LAYAR 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nik, Ayah minta keikhlasan kamu. Ijinkan Bunda pergi. Ayah tidak tega melihat raga Bunda tersiksa. Setiap anfal selalu ada tindakan untuk mengembalikan detak jantungnya. Tetapi itu menyakitkan, Nak. Ayah mohon." Rudi berbicara dengan berurai air mata.

"Niki nggak paham, Yah. Ayah ingin Bunda pergi. Kenapa kita nggak berusaha semampu kita dulu. Dokter juga bisa membuat jantung Bunda berdetak lagi kan sekarang?" Niki tidak memahami jalan pikiran Rudi.

"Iya, Bunda memang kembali. Dan dia sadar dari komanya. Tetapi kamu tahu apa yang dia katakan pada Ayah?"

Niki sebenarnya tidak ingin mendengar alasan Rudi lagi. Tetapi demi rasa hormatnya Niki bergeming dan tetap memasang telinganya.

"Bunda lelah dan sakit. Bunda meminta keridhoan Ayah untuk memaafkan semua kesalahannya. Dan Ayah paham apa maksud Bunda. Jadi, Ayah mohon. Temui Bunda, doakan beliau dan ikhlaskan hati kamu. Karena Bunda akan merasakan kamu sudah siap dia lepaskan."

Hati bergejolak mendengar seseorang yang kita sayangi dengan sepenuh jiwa, ingin pergi. Tetapi rasa ikhlas itu masih jauh terasa. Haruskah Niki paksakan ikhlas itu sampai lebih cepat? Niki memasuki ICU tempat Ayu berbaring.

Tubuhnya makin kurus hanya dalam beberapa hari. Napas Ayu teratur dan tampak seperti tertidur biasa. Hatinya gamang, antara menuruti permintaan Rudi atau tetap ingin Ayu bertahan. Ya Allah, Engkau Maha Tahu isi hati setiap hamba-Mu.

Ayu membuka mata, dia menyadari kehadiran Niki. Senyumnya muncul meskipun tercampur dengan rasa sakit yang tersirat dari ekspresi wajahnya.

"Bunda, ini Niki. Ada yang Bunda mau?" Ayu menggeleng perlahan. Tangannya terulur meminta Niki lebih dekat.

"Kamu kenapa?" tanya Ayu. Genggamannya masih kuat Niki rasakan.

"Nggak ada apa-apa, Bun. Semua baik-baik saja. Niki minta maaf untuk kesalahan yang pernah Niki lakukan. Maaf untuk kealpaan Niki yang belum bisa buat Bunda bahagia."

Ayu menggeleng lagi sambil terus tersenyum.
"Bunda maafin kamu, meskipun nggak ada yang harus dimaafkan. Bunda boleh minta sesuatu?"

Niki tercekat, apakah ini saatnya dia harus melepas Ayu. "Boleh dong, Bun. Mau apa?"

"Ran ada di sini?" Kening Niki berkerut. Ran? Oh, mungkin Ayah cerita soal Ran tadi.

"Ada, Bun. Di luar ngobrol sama Ayah."

"Tolong suruh ke sini. Bilang Bunda yang minta." Niki mengangguk dan mengajak Ran masuk.

"Tolong penuhi keinginan Bunda. Kalian menikahlah!" Niki sontak menoleh ke arah Ran. Begitu pula sebaliknya. Ran sendiri sudah tahu dari Rudi. Dan Niki memang harus mendengar sendiri dari Ayu tentang permintaannya. Niki hendak bicara tetapi tangannya langsung digenggam Ran. Dengan isyarat mata, Ran meminta Niki diam dulu.

"Jangan protes, ikuti semua kemauan Tante dulu," bisik Ran tepat di telinga Niki. Lalu mulai menjalankan misinya.

"Tante jangan khawatir, ya? Semua kan baik-baik saja. Kami akan menikah secepatnya. Bahkan hari ini saya akan siapkan semuanya." Ran sangat yakin dan percaya diri berbicara seperti itu.

Ayu tersenyum lega, napasnya mulai tersengal. Niki cemas, genggaman tangan Ayu juga sebentar menguat lalu lemah. Ayu anfal lagi. Perawat dan dokter semua berkumpul. Rudi di samping Ayu dan membisikkan asma Allah di telinganya.

Bibir Ayu mengikuti bimbingan Rudi dengan susah payah. Namun napasnya perlahan melambat, tersengal sekali, lalu mengembus perlahan dan terdiam. Terdengar bunyi melengking panjang tanpa putus dari alat pendeteksi tanda kehidupan Ayu. Semua mengucap 'Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.'

Niki tidak terima begitu saja. Dia mendekat pada raga Ayu yang ruhnya telah pergi. Kali ini pertahanannya hancur, air matanya deras mengalir tak terbendung.

"Bunda kenapa pergi? Bukankah Bunda ingin Niki menikah? Niki akan menikah, Bun. Niki akan penuhi semua keinginan Bunda. Tapi kenapa Bunda tidak menemani Niki dulu sebagai pengantin? Bunda bangun, Niki mohon!"

Rudi meminta Ran membawa Niki. Meskipun penuh perlawanan, Niki akhirnya roboh dalam pelukan Ran.
"Sabar, Nik, tenangkan hatimu!" bisik Ran lembut sambil mengusap punggungnya. Niki tidak sadar selama beberapa jam. Dia shock dan juga kelelahan.

***

Prosesi pemakaman lancar. Ran membuat haru semua karyawan yang hadir di pemakaman. Dia turun ke liang lahat bersama Rudi. Niki sudah bisa memahami keinginan Ayu dan semua yang dikatakan Rudi saat di rumah sakit.

Sebagai CEO Surya Departemen Store, Pak Adhyatama menyesal tidak datang di pemakaman. Beliau sedang berada di luar untuk meresmikan kerjasama dengan negara Korea Selatan. Tetapi dua karangan bunga besar sampai di rumah Niki. Atas nama SDS dan satu lagi dengan nama Pak Adhyatama.

Semua akan berlalu, hidup harus terus berjalan. Niki harus siap dengan semua rintangan dan cobaan di depan sana. Rasa kehilangan harus  membuat Niki jadi pribadi yang lebih mandiri, kuat dan bijaksana.

***
Jadi ikutan mewek ngetik part ini. Yang kuat ya, Nik!

Banyak reader yang nemenin, kok.

Aaiih, maafkan part ini penuh bawang sepertinya.

Alhamdulillah, bisa up.
Saya harus lanjut ngetik lagi. So, selamat membaca.

Love for all of you.💞💞😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro