Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bina meninggalkan Agam di saat hari jadi pertunangan mereka yang pertama. Agam sakit hati karena Bina meninggalkannya begitu saja. Lelaki yang saat itu berusia dua puluh tujuh tahun merasa harga dirinya diinjak-injak oleh gadis berusia dua puluh dua tahun.

Tak adil rasanya jika hanya Agam yang tersakiti, sedangkan Bina tidak. Bagai disambar petir, kenyataan itu menimpa hidup Bina. Hidup yang dulunya serba bebas, tiba-tiba menjadi serba terbatas.

"Apa alasan kamu menyudahi hubungan ini?" tanya orang tua lelaki itu.

Bina hanya mengedikkan bahu tak acuh. "Bosan. Dia terlalu mengekang."

Agam tak habis pikir. Mengekang katanya? Tolong, siapapun jangan percaya! Agam sama sekali tak pernah mengekang Bina. Jika yang dimaksud mengekang itu dengan melarang mabuk dan merokok, apa Agam salah?

Perasaan tidak nyaman itu timbul saat melihat Bina yang merokok melebihi dirinya. Mabuk setiap malam dan pulang dengan ocehan yang selalu Agam dengar. Bukan tidak mungkin sepulang dari bar tempatnya meminum minuman haram itu, Agam selalu mendengar tunangannya mengatakan jika ia ingin putus, ia yang mencintai lelaki lain, bahkan terang-terangan mengatakan jika ia sudah tidur dengan lelaki lain.

Sakit? Tentu saja! Namun, Agam tak seegois itu untuk memutuskan Bina. Ia yakin Bina bisa berubah, tetapi belum sempat Agam menarik Bina agar kembali ke jalan yang benar, naas Agam sudah diputuskan lebih dulu oleh sang tunangan.

"Agam, kenapa kamu diam saja?" tanya seorang wanita dengan rambut sebahu. Mama dari Agam yang sangat menyanyangi anak sematawayangnya.

"Bina, kita perlu bicara."

Merasa dipanggil, ia mendongak melihat Agam yang sudah bangkit. Dengan malas, ia pun bangkit mengikuti langkah Agam.

"Apa?" tanyanya ketus saat keduanya sudah berdiri berhadapan.

"Kamu yakin dengan apa yang kamu pilih?" tanya Agam membuat Bina terdiam.

Tak lama gadis itu terkekeh. "Serius nanya itu? Ya jelas yakin lah! Mana ada seorang Bina ragu."

Agam menghela napas. "Jangan sampai menyesal."

"Nggak akan!"

Tangannya menepuk kepala Bina. "Kalau lelah, aku di belakangmu."

Seperginya Agam sekeluarga. Bina menuju kamar dan mengempaskan tubuhnya di ranjang. "Tentu gue nggak salah. Semua udah gue rencanakan dengan matang, dan gue seneng karena satu rencana sudah selesai."

Mata itu tertutup, tetapi otaknya sama sekali tak bisa tenang memikirkan apa yang Agam katakan tadi sebelum benar-benar pergi.

"Semoga kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan."

Bina membuka mata. "Maksud dia karma?"

Gadis itu tertawa. "Jaman sekarang mana ada karma! Aneh banget itu tua bangka!" Lagi, dirinya tertawa geli membayangkannya.

***
Sweetest Karma akan memberikan cerita yang berbeda. Kisah inspiratif dan religi yang berhias romantis. Mari berkelana dengan Sabrina Ghassani untuk memecahkan karma termanis ini.

Ambil positifnya, buang negatifnya. Dengan adanya cerita ini, penulis berharap kita semua bisa saling menghargai sesama manusia dan yang lebih penting, selalu ingat Tuhan.

Siapapun kita, tidak ada apa-apanya tanpa Sang Pencipta. Salam hangat dan selamat datang. Semoga selalu sehat dan bahagia.

Salam hangat

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro