5. Not Ice Prince Anymore

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'But we are in a sassy man apocalypse, so you know the men going into they soft girl era.'

-Lay Bankz-

***

'Kembalinya Ryder Ke Dunia Skating: Bersama Pasangan Baru, Alexia Ross, Mereka Siap Ramaikan Kompetisi!'

'Ice Prince Skating's Coming Back: Ryder Melangkah Kembali ke Ring Setelah Tiga Tahun Vakum.'

"Sialan!" rutuk Alexia meniti dua judul artikel melalui ponsel yang dirasa terlalu berlebihan.

Yang bersangkutan saja belum memberikan pernyataan secara resmi, namun kenapa media selalu hiperbola? Akibatnya, ketika Alexia iseng membuka Instagram dan Twitter, ribuan komentar memenuhi notifikasinya. Baik dari penggemarnya maupun penggemar Ryder, mereka sama-sama begitu antusias memberikan respons meskipun tidak semuanya positif.

User1290cc : Serius, Ryder comeback? Ya Tuhan, akhirnya idolaku kembali.

Lilibeth_: Aku tidak masalah Alexia bermain pairs, but kenapa harus Ryder? Apa tidak ada orang lain?

Phoenix99 : Hei, Ryder itu juga hebat. Kau lihat saja penampilannya di kompetisi terakhir. Jangan menyerangnya seolah-olah dia tidak mampu!

Fifi777: Menurutku Ryder dan Alexia kombinasi gila. Mereka sama-sama keren!

Belum lagi puluhan pesan dari teman-teman satu klub menuntut klarifikasi langsung atas kebenaran berita tersebut. Lebih-lebih Poppy, Norah, Arya yang meramaikan grup Level4 atas berita itu.

Poppy : Lex, aku baca di Twitter kau jadi partner skating Ryder!

Arya : Wtf! Aku barusan baca!

Norah : Really??? Bloody hell!!!

Norah : Ryder comeback? Serius! Arya tolong tampar aku!

Poppy : Fuck you, Norah! Jangan terlalu berlebihan!

Arya : Lol! Norah terlalu excited. Don't be jealous ok!

Norah : Siapa? Aku? Aku tidak cemburu atau iri, untuk apa iri kepada temanku sendiri.

Poppy : Where's Alexia? She has to give us some words.

Beruntung perlakuan emas dari keluarga Ryder masih berlaku, di mana mereka memfasilitasi gelanggang Lee Valley sebagai tempat latihan. Sehingga Alexia tidak perlu datang ke Golden Skate hanya untuk menanggapi puluhan pertanyaan mereka. Apalagi pasti ada wartawan yang ikut-ikutan menyelundup dan menjadikannya bahan pembicaraan.

Usai mengikat tali sepatu, Alexia beranjak dari kursi panjang ruang ganti lantas bercermin memastikan penampilannya sempurna. Hari ini dia mengenakan setelan yoga Lululemon berwarna hitam. Sehitam perasannya yang tak disinari cahaya. Rambut pirangnya dicepol tinggi dan memulas lip gloss di bibir.

Sesaat kemudian, Alexia termangu memerhatikan pantulan dirinya di cermin. Terlalu dalam menyelam dalam pikiran menimbulkan serangan tak terduga dari memori yang dikuburnya rapat-rapat. Wajahnya berubah tegang, mata doe berlapis iris biru itu melotot, dan cuping hidungnya kembang kempis.

Dia berusaha bernapas, menghitung dalam hati mengingat-ingat kembali puing-puing kebahagiaan yang sialnya mendadak bersembunyi entah di mana. Semakin dihantam oleh kenangan buruk, semakin sesak sensasi yang mengimpit dadanya. Bagai ikan menggelepar yang membutuhkan air, Alexia mengisap udara sebanyak mungkin dari mulut susah payah.

Bulir-bulir keringat langsung bermunculan menghiasi dahi Alexia. Dari pantulan cermin, mukanya merah padam, urat lehernya makin menonjol jelas, tangannya meremas jaket yang membalut tubuh sementara kakinya serasa dipaku sehingga tak mampu berpindah untuk mengambil obat.

Fuck! rutuknya mendorong sisa-sisa akal sehatnya untuk bergerak. Ayo ambil obatmu, Alexia!

Ada entakkan kuat memaksa sisa bawah sadar Alexia memutar badan dan menyambar botol obat yang tersimpan dalam tas di loker nomor delapan. Ditelan bulat-bulat obat tersebut lalu menenggak air sebanyak mungkin.

Matanya terpejam selagi menyandarkan kening ke loker, menghitung angka dalam hati supaya irama napas juga nadinya kembali netral. Ditarik dalam-dalam oksigen memenuhi rongga dada sebelum meloloskannya melalui mulut.

Delapan belas...

Sembilan belas ...

Duapuluh ...

Kilasan-kilasan tak menyenangkan tadi, perlahan memudar berganti riuh penonton menyanjung Alexia di podium. Bibirnya melengkung samar-samar membentuk senyum tipis selanjutnya dia bercermin kembali tuk memastikan tidak terjadi apa-apa.

You're okay enough, Lex.

###

Di luar ruang ganti, Alexia menangkap Ryder duduk di bangku penonton paling depan seraya menekuk kaki kiri ke kanan dan tangan kanannya sibuk mengutak-atik ponsel. Lelaki itu mengenakan setelan olahraga berwarna hitam dengan detail garis putih di pinggir, menjadikan bahunya tampak kian bidang serta riak otot-otot bisepsnya menyembul setiap kali Ryder bergerak. Alexia memicingkan mata merasa menemukan sesuatu yang berbeda. Oh, rambutnya.

Tidak ada rambut gondrong seperti yang ditunjukkan sewaktu di Golden Skate. Alexia yakin Ryder berlagak seperti manusia baru lahir, sehingga penampilannya ikut-ikutan berubah. Ryder memangkas rambut cokelat tembaganya menjadi buzz, potongan yang pas untuk memamerkan garis tegas rahangnya.

Merasa diperhatikan, kepala Ryder mendongak dan iris hijau gelapnya langsung menyorot dari atas ke bawah tanpa berkedip.

"Kau kenapa?" tanya Alexia risi atas tatapan Ryder yang terkesan ... mesum.

Seringai muncul di bibir Ryder, "Kukira kau pakai leotard dan rok seperti kemarin." Tatapannya naik-turun menyiratkan sesuatu.

"Oh, supaya kau bisa menyentuh bokongku, Mr. De Verley?" sungut Alexia menangkap gelagat menjengkelkan tersebut membuat Ryder terkekeh. "You're fucking nutter!"

(Kau benar-benar orang gila!)

"Thanks," balas Ryder tanpa tersinggung lalu mengerlingkan sebelah mata.

Tak lama kemudian Thomas muncul bersama ayah Ryder--Lucas De Verley--pria berkebangsaan Prancis sekaligus mantan pembalap Formula 1 yang berpostur agak lebih pendek daripada sang putra. Dibalik mantel vicuna gelap yang dikombinasi turtleneck merah maroon juga celana wol, Lucas tampak begitu berwibawa. Walau sudah menginjak hampir enam puluh tahunan, ketampanannya tidak hilang, begitu menurut sudut pandang Alexia. Terbukti dari rambut cokelat gelap Lucas masih lebat walau ditumbuhi uban menyembul malu-malu, kulitnya yang eksotis dipenuhi keriput tipis, serta iris matanya sama dengan anaknya meski dibingkai kacamata.

"Ini Alexia Ross, anak didikku yang kubanggakan," kata Thomas kepada Lucas memperkenalkan Alexia sebagai pasangan skater Ryder.

Lucas mengulurkan tangan yang dibalas Alexia ramah. "Terima kasih sudah memberi fasilitas latihan pribadi untuk kami, Mr. De Verley."

"Tidak masalah selama kalian bisa fokus. Tentunya berita pagi ini membuat wartawan menunggu di gelanggang utama bukan?" ujar Lucas dibalas tawa oleh Thomas. "Aku mengharapkan kerja sama di antara kalian berdua."

Apa cuma kepadaku sikapnya berubah? batin Ryder merasa tidak diperhatikan.

"Tentu Tuan." Alexia melenggut menyilakan Lucas duduk di bangku penonton sementara Thomas meminta Ryder mendekat dan berbisik,

"Hari ini kita latihan biasa. Aku perlu menilai apakah kau masih ingat kemampuanmu, Ryder. Lex, tolong dampingi dia. Oke."

"By the way, aku belum mengatakan bersedia, Tom," protes Alexia menekankan suara supaya telinga Thomas menangkap maksudnya. "Dan siapa yang membocorkan ini ke media? Apa kau yang melakukannya?" tuduhnya makin jengkel.

"Lex..." Thomas nyaris frustrasi dan ucapannya terpotong saat Ryder buka suara.

"Hanya latihan, Lex. Apa salahnya?" timpal Ryder sebal. "Aku juga tak mau kau jadi timku. Jangan terlalu percaya diri!"

"Fuck you!" ejek Alexia pelan supaya tak terdengar Lucas seraya melepas guards hitam.

"Fuck you too, Blondie!" balas Ryder lebih keras seakan-akan tak peduli ayahnya melihat perang dinginnya.

Ryder menarik keluar guards hitam sambil menggerutu menghadapi si kepala batu. Bahkan rencana membahas masalah buku pun terlupakan begitu saja, mengingat mereka sama-sama melempar rasa tak suka. Ryder mengembuskan napas, bagaimana bisa Thomas menjadikan Alexia partnernya jikalau selalu ada perdebatan kecil yang terjadi.

Sial sungguh sial, sekujur tubuh Ryder tiba-tiba membeku manakala bola matanya tertuju ke area seluncur ketika mau masuk. Potongan mimpi buruk Ryder menghantam tanpa permisi, melumpuhkan semua pergerakan meski bibirnya mendesis agar maju.

Come on ... come on Ryder!

Sebesar apa pun batin Ryder berteriak, otaknya seperti dihipnotis dan pergelangan kakinya serasa dibalut rantai kapal. Bagai seorang tahanan, Ryder menderam berusaha melepaskan diri sekuat tenaga, namun sia-sia. Jemarinya mengepal kuat sementara cuping hidungnya kembang kempis berusaha menyadarkan diri bahwa di depannya ini hanyalah permukaan es bukan jalanan tempatnya terlempar dari motor.

Fuck! Fuck! Fuck!

Tanpa disadari lelaki itu, Alexia sedari dari menunggu Ryder masuk. Tapi, justru yang ditunggu malah mematung dengan wajah merah padam dan mata melotot. Tatapan Alexia naik ke arah Thomas dan Lucas yang tampaknya tidak menangkap keanehan Ryder. Mereka sibuk berbisik-bisik sembari sesekali tertawa entah membicarakan apa.

Alexia meluncur mendekati Ryder dan berkata, "Hei! Come on, Ice Prince!" Dia mengulurkan sebelah tangan.

Ada apa dengannya? batin Alexia bisa menangkap ada ketakutan luar biasa dari balik mata Ryder.

"I don't need your fucking help!" ketus Ryder menampik tangan Alexia. "Get away from me, Lex!" Dia masuk ke ring, meluncur pelan-pelan merasakan pisau skating mengiris permukaan es yang terasa begitu asing di telinga. Giginya gemeletuk berusaha mengendalikan diri agar tak goyah.

Hanya permukaan es biasa, Ryder. Hanya permukaan es biasa, bukan jalanan ... ini bukan jalanan yang kau lalui.

Berulang kali Ryder mengulang mantra itu lalu menoleh ke arah Alexia yang sedari tadi memerhatikannya penuh curiga.

"What?"

Gadis itu mendecak seraya melipat tangan di dada. "Aku--"

"Jangan sok tahu," sela Ryder paham apa yang ada di pikiran Alexia. "Aku bukannya takut seperti yang kau bayangkan, Lex!" Untuk membuktikannya dia memperagakan single waltz jump, di mana kaki kiri sebagai tumpuan pertama seraya mengulur tangan ke depan, kemudian melompat sembari memutar badan sebelum mendaratkan kaki kanan dan merentangkan tangan serta meluruskan kaki kiri ke belakang. "See?"

Hanya permukaan es biasa. Hanya permukaan es biasa.

"Waltz jump terlalu mudah untuk kelas senior sepertimu, Ryder," ledek Alexia. "Triple or quad? Atau pamerkan axel-mu. Show me if you are better than me, Ice prince," tantangnya selagi meliuk-liuk indah dan memamerkan triple toe dilanjut triple loop dan triple salchow yang memukau mata. "See?" balasnya tersenyum remeh.

Goddamn! rutuk Ryder berkacak pinggang.

Beberapa detik Ryder menghirup napas banyak-banyak menelan bongkahan kebimbangannya. Lantas, dia mendorong kaki kiri ke belakang, mengarahkan tangan ke depan membayangkan mendekap kardus--begitu yang diajarkan Thomas dulu.

Selanjutnya, dia ambil ancang-ancang lalu menekuk kaki kiri sedikit berbarengan mengentakkan lengan ke belakang. Disusul lompatan tinggi di mana kaki kanannya menendang ke bawah bersamaan posisi tangan menyilang di dada juga putaran cepat di udara.

Keberuntungan tidak selalu memihak manusia malang seperti Ryder dan itu terjadi detik ini juga. Pendaratan yang seharusnya sukses untuk triple axel mendadak tidak sesuai rencana. Dia mengaduh saat pantatnya mengecup permukaan es.

"That wasn't enough, apa kakimu ikut amnesia huh?" ledek Alexia mengulurkan tangan kanan.

Ryder menepis tangan Alexia selagi berdiri sendiri lalu membuang muka. "Tiga tahun, wajar saja bukan? Kau pikir aku akan kagum dengan gayamu tadi?"

Alexia memicingkan mata, benar-benar menangkap begitu jelas kegundahan yang disembunyikan lelaki itu. "Apa ada yang mengganggumu?" tanyanya setengah berbisik. "Gerakanmu ragu-ragu, Ryder. Aku tahu itu bukan karena kau vakum."

Damn! Damn! Damn!

Sejelas itukah ketakutan yang mencekik Ryder hingga Alexia bisa menyimpulkan dalam beberapa menit? Dia hendak menyanggah, tapi tertahan ketika Thomas berteriak, "Lanjutkan, Ryder! Apa jatuh sekali membuatmu menyerah? Perbaiki teknikmu! Mulai dari single axel, Ryder!"

"Fuck!" desis Ryder.

Kenapa semua orang selalu memaksa?

"Aku bisa membantumu," tawar Alexia tiba-tiba.

"Tidak! Kau pikir aku apa?" tolak Ryder meninggalkan Alexia.

"Dua." Alexia menghitung berapa kali Ryder menolak bantuannya sembari mengawasi lompatan dan putaran Ryder. Dari segi teknik tidak ada masalah, hanya saja kenapa setiap kali Ryder mendarat seperti ada kecemasan terselubung yang membuatnya lagi-lagi jatuh.

"Lagi, Ryder! Ya Tuhan ... tiga tahun membuat bakatmu ikut hilang, hah!" gertak Thomas. "Lex! Lanjutkan latihanmu!"

"Cih!" Alexia menahan dongkol dan mereka fokus pada latihan masing-masing sementara sang pelatih mengoreksi beberapa hal yang kurang tepat dan mencatatnya di buku kecil.

"Apa kau yakin anakku bisa seperti dulu?" tanya Lucas tanpa mengalihkan perhatiannya pada Ryder. "Dia bolak-balik gagal."

"Aku yakin. Dia hanya harus berlatih lebih keras tidak peduli kakinya lecet sekalipun, Lucas. Aku optimis, Ryder dan Alexia bisa saling mengimbangi," tukas Thomas penuh keyakinan.

"Kuharap begitu."

###

Thomas berkacak pinggang, menghela napas panjang sekadar melonggarkan dadanya yang terasa penuh. Sungguh di luar prediksi kalau kemampuan Ryder nyaris seperti anak-anak yang baru belajar skating. Latihan tadi benar-benar membuatnya malu sebagai pelatih yang bertahun-tahun mendidik atlet. Jikalau alasannya karena vakum, tidak mungkin semua yang dipelajari ikut hilang bukan? Bila seperti ini, mau tak mau Thomas harus bekerja ekstra mengembalikan keterampilan Ryder di atas es.

"Kau harus jujur padaku, Ryder. What's wrong with you? Ini seperti bukan Ryder yang kukenal," kritik Thomas to the point. Matanya menyorot tajam bagaikan ingin membelah kepala Ryder untuk mencari tahu penyebab kenapa bakat anak didiknya ini menurun drastis.

Jemari Ryder meremas botol minumnya, mempertahankan ekspresi walau sejujurnya ingin mengamuk menyadari kakinya tak lagi selincah dulu. "Kenapa?"

"Langkahmu penuh perhitungan, tapi tidak akurat. Jika dibandingkan kelas junior, mereka masih jauh lebih baik daripada kau!" komentar Thomas menohok. "Lompatanmu oke, tapi apa-apaan dengan landing-nya? Itu hal terburuk yang pernah kulihat, Ryder! Kau seperti bukan pemain internasional tahu!"

Bibir Ryder terbungkam rapat tak mampu membalas hujatan Thomas. Sebelah tangannya mengusap wajah gusar. "Tiga tahun, Tom. Aku tidak latihan selama itu, wajar saja kan?"

Hell ...

Alexia memutar bola mata, bosan mendengar alasan yang sama padahal sebenarnya bukan itu penyebab pastinya.

"Waktu kita tidak banyak jika gerakanmu masih seperti tadi, Ryder. Besok kita bertemu lagi pukul dua siang. Tugasmu di rumah latihan semua lompatan sampai tiga tingkat, Ryder. Dan kau, Lex, pertahankan semuanya kecuali bagian yang kau tergelincir tadi. Good job, girl."

"Trims," jawab Alexia mengulum senyum simpul.

"Baiklah, sampai jumpa besok," tandas Thomas melambaikan tangan. "Ingat tugasmu, Ryder."

Yang diberi titah hanya mengangguk tanpa membalas kalimat Thomas. Dia beranjak begitu saja meninggalkan Alexia menuju ruang ganti.

"Ryder!"

Yang dipanggil acuh tak acuh. Giginya gemeletuk berusaha membendung amarah yang merangkak ke ubun-ubun.

"Ryder!" panggil Alexia lagi dengan suara tinggi.

Ryder terpaksa memutar badan. "What? Kau mau mengolokku, Quad girl?"

Alexia mengenakan jaketnya kembali dan menarik resleting. Dia menggeleng menghampiri Ryder dan berkata, "Aku bisa membantumu. Don't fucking call me like that, Ryder."

"Oh, agar kau bisa pamer?"sindir Ryder kehabisan kesabaran melihat tingkah Alexia yang sok pintar. "Jangan mengguruiku, Lex! Nyatanya kau tadi sempat jatuh kan?"

"What? Hei, ini bukan tentang aku, tapi--"

"I can do that damn shit! Jangan mengira kalau aku ini skater payah, Lex!" gertak Ryder tak terima.

"Nyatanya begitu!" seru Alexia. "Mau kuberitahu semua kesalahanmu?" Nada bicaranya meninggi dan menunjuk batang hidung Ryder yang benar-benar tidak bisa diajak kerja sama.

"I'm fucking done, Lex!" Ryder mengangkat kedua tangan sebelum Alexia membeberkan puluhan kesalahannya. "Jangan bicara padaku sekarang, oke!"

Dia membalikkan badan lagi, melangkah lebih cepat dan hilang di balik tembok menuju ruang ganti pria. Ryder butuh sesuatu untuk melampiaskan amarah supaya suasana hatinya membaik.

Goddamn!

Daftar istilah :

Waltz jump : Lompatan dasar skater saat berada di udara, kaki kanan diluruskan ke atas dan ke depan, sedangkan badan tetap tegak.

Toe loop jump : Berbeda dengan Waltz Jump yang merupakan lompatan setengah putaran yang dilakukan dari arah depan, toe loop merupakan lompatan putaran penuh yang dilakukan dari arah gerak mundur. lompatan dengan bantuan jari kaki. Untuk lompatan berlawanan arah jarum jam, dimulai dengan kaki kanan di tepi belakang luar, dilanjutkan dengan meletakkan pick jari kaki kiri, hingga berputar, dan mendarat lagi di tepi kanan belakang luar.

Salchow jump : lompatan yang memakai mata pisau sepatu seluncur dalam seluncur indah. Dimulai dengan lepas landas dari mata pisau sepatu luncur bagian belakang dalam yang hanya memakai satu kaki dan mendarat menggunakan mata pisau luar sepatu luncur bagian belakang pada kaki yang berlawanan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro