|3|

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kuuko masih belum mengetahui alasan, mengapa makhluk seperti Sasara ini selalu menempel padanya kemanapun ia pergi. Dulu awal-awal, ia selalu menanyainya pertanyaan tentang hal itu, namun entah Sasara yang terlalu gigih menyembunyikan atau bagaimana, makhluk tembus pandang itu selalu mengalihkan topik, dan tak jarang mengabaikannya. Padahal kalau dipikir-pikir, ia tak pernah menyinggungnya. Pertemuan awal mereka saja agak tidak jelas, yang tak dimengerti Kuuko sampai sekarang, semenjak mereka pertama bertemu Sasara mendadak saja menempel padanya, hingga tanpa sadar Kuuko lama-lama terbiasa akan kehadirannya.

Toh, sebenarnya membiarkan makhluk itu menempel padanya sama sekali bukan masalah besar. Setidaknya, ia dapat memblokir makhluk-makhluk dengan visual menyeramkan yang berusaha mengancamnya. Kuuko masih tak dapat mengetahui, mengapa semenjak Sasara selalu di sisinya, makhluk-makhluk itu tak berani mendekatinya. Bahkan menampakkan diri saja tak berani.

Kira-kira itu dimulai pada malam musim panas, terlalu dingin, terlalu gelap, Kuuko—yang baru saja masuk SMA beberapa minggu lalu— harus berada di pekarangan belakang sekolahnya untuk membantu sepupunya yang cengeng, mencari boneka kesayangannya. Beruntung satpam memperbolehkan, dan berusaha ikut membantu. Jyushi masih menangis dengan ingus yang menempel, ketika mengobrak-abrik semak-semak di dekatnya. Kuuko sendiri hanya membantu dalam diam, sesekali bakal meneriaki Jyushi, ketika sepupunya itu menangis lebih keras.

Keduanya mencari untuk waktu yang lama, sebelum kemudian Jyushi menyerah dan menangis semakin keras. Sakit menyerang kepala Kuuko, ketika telinganya menangkap tangisan sepupunya yang begitu cempreng.

"Jangan menangis. Amanda akan ketemu," tukas Kuuko agak kesal. Dia ingin memukul kepala sepupunya, namun tak ingin membuat anak itu menangis makin menjadi, Kuuko berganti mengusap-usap kepala.

"Huhu, Kuuko-san bagaimana ini, hiks? Bagaimana jika amanda diculik hantu!!! Huwaaa!" Isak tangis Jyushi makin menjadi. Dan Kuuko bisa merasa kepalanya yang makin pusing, telinganya benar-benar gatal.

Ia menggerakkan kelopak matanya, memperhatikan sekeliling. Isak tangis Jyushi benar-benar menganggu, serta suara-suara makhluk-makhluk itu yang membuatnya ingin menonjok mereka. Kepala Kuuko terasa layaknya dihantam asteroid, hampir ingin membuat dirinya sendiri tak sadar saja agar tak lagi mendengar suara mengerikan bercampur satu ini. Kuuko menekuk alisnya, memijat pelipisnya, sebelum kemudian meneriaki Jyushi lagi dan lari dengan alasan mencari di area lain.

Ia benar-benar tak tahan. Astaga. Salah apa sih dia malam ini?

Kuuko menghentikan langkah kakinya di depan gedung sekolah. Menggosok wajahnya sejenak, ia mencoba kembali mencari-cari boneka babi sepupu cengengnya itu, agar ia bisa cepat-cepat pulang ke rumah.

Memandang langit kelam, Kuuko mengobrak-abrik sekelilingnya, hingga kemudian ia mendadak bertabrakan dengan sepasang netra yang bercahaya di tengah selimut malam. Malam itu begitu gelap, hanya ada satu lampu yang tak dapat menyinari seluruh halaman sekolah. Kuuko memandang kaku sosok makhluk yang semenjak tadi membuatnya risih, namun makhluk itu sama sekali berbeda.

Tak ada mata bolong, atau darah yang dilebih-lebihkan. Tak ada wajah hancur, atau mulut robek. Tak ada patah tulang, atau kepala yang tak pada tempatnya. Ia lebih tampak seperti manusia, jika saja kulitnya tidak terlalu pucat, serta tubuhnya yang terlalu transparan. Wajahnya sama sekali tak ada yang hancur, wajah itu sangat ... indah. Kuuko menatap lambat pada sosok makhluk dengan seragam sekolah serta surai kehijauan, hampir melamun, dan entah mengapa detak jantungnya berdetak sedikit cepat.

Ketika kesadaran menariknya, Kuuko berkedip, dan baru menyadari bahwa makhluk itu tengah mendekatinya. Kuuko mengerutkan kening, sebelum ia buru-buru melarikan diri, namun ketika ia melangkahkan kakinya tubuhnya sudah lebih dulu diselimuti dingin yang mematikan.

Terlalu dingin.

Kuuko menggigil.

Namun anehnya tubuhnya sama sekali tak berniat, melepaskan dingin yang menyelimuti tubuhnya sepenuhnya.

Kuuko masih bertanya-tanya, bahkan ketika dingin itu tak lagi dirasakannya. Makhluk itu masih menatapnya, sepasang netra bright gold yang terlihat kembali bersembunyi, dan Kuuko entah mengapa menangkap jejak kerinduan dari ekspresinya.

Mengapa?

Ranumnya tetap tertutup, sebelum kemudian ia mendengar suara serak dari makhluk di hadapannya. "Akhirnya ketemu!"

Dan tanpa dosa, makhluk itu menempel padanya. Kuuko masih bertanya-tanya, mengapa saat itu ia tak menampar makhluk ini dengan jimat saat itu juga, malah membiarkannya menyalurkan dingin yang terlalu menggigil, hingga sampai sekarang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro