LAYAR 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah seminggu Gusti tidak bisa dihubungi. Ponselnya tidak aktif. Beberapa kali Niki mencoba ke rumahnya, tapi kosong. Hanya satpam dan asisten rumah tangga yang membuka pintu.

Selama dua tahun lebih Gusti belum sekalipun membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Kebetulan juga Niki mulai sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga mereka asyik dengan kesibukan masing-masing. Tidak sekali dua kali pula Rudi menanyakan tentang hubungannya dengan Gusti. Wajar jika seorang ayah bertanya pada sang putri yang sudah lama berpacaran dengan seseorang. Lebih baik diresmikan secepatnya untuk menghindari fitnah.

Tidak ada yang salah dalam hal ini. Hanya saja jika semua pihak terus diam tidak mengambil sikap, sepertinya akan sulit. Baik Niki maupun Gusti harus ada yang berani memulai bicara dan mengambil langkah selanjutnya.

"Aku ngerti, Nik. Kita cari waktu lagi untuk bicara sama Ayah. Oke?" Gusti memastikan lagi sebelum pamit, mereka baru saja selesai makan siang bersama. Dan Gusti harus balik ke kantor lagi sebelum jam dua siang.

Niki mengangguk. "Hati-hati, ya!"
Dibalas Gusti dengan senyum paling manis. Perasaan Niki membaik setelah bertemu Gusti dan membicarakan semuanya. Gusti sangat mengerti kondisi Niki sebagai perempuan. Tetapi ada satu masalah yang belum bisa dia ungkapkan pada Niki.

Niki kembali ke area dengan suasana hati lebih lega. Hari itu Ran tidak turun area, dia memilih ikut shift siang karena kondisinya kurang sehat. Dia menyelesaikan beberapa laporan bulan lalu yang belum selesai.

Area dalam keamanan maksimal. Di toko ada belasan karyawan yang bertugas menjaga keamanan toko. Security gedung hanya bertugas menjaga gedung saja. Untuk dalam area toko, SDS memiliki security sendiri. Mereka secara bergiliran memakai baju bebas atau seragam SDS. Semua berkeliling dalam waktu tertentu dan langsung lapor.

Niki melewati depan monitor, dan sempat mengobrol dengan Joana. Tiba-tiba ada seorang ibu yang menghampirinya dengan penuh emosi. Dari penampilan sepertinya orang tersebut dari kalangan sosialita. Dia adalah Sarah, ibunya Gusti.

"Anda bernama Niki, kan?" tanya Sarah sambil melirik ID card di dada Niki. Senyum sinisnya muncul saat menemukan jawaban dari pertanyaannya.

Firasat tidak enak hadir, apalagi dengan ekspresi datar lebih ke sinis dan merendahkan dari orang di depannya. Niki menekan emosinya, dia tahu ini bukan masalah kecil. Apalagi sekarang mereka berada di muka umum.

"Saya Niki, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" Niki sudah terbiasa menghadapi customer dengan model macam-macam. Sayangnya yang dihadapi ini bukanlah customer.

"Saya ibunya Gusti," bisik Sarah sambil mendekati Niki. Sontak Niki terbelalak, hal ini sangat tidak baik kalau mereka terus bicara di area.

"Tante, maafkan saya. Kita bicara di tempat lain, ya? Silakan ke ruangan saya."

"Sepertinya tidak perlu. Toh, saya juga ngomongnya pelan-pelan, meskipun ingin sekali saya berteriak dan memaki kamu."

Niki terhenyak dengan pernyataan Sarah. Tidak mengerti kenapa beliau bersikap demikian. Baru ketemu pertama kalinya, seburuk itukah Niki di mata Sarah. Inilah jawaban kenapa Gusti belum memperkenalkan dirinya ke orang tuanya. Gusti bilang orang tuanya sedang sibuk ke luar negeri. Nyatanya sekarang di hadapannya. Beliau di Indonesia.

Timbul pertanyaan lain di hati Niki. Bagaimana dengan ayahnya Gusti? Sependapatkah dengan istrinya? Niki tak mampu lagi berkata-kata. Dia cuma diam, memilih tidak bereaksi apa pun, meskipun hatinya bergejolak meminta pelampiasan untuk keluar.

Beruntung di sana hanya ada Joana, cuma dia yang mendengar semua perkataan Sarah. Secara tidak langsung Joana mendukung Niki. Beberapa kali dia ingin menengahi untuk membela, tetapi ditahan Niki. Akan timbul keributan kalau Joana ikut campur.

"Lalu apa yang Tante mau?" tanya Niki dengan nada datar. Ingin sekali membalas keketusan Sarah, tetapi dia masih ingat sopan santun. Sarah adalah orang tua, mungkin seumuruan dengan ibunya.

"Cuma satu. Jauhi Gusti! Saya tidak merestui hubungan kalian. Ingat itu!" Sarah pergi dengan sangat elegan. Seolah-olah tidak terjadi apa pun.

Joana langsung mengajak Niki duduk di dalam ruangan monitor, tetapi Niki menolak. Dia merasa harus pergi dari sana. Ya, lebih baik menjauh sementara dari lokasi marah-marahnya Sarah.

***

Seperti biasa rooftop menjadi tempat Niki menghilangkan toxic negatif dari dirinya. Semua hal dia ingat kembali, puzzle yang tersebar berusaha Niki rangkai. Selama dua tahun lebih hubungannya dengan Gusti tidak ada rahasia. Itu menurut Niki sebelum peristiwa tadi. Ternyata terkuak fakta Gusti menyimpan rahasia besar, dan Niki merasa tertipu.

Gusti selalu memberi support pada Niki setiap ditimpa masalah. Pengertian dan selalu tahu cara membuat hatinya senang dan tidak merasa sedih lagi. Meskipun tidak bisa membantu banyak dalam masalah pekerjaan Niki, tetapi Gusti selalu menyemangati dengan kalimat dan kata-kata yang menghibur. Niki tidak bisa menyingkirkan itu semua dengan satu kebohongan.

Sayangnya, kebohongan kali ini menghalangi kebersamaan mereka. Restu orang tua hal paling krusial dalam suatu hubungan. Oke, Niki mulai bangun dari galaunya. Dia harus melakukan sesuatu, tidak bisa diam terus dan membiarkan Gusti terus membohonginya.

Ran menghubungi Niki saat tidak menemukannya di area. Lima belas menit lagi prosesi tutup toko. Ada beberapa hal yang mau dia sampaikan di meeting semua area. Tetapi teleponnya tidak diangkat.

"Dari mana aja, sih?" semprot Ran begitu melihat Niki keluar dari lift paling ujung. Beruntung tidak banyak orang di sana.

Niki tidak merespon, dia hanya menunduk sambil berjalan.

"Niki, saya bicara sama kamu," timpal Ran lagi. Agak kesel juga dikacangin. Ran mengejar langkah Niki lalu mencekal lengannya. Dia punya firasat tidak bagus.

"Nik, berhenti dulu. Ada apa? Kamu ada masalah?" Kali ini Ran bertanya dengan lembut. "Niki, lihat saya! Ini perintah!" tambahnya.

Niki menatap Ran. Dia pikir dirinya sudah kuat, tetapi saat matanya bersirobok dengan Ran, pertahanannya jebol. Air mata lagi-lagi tidak bisa diajak kompromi. Kenapa di depan Ran dirinya serapuh ini?

***

Nangis lagi Niki, mana di depan Ran. Untung Ran anu, ya. Eh, cinta sama Niki, gitu.

Bilang napa sih, Ran? Ambil kesempatan, gitu.
Ajaran sesat, ya.😁

Alhamdulillah, selalu bersyukur bisa up lagi. Semoga lancar ide melanjutkan part berikutnya, sampe tamat. Aamiin.

Jangan lupa vote dan komen, ya. Makasih udah ngikutin Niki, Gusti, dan Ran. Dampingi terus, ya.

Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro