18. Rekha

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Benar saja, Rekha membawa Bina ke rumahnya. Bina kira, cowok itu hanya bercanda. Namun, ternyata betulan.

"Rekha pulang, Ma!" Cowok dengan rambut lumayan gondrong itu berujar cukup keras sembari berjalan memasuki rumah.

Bina hanya mengekor di belakangnya. Gadis dengan jeans hitam dan atasan blouse baby blue itu sesekali menoleh ke sana kemari melihat-lihat suasasa sekitar.

Sepi.

Itulah yang Bina rasakan saat pertama kali masuk ke rumah Rekha. Tak berselang lama, seorang wanita berjalan dari arah dapur.

Rekha menarik tangan wanita itu. "Mama, Rekha kan udah bilang jangan masak lagi!"

"Rekha, Mama udah nggak papa. Kamu lihat, lukanya aja udah sembuh." Wanita dengan rambut sebahu itu menunjukkan tangannya pada Rekha.

"Eh, itu siapa?" tanyanya pada saat melihat Bina.

"Itu Rachel?" Bina menatap wanita yang kini menatapnya kagum.

"Saya Sabrina, Tante." Bina menyalami tangan wanita yang Bina yakini adalah mama dari Rekha.

"Dia Bina, temen Rekha di kampus."

"Ngaku-ngaku, padahal belum temenan," batin Bina.

"Oh, Bina, ya? Kenalin, Mamanya Rekha, Mila."

Bina mengangguk sopan. "Maaf, tadi saya masuk gitu aja ke rumah Tante."

"Nggak papa, kamu sama Rekha tunggu di ruang tengah aja, Tante mau siapin minum dulu. Kamu mau minum apa?" tanya Mila.

"Um, apa aja, deh. Saya bantuin ya, Tan."

"Boleh, ayo." Bina dan Mila menuju ke dapur. Lain halnya dengan Rekha yang sudah melenggang pergi ke ruang tengah menunggu kedua orang itu datang.

"Maaf ngerepotin, Tante," cicit Bina merasa tak enak karena sedikitnya kehadiran Bina mengganggu acara masak-masak Mila.

"Nggak, kok. Malah Tante seneng Rekha bawa anak cewek ke rumah, jadinya Tante kayak punya anak cewek. Kamu ngerti kan maksud Tante?" Bina tersenyum dan mengangguk mendengarnya. Syukurlah jika ia diterima di rumah orang. Biasanya kan Bina dinistakan, meskipun di rumahnya sendiri.

"Saya juga seneng ketemu Tante, jadi rasa kangen sama mama saya sedikit terobati setelah lihat Tante," ucap Bina dengan jujur.

"Memangnya Mamanya Bina ke mana?" tanya Mila.

"Mama di Jakarta, saya di Bandung buat kuliah, Tan."

"Wah, hebat dong. Bisa mandiri itu hebat banget, Bina kalau mau main-main ke sini boleh, kok. Anggap aja Tante itu mamanya Bina."

Bina semakin terharu. "Terima kasih, Tante."

***

"Jangan malu-malu, ayo dimakan." Bina mulai mencicipi masakan Mila.

Matanya mengerjap lucu. "Mirip masakan mama."

Mila tersenyum dan mengusap kepala Bina. "Ayo makan yang banyak."

Rekha menatapnya aneh. "Biasa aja kali, kayak yang nggak makan seminggu aja."

"Rekha!" tegur Mila menatap tajam anaknya.

"Tadi aja malu-malu, sekarang malu-maluin." Rekha terus berkomentar pedas membuat Bina seketika emosi. Namun, sebisa mungkin ia tahan ketika melihat Mila yang terus membelanya.

"Berasa punya mama baru gue," batin Bina terkekeh geli.

"Bina," panggil Mila.

"Ya, Tante?"

"Kamu punya pacar?"

Bina tersedak. Mila buru-buru memberikan Bina air minum.

"Gimana, Tante?" tanya Bina sembari mengusap sudut bibirnya.

"Nggak jadi, deh."

"Bina nggak punya pacar, dulu pernah tunangan tapi nggak jadi."

Jawaban Bina membuat Rekha menatap gadis itu. "Siapa yang mau-maunya jadi tunangan lo?"

Bina mencibir. "Kepo!"

"Siapa aja pasti mau kok kalau sama Bina. Orang dia cantik, pinter juga."

"Kalau cantik itu pasti, Tan. Tapi pinter mah kagak!"

"Ah, Tante bisa aja."

"Cantik, sih. Tapi kalau diliat dari lubang sedotan." Rekha menahan tawanya.

Bina menatap cowok itu dengan tajam. "Rekhanya jahat tuh, Tante."

"Rekha! Nggak boleh gitu kamu sama Bina!"

"Mampus, dimarahin emaknya sendiri kan! Emang enak!" Bina tertawa keras dalam hatinya.

Rasanya puas sekali melihat raut kesal dari cowok itu. "Seneng ya lo, serah, deh! Baliknya lo sendiri aja, nggak usah minta anter gue!"

Rekha menaiki tangga menuju kamarnya. Bina ketar-ketir sendiri. Ia sendiri tidak tahu ini daerah mana, lalu bagaimana bisa ia pulang sendirian dalam keadaan hari sudah malam begini?

"Kamu tenang aja, Tante keluarin dari KK kalau sampai dia nggak mau nganterin kamu."

Lagi, Bina tersenyum. "Makasih. Tante terbaik banget, deh."

Mila terkekeh. "Kamu mau tau fakta tentang Rekha?"

Entah mengapa topik ini membuat Bina tertarik. "Kalau boleh, Tan."

"Rekha itu masuk universitas hijrah karena papanya yang daftarin dia. Sebelumnya anak itu susah banget disuruh kuliah, sampai akhirnya papanya geram dan lakuin itu. Untungnya Rekha mau nurut meskipun awalnya harus debat dulu," jelas Mila.

"Rekha sama papanya itu kurang akur. Dulu mungkin mereka lebih cocok sebagai adik dan kakak, sifat dan wajah yang hampir mirip yang bikin semua orang yakin banget mereka itu adik dan kakak. Tapi ... sampai ada satu kejadian di mana Rekha benci sama papanya."

Mila menjeda ucapannya. "Papanya Rekha selingkuh dan milih buat menikah sama selingkuhannya."

Bina tertegun. Ia mengusap tangan Mila seolah menguatkan. Mila tersenyum karenanya.

"Kenapa Tante percaya sama Bina sampai berani bicara sama kamu?" Bina terdiam menunggu kelanjutan ucapan Mila.

"Karena kamu satu-satunya perempuan yang Rekha bawa ke rumah selain Rachel."

***
"Tante mohon kamu mau jadi temen Rekha, ya? Kayaknya Rekha seneng sama kamu. Makanya dia berani bawa kamu ke rumah."

"Bina, woy!" Bina tersentak kaget saat Rekha menoyor kepalanya dari samping.

Bina menatap Rekha dengan tajam. "Nggak sopan lo!"

"Lo ngelamun mulu, elah! Mikirin apa lo? Utang?"

Bina mencibir. "Ah, udahlah. Ngomong sama lo nggak akan ada habisnya."

"Rekha," panggil Bina membuat cowok itu menoleh dengan raut datar.

"Lo kok jadi cowok kasar banget, sih?"

Rekha menghentikan mobilnya. Ia duduk menyamping menghadap ke arah Bina. Tiba-tiba Bina tidak yakin dengan jawaban Rekha. Apakah cowok itu tersinggung?

"Gue kasarnya cuma sama lo doang." Rekha menoyor kepala Bina.

Gadis itu memberenggut. "Nyebelin lo, huh!"

"Bodo amat!"

"Udah gue turun di sini aja!" Bina menepuk-nepuk dashboard mobil Rekha.

"Nanti, kost-an lo masih jauh. Lo diem aja, udah untung gue anterin," ketus Rekha membuat Bina menatapnya sinis.

"Lo yang bawa gue, ya jelas lo yang harus nganter gue baliklah. Gila kali lo!" Bina tak terima.

"Berani lo ngatain gue gila?" desis Rekha.

"Kenapa harus takut?" Bina semakin menantang Rekha.

"Wah, bener-bener lo!"

Rekha menjambak pelan rambut Bina. "Dasar psikopat!"

"I love you too."

"Dih, anjir!" Bina bergidik ngeri. Rekha tertawa.

***

"Makasih, bye!" Bina berlalu meninggalkan Rekha sendirian di depan mobilnya.

"Gitu cara lo berterima kasih?" tanya Rekha menatap Bina dengan satu alis terangkat.

"Ck, terus lo mau apa?" Bina menghela napas lelah.

"Bilang makasih yang bener!" titahnya arogan.

"Makasih Rekha udah nganterin gue sampe ke depan kost-an. Sana pulang, semoga selamat sampai rumah, ya."

Rekha tersenyum geli mendengarnya. "Ok, sana!"

"Ye!"

Bina berbalik dan berjalan menjauhi Rekha yang terus menatap punggung mungil itu menjauh. Sesekali Bina menoleh, gadis itu tampak memeletkan lidahnya ke arah Rekha.

"Lo mirip banget sama dia."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro