "Aneh aja."

Bina salah tingkah sendiri. Ia melupakan fakta jika ustaz muda yang kini duduk di sebelahnya adalah lelaki yang sudah beristri.

"Kiri, Pak." Zafran turun lebih dulu.

"Duluan ya, Bina." Zafran tersenyum dan membayar uang angkot.

Bina menoleh ke belakang. Untuk apa ya Zafran turun di butik wanita? Apa membelikan gamis untuk istrinya? Tiba-tiba hatinya tak karuan. Ada apa dengan Bina dan hatinya? Jangan sampai Bina jatuh pada pesona Zafran.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro