Chapter 01 : Halaman Awal Mula

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kupikir semua ini hanyalah imajinasi.

Kupikir aku sudah cukup gila sehingga melihat kejadian-kejadian aneh belakangan ini.

Namun, semua ini nyata.

Sekeras apapun usahaku untuk menolak, pada akhirnya, yang dapat kulakukan hanyalah percaya.

"Anise, bisa tolong antar hasil ulangan ini ke ruang guru? Hari ini aku ada piket kelas. Tolong, ya?"

Panggilan yang ditujukan kepadaku membuat langkah kakiku yang hendak keluar dari kelas terhenti. Kusempatkan diri untuk berbalik, menatap pelaku yang memanggil namaku.

Mata gadis itu menatapku penuh permohonan dari balik bingkai kacamata kotak yang bertengger di batang hidungnya. Aku melirik tumpukan kertas yang ada di atas meja guru, kemudian mengangguk pelan. "Oke."

Setelah mendengar jawaban dariku, gadis yang menjabat sebagai sekretaris kelas tersenyum lega. "Terima kasih, Anise!"

Aku mengembuskan napas pelan, menyelempangkan tali tas ke bahu, kemudian meraih tumpukan kertas tersebut ke dalam dekapan. Berjalan menelusuri koridor dalam keheningan diri, hanya terdengar sayup-sayup suara murid yang sedang melakukan kegiatan ekstrakurikuler di Lapangan. Suasana yang tenang, begitulah yang kurasakan beberapa detik lalu, jika saja bayangan tersebut tidak datang menghampiri penglihatanku.

Sekelebat kegelapan memenuhi pandanganku, kemudian kegelapan tersebut tergantikan oleh sepotong kejadian. Terlihat di sana, aku tengah berjalan sendirian di Koridor. Bola yang dimainkan oleh anggota ekstrakurikuler sepak bola di lapangan melayang ke arahku, lantas menghantam kepala hingga keseimbanganku goyah dan berakhir terjatuh ke lantai bersama kertas nilai yang berserakan.

Aku tersentak pelan. Pandanganku kembali seperti semula. Aku menghentikan langkahku, kemudian menoleh ke arah lapangan. Salah seorang pemain bola menendang bola terlalu keras sehingga bola tersebut melesat cepat dan menghantam jendela yang berada beberapa langkah dari tempatku berdiri. Aku refleks mundur ketika kaca yang dihantam oleh bola pecah. Serpihannya menyebar ke mana-mana, tetapi beruntung tidak mengenaiku. Melihat para pemain berbondong-bondong menghampiri saat melihat kebodohan yang baru saja mereka buat, aku segera memutar arah, malas berinteraksi dengan mereka.

"Hei, kamu yang ada di sana!"

Aku mendesis kesal ketika eksistensiku disadari oleh mereka. Dengan malas, aku kembali memutar tubuh, menghadap lelaki dengan sebuah tanda yang melingkari lengan kirinya. Sepertinya dia sang kapten.

"Kamu baik-baik saja?"

Basa-basi yang sudah basi, membuatku memutar bola mata. Malas meladeninya lebih jauh, aku mengangguk pelan.

"Kamu yakin? Apa percahan kaca itu mengenaimu?"

Lantas, apa pedulimu? Aku mengerutkan dahi, kemudian menggeleng.

Laki-laki itu menatapku dengan tatapan kurang percaya, lalu dia berkata sembari menepuk kepala salah satu temannya. "Aku minta maaf atas ulah anggotaku. Untung saja tidak mengenaimu. Hey, ayo kamu juga minta maaf!"

"Ma-Maaf ...." Temannya membungkuk pelan.

Aku kembali menggeleng, mendekap erat tumpukan kertas yang sebenarnya membuat tanganku pegal.

Pandangan lelaki itu berubah ke arah tumpukan kertas yang kubawa. Seakan sebuah cahaya melintas di kepalanya, dia segera merebut tumpukan kertas tersebut dari tanganku, membuat kedua alisku bertaut menjadi satu.

"Ah, biar aku bawakan untukmu. Kamu akan membawanya ke Ruang guru, bukan?"

Aku mengangguk pelan.

"Sebagai permintaan maaf, akan aku bawakan. Hey kalian! Cepat bereskan kekacauan ini. Aku akan melapor ke guru sekaligus membawakan kertas gadis ini."

... Padahal aku tidak meminta untuk dibantu.

Aku benar-benar tidak mau terlalu banyak berinteraksi, jadi aku iyakan saja agar cepat selesai dan aku bisa pulang. Aku dan lelaki tak kukenal ini berjalan bersama menuju ruang guru melewati lapangan, karena koridor tadi terhalang akibat pecahan kaca.

"Kalau tidak salah, kamu anak kelas 3B, 'kan? Aku pernah melihatmu keluar-masuk kelas 3B. Kalau boleh tahu, siapa namamu?"

Kepalaku serasa hendak meledak akibat ocehan tidak penting lelaki ini. Apa jika aku menjawab semua pertanyaannya dengan singkat, dia akan puas dan berhenti bertanya?

"Anise," jawabku.

"Nama lengkap?"

"Anise Soraya."

"Salam kenal, Anise! Namaku Kevin."

Apa aku pernah bertanya tentang namanya? Kurasa tidak.

Laki-laki bernama Kevin ini sangat berisik, dia tidak ada hentinya berbicara sejak kami melangkahkan kaki bersama. Jujur saja, hal itu membuatku risi. Aku benci keramaian. Meski saat ini aku hanya bersama Kevin, tetapi kadar banyak bicaranya setara dengan sebuah kelompok.

Dalam hati aku berharap agar segera sampai di ruang guru dan pulang.

Sebenarnya, bisa saja aku kembali lebih dulu dan Kevin yang mengantarnya sendiri ke Ruang guru. Lagi pula dia yang membawa kertasnya, sedangkan aku kosong tangan. Namun, bukankah nanti guru bertanya-tanya mengapa pekerjaan kelas 3B dibawa oleh anak kelas lain?

Syukurlah kami telah tiba di ruang guru. Aku mengambil alih tumpukan kertas dari tangan Kevin, kemudian meletakkannya di atas meja guru sejarah.

"Anise? Mengapa kamu yang mengantarkan nilai ulangannya? Bukankah aku mengutus Elsa?" Guru sejarah menaikkan sebelah alisnya. Mata sipitnya itu menatap lurus kepadaku dengan pandangan menuntut jawaban.

"Elsa sedang piket," jawabku singkat.

"Begitu ya. Ah, ada Kevin juga. Apa keperluanmu ke mari?"

Kevin tersenyum, membungkuk singkat sebagai salam. "Aku ingin melapor bahwa ada kaca jendela yang tidak sengaja kami pecahkan ketika jam ekstrakurikuler berlangsung. Aku mewakili klub sepak bola meminta maaf. Kami akan bertanggung jawab menggantinya."

"Itu berita buruk. Aku akan ke sana untuk memeriksa. Bisakah kalian merapikan surat-surat ini, kemudian dibagi sesuai jumlah kelas 3? Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja."

"Tentu!" Entah mengapa, Kevin terlihat sangat gembira, berbeda denganku yang sama sekali tidak senang mendengarnya.

Padahal aku ingin pulang ....

Ketika guru sejarah melangkah keluar dari ruangan, kami berdua duduk di lantai samping meja guru sejarah, mulai merapikan kertas.

"Kamu tidak banyak bicara, ya? Apakah kamu memang pendiam seperti ini atau karena kita belum akrab?" tanya Kevin seraya menjepitkan paper clip ke beberapa kertas.

"Ya," jawabku pelan.

"Yang mana?"

"Pilihan pertama."

Kevin tertawa pelan, entah apa yang lucu dari jawabanku. "Kamu orang yang menarik. Pasti yang ada di pikiranmu hanya ingin pulang, ya?"

Aku tidak bisa membantah. Apa yang dia katakan memang benar.

"Padahal kita sudah berada di tahun terakhir sekolah. Apa rencanamu setelah lulus nanti?"

Tanganku gatal ingin mengaitkan paper clip ke mulutnya agar dia berhenti bicara.

Aku menghitung tumpukan surat. Sebentar lagi semuanya selesai dan aku bisa pulang.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku," ujar Kevin, memasang wajah pura-pura merajuk.

Aku menatapnya tanpa ekspresi, mengembuskan napas pelan, kemudian menjawab, "Mungkin bekerja."

"Bekerja? Kamu tidak berniat melanjutkan ke perguruan tinggi?"

"Sama sekali tidak."

Kevin menaikkan sebelah alisnya, menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti. Dia berhenti berbicara, dan kami melanjutkan pekerjaan dalam keheningan

Sangat damai--

"Apakah kamu permah mendengar berita tentang fenomena hujan langka?"

Gerakkan tanganku terhenti.

Tidak menunggu responku, Kevin kembali melanjutkan, "Fenomena ketika seluruh belahan bumi mengalami hujan secara serentak, bukankah itu aneh? Bahkan hingga saat ini, para ilmuwan pun belum menemukan penyebabnya." Lelaki bersurai hitam kelam itu menatapku sesaat. "Kenapa? Jangan-jangan kamu belum mengetahui tentang fenomena ini? Padahal sempat populer dan menjadi buah bibir masyarakat."

Bukan. Bukannya tidak tahu. Aku tahu dengan jelas mengenai fenomena itu, lebih dari orang lain.

Karena fenomena tersebut sedikit mengubah hidupku.

Kevin menatapku dengan tatapan yang tak kumengerti. Hening beberapa saat. Aku terlalu larut akan pikiranku, hingga panggilan Kevin membuyarkan semuanya.

"Hey."

Aku menoleh ke arahnya, menatap penuh tanda tanya.

Kalimat selanjutnya yang terlontar dari mulut Kevin membuat kerutan di keningku semakin dalam.

"Ayo bertukar rahasia."

***TBC***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro