17. Gila

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Woy, bisa nggak sih lo jangan ganggu gue!" ketus Bina pada Rekha. Lelaki yang baru berkenalan dengannya kemarin.

Menyebalkan. Begitu pikir Bina pada saat ini. Dirinya tengah sakit dan Rekha malah asyik menggodanya. Dikira sakitnya Bina hanya bahan candaan apa? Tidak lucu!

"Gue tau kok lo cuma akting, kan? Lo sakit cuma buat ngindarin kelas karena lo belum ngerjain tugas dari Ustaz Zafran," ledek Rekha membuat Bina menghela napas.

Saat hendak membalas, Caca lebih dulu menahannya. "Kamu keluar!"

Rekha menatap Caca dengan tatapan sinis. "Dih, sape lu?"

Caca menyipitkan mata. "Kamu nggak perlu tau aku siapa, tapi yang pasti kamu harus keluar sekarang juga!"

Bina menatap punggung Caca yang terus membentengi dirinya dengan Rekha yang berusaha mengambil celah untuk menggoda Bina.

Rekha berdecih. "Gue bakal balik lagi."

Setelahnya lelaki itu pun pergi dari UKS. Bina memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Pasti karena efek mandi keramas malam-malam.

"Makanya, Bin. Kalau udah malem itu nggak usah mandi, mana pake keramas juga lagi. Kan sakit kepala," omel Caca sembari membantu Bina memijat kepalanya.

"Denger lo ngomel makin sakit nih kepala gue," ketusnya membuat Caca mengunci mulut.

"Makan dulu ya, terus minum obat?"

Masih dengan mata tertutupnya. Bina menggeleng. "Gue anti obat, Ca. Sesakit apa pun gue, nggak usah ada obat-obat. Nanti juga sembuh sendiri."

Caca menggeleng. "Ya, udah. Kamu istirahat di sini. Aku beli makanan dulu." Caca menatap Bina. "Dan jangan nolak lagi," lanjutnya saat Bina akan menolaknya lagi.

***
Siang ini setelah mengetahui ada mahasiswinya yang sakit, Zafran langsung turun tangan mengantar Bina pulang. Bukan apa-apa, nanti jika ada sesuatu saat gadis itu pulang, yang dipertanyakan pasti sikap tanggung jawab dari kampus itu sendiri.

"Makasih ya, Ustaz. Padahal sebenernya nggak usah, loh. Saya juga udah biasa naik angkot," ucap Bina merasa tak enak karena harus merepotkan Zafran.

"Padahal gue enek banget deket dia, gara-gara tugas dari dia juga gue harus begadang sampe lupa mandi sore." Bina menggerutu dalam hati. Tatapan sinis sesekali ia layangkan pada lelaki di sampingnya itu.

"Nggak papa, sudah kewajiban saya sebagai dosen fakultas kamu," balas Zafran.

Bina mengangguk. "Ngomong-ngomong, saya belum jalanin hukuman dari Ustaz, besok aja nggak papa, ya?"

Zafran mengangguk. "Kalau kamu sudah sembuh aja."

Bina menghela napas lega. Setidaknya Zafran memiliki sedikit hati agar tidak memaksanya membersihkan buku perpustakaan saat sedang tidak sehat. Bukannya selesai, bisa-bisa pingsan dirinya di sana.

"Nah, di sini aja. Kost-an saya juga di depan itu," ucap Bina menunjuk ke arah warung dengan cat berwarna hijau.

"Bina!"

Zafran menyodorkan keresek putih, Bina menerimanya.

"Di situ ada obat. Kata Caca kamu nggak mau minum obat tablet, jadi saya beliin kamu obat cair. Jangan lupa diminum," ucapnya membuat Bina terenyuh.

"Makasih, Ustaz." Bina hendak turun, tetapi gagal karena Zafran kembali menahannya.

"Kalau butuh sesuatu, jangan sungkan hubungi saya."

Lagi, kepedulian Zafran membuat Bina tersentuh. Ia hanya bisa mengangguk. Wajahnya pasti terlihat sangat bodoh sekarang.

"Sekali lagi makasih banyak, saya turun dulu." Tanpa salam, Bina pun turun dan berdiri di dekat trotoar menunggu mobil Zafran pergi lebih dulu.

Namun, bukannya pergi, Zafran malah membuka kaca mobil dan menyuruh Bina untuk masuk dulu ke kost-an. Keduanya terlibat adu mulut sebentar, hingga akhirnya Bina mengalah.

"Perasaan kemaren dia naik angkot, barusan mobil? Mobil siapa?"

***

Setelah dua hari kemarin, Bina sakit dan tidak bisa masuk kuliah, akhirnya hari ini gadis itu sudah lebih baik dan memutuskan untuk kuliah.

Kelas pun sudah berakhir sejak setengah jam yang lalu. Usai mengisi perut mereka yang keroncongan, Bina dan Caca pun menuju perpustakaan untuk menjalankan hukuman Bina.

"Permisi, saya disuruh Ustaz Zafran bersihin buku."

"Oh, ya. Silakan." Penjaga perpustakaan pun mengizinkan Bina membersihkan dan menata buku-buku itu.

"Ca," panggil Bina yang sedang mengelap buku itu satu persatu. Setelah dilap, buku tersebut langsung masuk ke rak.

"Hm?" gumam Caca.

"Lo pernah dihukum begini juga?" tanya Bina.

Caca menggeleng. "Caca kan anak baik, mana mungkin dihukum."

Bina berdecak. "Terus menurut lo gue nggak baik, gitu?"

Caca menggeleng. "Nggak gitu, Bina. Kamu baik juga, tapi ...."

"Jangan dilanjutin kalo nyakitin!" potong Bina dengan cepat.

"Maaf, Bina. Caca nggak ...."

"Asik, lagi pada ngapain, nih?" Suara seseorang datang dari belakang Bina.

"Lo lagi lo lagi, kayaknya kita ketemu mulu, deh. Apa jangan-jangan jodoh?" Rekha. Lelaki itu adalah Rekha.

Bina ingin sekali menampol wajah sok tengil itu. Ia kira ganteng gitu? Ck, lebih ganteng Zafran ke mana-mana.

"Mau apa lo?" tanya Bina dengan santai.

"Bin, nggak usah diladenin. Dia nakal." Caca menarik tangan Bina agar menjauh.

"Gue pengen kenalan deh sama lo." Rekha tersenyum tak menanggapi ucapan Caca padanya.

"Gue Bina, udah kan?" kesal Bina.

"Nggak gitu, Cantik. Maksud gue kenalan ya jalan kek," ajak Rekha masih dengan senyum manis terpatri di bibirnya.

"Jalan ke mana, hm?" Zafran datang dan menghalangi Rekha yang hendak menyentuh Bina.

Zafran berdiri di depan Rekha. Punggung tegapnya melindungi Bina dan Caca dari lelaki kurang belaian seperti Rekha.

"Ck, ke mana aja asal sama Bina. Minggir lo!" Dengan berani Rekha menyingkirkan Zafran.

Belum sampai berpindah satu senti pun, Rekha sudah lebih dulu terjatuh di lantai.

"Keluar!" titah Zafran dengan nada dingin yang mendominasi.

Rekha tertawa sumbang. "Bin, asal lo tau. Gue nggak seburuk itu."

Setelah mengucapkan itu, Rekha pergi dari perpustakaan. Tinggallah Caca, Bina, dan Zafran.

Tanpa berbalik, Zafran menyuruh Bina dan Caca agar segera pulang. Lelaki itu pun keluar.

"Kayaknya Ustaz Zafran nggak suka banget sama si Rekha," gumam Bina yang tak sengaja terdengar oleh Caca.

"Rekha itu bandel, Bin. Dia disuruh ini susah, maunya gimana dia, nggak suka aturan, urakan," jujur Caca membuat Bina mengernyitkan kening.

"Lo tau banget tentang dia?"

Caca menyengir. "Pernah nanya sama Ustaz Zafran."

***

"Bina nggak papa nunggu sendiri? Atau mau Caca pesenin ojek online juga?"

Sedari tadi yang dilakukan Caca dan Bina hanya berdebat. Ojek online Caca sudah sampai sejak lima menit yang lalu, itu artinya keduanya sudah berdebat selama itu.

"Astaga, Ca. Lo pulang aja duluan, gue mau naik angkot. Itu kasian ojol lo," ucap Bina membuat Caca bingung.

"Kasian kamu nggak ada temennya di sini."

"Nggak papa, Ca. Gue udah gede juga, bisa jaga diri, bentar lagi paling lewat tuh angkot." Bina terus meyakinkan gadis bawel satu itu.

"Ya, udah. Caca duluan, ya."

Bina menghela napas lega. Akhirnya Caca mengalah juga. "Ya, sana! Kasian mang ojol tuh!"

Seperginya Caca, Bina menunggu angkutan umum sendirian. Biasanya banyak yang lewat, tetapi sore ini, hanya ada beberapa, itu pun tidak bisa menerima penumpang lagi karena sudah penuh.

"Tumbenan banget nyari angkot susah," keluh Bina dengan wajah memerah kepanasan.

Tin! Tin!

Sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depannya. Bina menatapnya sampai akhirnya kaca mobil diturunkan. Barulah ia sadar jika mobil itu milik cowok menyebalkan yang senang mengganggunya akhir-akhir ini.

"Bareng gue aja, yuk. Gue nggak tega liat lo kepanasan gitu."

"Nggak usah. Gue mau naik angkot aja." Bina tetap kekeh pada pendiriannya.

"Ck, susah, Bin. Di belakang sana ada kecelakaan, jadi angkot jarang lewat, kalau pun ada pasti penuh ngangkut penumpang yang lain," ucap Rekha membuat Bina berpikir keras.

"Pantes daritadi cuma ada satu dua," batin Bina.

"Lo nggak bohong?" tanya Bina.

Rekha terkekeh. "Segitunya banget lo sama gue. Mana ada gue bohong. Coba aja lo tunggu sampe malem, jago kalau ada."

Bina butuh bantuan Rekha. Namun, di sisi lain otaknya sadar Rekha itu cowok tengil dan nakal. Sisi lainnya tiba-tiba memutar ucapan cowok itu tadi saat di perpustakaan. "Gue nggak seburuk itu."

Dengan sedikit menurunkan gengsi. Bina masuk ke mobil Rekha. Cowok itu tersenyum senang.

"Mau dianter ke mana? Rumah gue atau cafe?"

Bina mengerutkan kening. "Kost-an gue."

"Ok, rumah gue."

Bina membuka pintu mobil. Sial, Rekha menguncinya.

"Buka! Gue mau turun aja!"

"Nggak bisa, Bina."

Tangan Rekha terulur mengusap kepala gadis itu. "Lo lucu kalau lagi takut gini."

"Gue jadi mikir, apa gue buat lo takut aja tiap hari?" lanjut Rekha dengan senyum misteriusnya.

"Gila!" Rekha tertawa mendengar umpatan itu.

"Gue juga suka sama lo."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro