54. The Stars Belong To Us 🔞 (END)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Secrets I have held in my heart are harder to hide than I thought. Maybe I just wanna be yours.'

-Artic Monkeys-

***

Bunyi bip terdengar manakala Alexia berhasil memasukkan kombinasi pasword kediaman Ryder dan seketika disambut gonggongan Coco. Ekor anjing manis itu bergoyang-goyang dan menggesekkan tubuhnya ke kaki Alexia penuh rasa rindu. Alexia berjongkok dan mengamati sekitar, "Apa Ryder tidak ada di sini?"

Selang beberapa saat, gerombolan pria-pria, termasuk Jhonny keluar dari ruang gym dan mereka semua terpaku mendapati kedatangan Alexia yang tidak disangka-sangka. Mereka saling melempar pandangan kalau kehadiran gadis itu mungkin akibat efek video Ryder bernyanyi secara live di kanal YouTube. Selanjutnya mereka memberi isyarat agar meninggalkan Ryder begitu juga Alexia.

Ekor mata Alexia mengekori jejak-jejak para lelaki, termasuk Jhonny yang menepuk pundak kemudian melambaikan tangan kepada Coco yang sedang dielus kepalanya. Setelah pintu tertutup dan menyisakan dua insan yang terikat oleh rasa namun dibentangkan oleh curiga. Atmosfer di sekeliling Alexia mendorongnya menghampiri Ryder yang berkaca-kaca hendak melempar kata-kata.

"Lex, a-aku..."

Kalimat yang meluncur dari mulut Ryder menguap di udara manakala Alexia menariknya dalam dekapan. Lelaki itu tercengang bukan main sampai desiran darahnya berhenti mengalir beberapa detik sebelum terpecah kala mendengar gadis itu berbisik,

"I miss you, Ice prince. I miss you and I'm so Sorry."

Kontan rengkuhan erat tersebut dibalas Ryder kian kuat seakan meleburkan raga dan jiwanya ke dalam diri gadis itu. Dia menenggelamkan wajah ke ceruk leher dan menyesap wangi karamel Alexia layaknya heroin pelipur rindu yang menggebu-gebu. Dia nyaris menitikkan air mata usai menyanyikan bait-bait yang mewakilkan betapa dirinya jatuh hati pada Alexia. Jatuh hati pada apapun yang melekat pada diri gadis itu. Jatuh hati hingga tanpa sadar dia juga tenggelam ke dalam lautan yang dipenuhi oleh keraguan Alexia.

"No." Alexia menggeleng keras. "No need to say Sorry. Akulah yang seharusnya berkata seperti itu, Ryder."

"I'm lost without you, Little love," ungkap Ryder. Suaranya serak dan bahunya gemetaran mengungkapkan betapa dirinya hampir kehilangan arah sekali lagi. "Seribu kali bahkan jutaan kali, aku akan mengatakan hal yang sama, aku benar-benar tak mampu kehilanganmu, Alexia."

"Ryder..." Alexia turut menangis, mengusap punggung Ryder penuh rasa bersalah.

"Aku mencintaimu. Aku rela melakukan apa pun untukmu, Alexia. Bahkan jika kau menyuruhku bertekuk lutut atau melumuri tanganku dengan darah, akan kulakukan secara sukarela asalkan kau mau bersamaku." Ryder mengetatkan rengkuhannya tak mau merenggangkan jarak. "I really fall in love with you."

"Ryder ..."

"Kehilanganmu seperti membunuhku, Alexia. Jauh lebih menyakitkan daripada sebilah pisau menusuk jantungku."

Alexia melepaskan pelukan sembari bercucuran air mata lalu menangkup wajah Ryder yang benar-benar kehilangan semangat hidup. Bahkan penampilan lelaki itu seperti tidak terurus. Tidak ada potongan rambut nyaris botak seperti pertemuan pertama mereka dulu, melainkan rambut cokelat tembaganya memanjang sampai ke tengkuk begitu pula rahangnya yang ditumbuhi janggut. Binar mata hijaunya turut suram seolah-olah hanya cinta Alexia yang mampu menyelamatkannya.

Gadis itu berjinjit, mendaratkan kecupan manis di bibir Ryder lalu berucap lirih, "I love you. I want nothing else, just you, Ryder." Dia menghapus jejak basah yang menghiasi pipi lelakinya, "Maaf, aku selalu meragukan perasaanmu yang tulus, Ryder. Aku hanya tak mau hatiku kembali hancur setelah menyatukannya dengan banyak air mata. Aku hanya takut apa yang terjadi pada orang tuaku, bakal terjadi padaku juga. Tapi ... melihatmu sedih seperti ini, aku juga merasakan sakit luar biasa. Sekarang aku percaya kalau ada pria yang benar-benar menyerahkan hatinya untuk satu wanita."

"Dan itu kau." Ryder menyentuh tangan Alexia dan mencium lembut telapa tangannya. "I adore you, Alexia Ross."

"I adore you, Ryder."

Seulas senyum akhirnya terbit di wajah Ryder dan iris hijaunya yang memesona lamat-lamat menemukan cahaya. Dia memiringkan kepala, menarik dagu Alexia dan mempertemukan bibir yang menjadi telaga atas cinta yang didamba. Ciuman sarat akan kasih sayang yang kian membara selepas hati saling mengiakan.

"Kau memang bukan yang pertama, Alexia. Tapi, aku ingin kau menjadi yang terakhir untukku," bisik Ryder parau membelai permukaan bibir Alexia. "Aku juga bukan pria sempurna, tapi aku berusaha menjadi yang terbaik sebisaku untuk membahagiakanmu."

Alexia mengangguk cepat sembari tersenyum senang walau harus berderai air mata. Lidahnya tak mampu berkata-kata ketika Ryder mengungkapkan perasaannya lagi dan lagi.

"Aku hidup untukmu, Little love." Ryder mengecup kening Alexia sebelum menempelkannya. "Aku juga akan mati untukmu."

Alexia kembali mencium Ryder membuat lelaki itu melingkari tengkuk leher Alexia. Cumbuan mesra nan lembut tersebut menjadi pagutan dalam sebelum segalanya berbuah menjadi gairah yang menggelora. Tungkai Alexia nyaris meleleh hingga tangannya meremas kain yang melekat di badan Ryder manakala lidah kekasihnya melesak menguasai dirinya.

Gumpalan nestapa yang membelenggu kini sirna berganti erangan memenuhi ruang tengah tersebut. Decapan berselimut bisikan sensual saling memuja pun saling memulihkan luka-luka lama. Satu persatu kain teronggok di lantai ketika satu kecupan satu belaian tak cukup memuaskan rindu yang terpendam.

Alexia memekik kaget saat Ryder tiba-tiba mengangkat tubuhnya menuju kamar. Kaki jenjangnya melingkar erat di pinggul Ryder selagi menjilati setiap inci kulit lembap lelaki itu, menggigit daun telinga sebagai titik sensitif Ryder yang sudah sangat dihafal Alexia.

Begitu tubuhnya direbahkan di atas kasur, Ryder menerjang Alexia lebih liar tanpa memberi jeda tuk menarik napas. Jemarinya mengisi sela-sela jemari lentik sang kekasih lantas membawanya ke atas kepala. Lenguhan pelan meluncur ketika Ryder menghadiahinya jejak-jejak basah di sepanjang lekukan leher.

Lidah Ryder kini bergerilya menuruni jengkal demi jengkal kulit Alexia bermandikan keringat berlumur feromon. Bermain-main di puncak dadanya yang mengacung butuh digoda. Dia membusungkan diri saat Ryder melahap penuh bagian tersebut sementara tangannya tak tinggal diam, bergerak menuju pangkal paha Alexia.

Kontan mulut Alexia setengah terbuka seolah-oleh seluruh kata-kata dalam kepala hanya tertahan di kerongkongan saja. Iris biru terang Alexia menggelap saat Ryder mengusap clit yang berdenyut-denyut akibat tarian erotis jarinya.

"Ryder... "

Hanya satu nama memenuhi seluruh sel otak Alexia ketika Ryder melahap dirinya tepat di sana. Kewarasan Alexia sudah tercerai-berai entah ke mana berganti nafsu menerjang layaknya dihantam ombak. Desiran di tiap pembuluh darahnya mengalir begitu cepat seiring dentuman dalam dadanya yang tak lagi bisa dikendalikan. Seluruhnya bersimpuh di bawah sentuhan erotis Ryder bahkan di bawah semburan sinar rembulan yang memesona, hanya Ryderlah yang sempurna di mata.

Alexia mengumpat sambil meremas rambut panjang Ryder, dilema mempertahankan lidah lelaki itu tetap memanjakannya atau justru menyuruhnya untuk membungkam bibir. Napasnya naik turun bahkan rasanya Alexia lupa bagaimana cara memasok oksigen secara benar. Dia menarik Ryder saat lelaki itu merangkak menaungi dirinya. Begitu kuat. Begitu besar. Begitu perkasa. Dibelai sebentar tato-tato yang menghiasi tulang rusuk lelaki itu lantas meringis ketika Ryder memenuhi liangnya.

"Oh fuck ..." Alexia mencecap lidah Ryder yang menyisakan sensasi dirinya.

"Your little cunt is so fucking good." Ryder bergumam di antara pagutan mesra dan menggeram manakala gelombang kenikmatan itu perlahan-lahan datang.

Tak ingin berakhir, dia menarik sebentar kejantanannya lalu membalikkan tubuh Alexia. Ditarik pinggul ramping gadis itu selagi menampar bongkahan pantat sintalnya kemudian memasukinya melalui belakang hingga Alexia mengerang kenikmatan.

"Oh God ..." racau Alexia dengan air mata nyaris merebak merasakan diri Ryder benar-benar memenuhinya tanpa ampun. Dia mendongak ketika Ryder merumpun rambut panjangnya dan menjambak pelan. Erangannya makin liar seiring Ryder menghunjaminya begitu kasar dan liar.

"I adore you ..." gumam Ryder menjilati tulang punggung Alexia yang sialan seksi. Digigit pelan bahu kekasihnya lalu berbisik, "Your body is my wonderland, Alexia. I'm drunk on it."

Alexia tak mampu berkata-kata manakala pelepasan itu datang dan melambungkannya ke langit tertinggi. Dia menyerukan nama Ryder berbarengan cairan hangat meluapi liang kewanitaannya. Matanya yang berkabut kini dipenuhi ledakan bunga api di tengah gulitanya malam. Dia tersenyum puas seiring debaran jantungnya perlahan-lahan melambat.

Tanpa melepaskan penyatuan tersebut, Alexia menegakkan badan dan menerima cumbuan Ryder. Sebelah tangannya meremas pantat lelaki itu seraya menggigit bibir bawah.

"Aku takut seorang mendengar kita, Ryder."

"Lebih baik begitu, supaya mereka tahu kita melewati malam menyenangkan," balas Ryder menggerakkan jemarinya menyusuri kulit Alexia dan mengecup pundak gadis itu. "Apakah sakit?"

Alexia menggeleng. "I love it. Fuck hard."

Refleks Ryder terkekeh lantas terlintas sebuah ide dan matanya kini berkilat. "Wanna try something?"

"Like blindfold?"

"Maybe." Ryder memelankan suaranya lalu menjilat daun telinga Alexia. "Act like my whore and I'll give you heaven."

"No." Alexia menolak. "It's your turn, Big boy. I'll give you heaven with my tongue."

Ryder tergeletak seraya memukul pantat gadisnya tahu apa yang dipikiran Alexia. Dia melepaskan penyatuan itu, membiarkan Alexia melakukan apa yang dijanjikan. Mempersembahkan diri seutuhnya kepada Ryder yang sudah menyerahkan segenap hati tanpa ada rahasia. Mereka menghabiskan sepanjang malam bercumbu mengukir kisah cinta penuh gairah.  Setiap sudut kediaman Ryder menjadi saksi bisu pergumulan hebat mereka, diselingi lenguhan juga desau saling menyerukan nama.

"Today. Tomorrow. Forever. I'll always love you," kata Ryder mengecup kening Alexia, menutupi tubuh telanjang gadis itu dengan selimut. "My love. My Life. My breath. My blood. My Soul."

"Terima kasih sudah mencintaiku, Ryder." Alexia mengunci tatapan ke dalam bola mata Ryder. "Hei."

"Ya?" Ryder menyisir rambut Alexia dan menyelipkannya ke belakang telinga.

"What's your favorite Color?"

Ryder terkekeh. "Apa kau ingin mencatat hal-hal yang kusuka seperti remaja kasmaran, Little love?"

"Mungkin." Alexia menahan tawa. "Tell me, what's your favorite color?"

"Blue like your eyes."

"Tapi, semua pakaianmu rata-rata hitam, Ryder," komentar Alexia memutar bola mata.

"Besok aku akan beli pakaian warna biru."

Otomatis Alexia tergelak mengetahui Ryder bersedia mengganti gaya pakaiannya. "Jangan, kau sangat tampan dengan warna hitam. Aku suka."

"Oh iya?" Ryder merengkuh pinggang Alexia lalu mengaitkan kakinya ke kaki gadis itu. "Kalau kau? What's your favorite color?"

"My favorite colors are grey and black, but now I love green because it reminds me of your eyes."

"Kau menyalin jawabanku," goda Ryder menggelitiki Alexia membuat gadis itu menjerit geli.

"Tidak! Ryder!" Alexia memekik berusaha menahan jemari nakal Ryder tuk berhenti. "Stop!"

"I can't. Your smiles drive me so fucking crazy," tukas Ryder lalu menerjang Alexia dengan ciuman-ciuman. "Another round?" tawarnya penuh arti.

"What?"

"If tomorrow you can still walk, it means we're not finished," ujar Ryder kembali memantik gelora yang enggan padam.

-End-

Makasih banyakkkk teman-teman siapa pun kalian dan di mana pun kalian berada. Makasih sudah Setia mengikuti kisah Ryder dan Alexia.

Epilog dan bonus scene tersedia di KK ya. Silakan mampir.


Jujur aja naskah ini yang paling bikin pusing buat risetnya wkwkwkw 😭😭😭😭. Tanpa kalian sadari, aku revisi sampe 4x loh! Wkwkwkw tapi seneng juga sih bisa mencoba sesuatu yang baru meski enggak seramai naskah lain wkwkwkwk 🤣🤣🤣

Ini gambaran Ryder dan Alexia hasil AI ya~ Cakep banget mas-mas blesteran london-paris ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro