Chapter 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dor! Dor! Dor!

Tiga tembakan untuk tiga kepala. Nqrse meluncur ke samping, melentingkan tubuhnya menghidari meja dan kursi kedai. Gadis itu kemudian melompat, melepaskan dua peluru lagi dari selongsong tepat saat seorang musuh menyergapnya dari sisi kanan.

Sementara enam orang menyerang Araki. Mereka semua membawa pistol. Araki berdecak, sembunyi di antara buffet dapur. Pemuda itu melirik rak pisau. Dengan cepat tangannya menyambar benda itu - berikut isinya. Ia mengambil sebuah pisau buah, lalu melemparkan benda itu hingga menancap pada langit-langit. Enam orang musuhnya refleks menoleh ke arah pisau itu.

Kesempatan sepersekian detik, yang lebih dari cukup bagi Araki untuk melempar dua pisau tepat mengenai dua kepala pria yang paling depan. Setelah itu dengan cepat menerjang, mencabut dua pisau itu bersamaan dan langsung menggorokkannya ke leher dua orang di belakang korban pertama lalu berputar, setelah itu langsung menancapkan kedua pisaunya tepat di jantung dua orang paling belakang.

Araki menghembus napas, dan enam orang tadi ambruk bersamaan. Baru menoleh, ia mendapati musuh di belakang Nqrse mengendap-endap sementara gadis itu terlalu sibuk dengan beberapa orang di depannya. Araki berdecih.

"Nqrse, hati-hati!" serunya sembari dengan cepat melempar satu pisau dapur yang masih di tangan tepat menembus tenggorokan si musuh.

Nqrse yang baru sadar hanya kaget dan menghela napas lega, sementara ia baru selesai melubangi tubuh semua musuh yang tadi ia ladeni. Di tempat itu, sekarang hanya mereka berdua yang masih berdiri.

"Lima menit," ujar Nqrse sambil melirik jam di hp-nya, "kita buang-buang waktu sama cecurut-cecurut ini selama lima menit."

Araki mengangkat bahu, kemudian kembali berjalan menuju ruang CCTV. Nqrse mengikutinya di belakang. Keduanya kini mencari rekaman kedai sekitar sore kemarin.

"Oh, lihat, itu Soraru," ujar Araki sembari menunjuk layar. Terlihat kawan mereka tengah duduk di kursi dekat jendela depan, asyik memakan udon miliknya. Mereka terus menonton hingga keduanya sama-sama terkejut pada beberapa menit setelahnya.

"...Apa...ini?" Nqrse agak bingung.

"Entahlah, Nqrse... endingnya gantung gini. Oh, sebentar!"

Araki memindahkan file rekaman tersebut ke hp-nya, lantas membuka fitur chat.

-

-

-

Luz, coba lihat ini

Luz mengernyitkan dahi mendapati Araki mengirimkan sebuah video padanya. "Ada apa, Luz?" tanya Mafu. Mereka masih berkumpul di rumah Luz.

"Araki mengirimkan video. Sepertinya ini rekamana CCTV kemarin sore," Luz menjawab. Ia lantas memutar video itu dan yang lain ikut menonton.

Tampak Soraru tengah memakan udon. Tak lama, terlihat empat orang berjas hitam mendatangi pemuda itu. Pengunjung kedai yang lain yang melihat sontak menyingkir. Bahkan beberapa dari mereka berlari keluar kedai.

Lalu, terlihat Soraru masih tenang. Sampai, tiba-tiba orang yang paling besar mengangkat kerah bajunya cepat, lalu melempar pemuda itu keluar jendela, dengan bahu kiri menghantam kaca jendela duluan. Terdengar jerit histeris beberapa pengunjung lain dan empat orang ini keluar dari toko.

"Selanjutnya itu, mereka pasti nyamperin Soraru," ujar Kashitaro.

"...Eh? Kok aku ga ingat ada kejadian begini, ya, kemarin?" Soraru bingung.

Yang lain saling pandang. "Sor... lu beneran ga inget apapun, gitu?" Mafu bertanya, memastikan. Soraru menggeleng.

"Nah, sepertinya empat orang itulah korbanmu, Sor," Luz berujar sembari melipat tangan di depan dada. Ia bersandar pada pilar rumah.

"Selain CCTV restoran udon itu, tidak ada yang lain di sekitar sana, jadi kita ngga bisa melihat kelanjutannya," pemuda beriris violet itu melanjutkan.

Mafu mengedikkan bahu, "Well, yah, kalau aku boleh berpendapat, entah kenapa ngeliat situasinya aku jadi mikir sepertinya kemarin itu mereka berniat menghabisiku juga. Tapi ujungnya, mereka cuman menemukan Soraru."

Shoose tersentak, kini sepertinya guru itu paham apa yang terjadi.

"Mafu, kamu benar! Aduh senangnya anak murid bapak yang satu ini tambah pinter! Ya, Maf, Bapak ingat kamu dan Soraru terlibat dalam penggagalan usaha mereka menculik Amatsuki. Pantas saja mereka juga menyerang kalian."

"Apa maksudnya, Pak?" sekarang Kashi yang bingung. Shoose terkekeh. Kemudian, ia beralih menatap Luz.

"Luz, apa yang akan kamu lakukan jika seandainya kamu sedang membereskan seseorang, lalu ada saksi mata yang melihat bahkan sampai menggagalkan. Terlebih, anak buahmu ditangkap polisi?"

Mendengus lalu tersenyum, sepertinya Luz paham juga apa yang ada dalam pikiran gurunya ini. "Tentu saja saksi mata harus dibungkam. Selain itu, kami bakalan membereskan anak buah yang sudah tertangkap polisi agar tidak terjadi bocor informasi."

Shoose menjentikkan jari. "Tepat," katanya, "Dan Pak Aisu belum menghubungi Bapak terkait kematian seseorang di sel tahanan sejak tadi atau adanya orang mencurigakan."

"Oh!" Amatsuki refleks berdiri, "itu artinya, kalau mau menangkap mereka kita harus siaga antisipasi di kantor polisi!" Senyum dan acungan jempol dari Shoose, "Tepat sekali."

Kashi bergerak cepat, sebagai ketua kelas, ia mengirimkan pesan di grup kelas.

Kashi: Gaiss, yang sekarang ada di dekat kantor polisi, siapa?

Fast respon, ada yang menjawab.

Sou: aku, Eve, sama Kain lagi di toko kimia dekat kantor polisi.

"Yak, mereka bertiga juga ngga apa-apa," ujar Shoose. Kashi mengangguk, kemudian kembali mengetik.

Kashi: ya kalian bertiga, kita ada krisis. Kemungkinan dalam waktu dekat akan ada serangan di kantor polisi. Kalian bertiga bisa atasi?

Sou: Ok gampang. Bentar lagi kami selesai belanja.

Rupanya, tak lama ada balasan dari yang lain.

Araki: Aku sama Nqrse otw, setengah jam perjalanan kira-kira. Kami jalan kaki. Bakal usahain cepet

Pak Shoose: Pesan dari Bapak, yg di kantor polisi cukup lumpuhkan penyerangnya saja, jangan ada nyawa melayang, paham?!

Kashi: Sip. Yang lain, siaga satu, ya.

Setelah mengirim pesan itu, kashi berdiri, "Oke, kita juga harus bersiap."

"Eh bentar deh bentar," cegat Luz, "Ah, itu.... Em... kalo ke kantor polisi, kemungkinan aku gabisa ikut deh."

"Lha kenapa?" Soraru bertanya heran. Luz menggaruk kepalanya. "Eum, well... kalian tahu, kan, aku juga 'kriminal'?" katanya sambil membuat tanda kutip dengan kedua tangan.

"Tapi, Luz, di sana nanti, kami butuh bantuanmu juga," tukas Shoose. Luz masih ragu. "Ayo, lah, Luz... tolongin bapakmu ini. Kamu mau durhaka sama bapak?" sekarang Soraru yang membujuk sambil pakai kumis palsu - yang entah dia dapat darimana.

Yak, mendengar kalimat 'durhaka' Luz langsung panik. "Ah! Ampun, Pak! Luz ga durhaka! Oke, oke, Luz telpon Ayah dulu."

Amatsuki langsung memandang Soraru dan Luz datar. "Serius... barusan itu sebuah kebodohan."

-

-

-

Sementara, Sou, Eve, dan Kain sudah di kantor polisi dan menjelaskan semuanya pada Aisu.

"Ah iya, ini barusan Pak Shoose juga kirim pesan ke saya. Terus, ini bakalan gimana, ya?" ujar Aisu.

Kain angkat bicara, "Kalau yang kudengar dari Luz tadi siang, katanya kemarin Ama-chan sempat terlibat penculikan, kan?"

Aisu mengangguk. "Iya, pelakunya sudah ditangkap rekan-rekan saya kemarin. Rencananya akan dilakukan interogasi malam ini.

"Nah, katanya, kan, mereka orang-orang mafia yang berurusan sama Kashi. Kalau mereka mafia, mereka pasti akan datang mengirim orang kemari buat 'membereskan' anggota yang tertangkap, kan?" kembali Kain bicara.

"Tenang, Pak. Untuk itu, kami sudah menyiapkan langkah antisipasi," ujar Sou. Eve mengangguk, "Kami sudah menyiapkan sesuatu saat baru datang kemari tadi."

"Oh, yang kalian pinjem kuali segede gaban sama tungku acara hajatan gang sebelah itu bukan, sih?" Kain berceletuk. Sou mengangguk. Kain lantas bertanya lagi, "Apa itu?"

Baru saja Eve akan menjawab, terdengar dobrakan pintu dari depan kantor. Aisu menyipitkan mata, "Mereka datang."

Eve lantas menyuruh mereka semua mengendap-endap mengikuti dia tanpa suara, menuju kompleks sel sementara di bagian belakang kantor.

"Bapak sudah menyuruh personil lain pergi dari kantor, kan?" tanya Eve setengah berbisik. Aisu mengangguk, "Tapi kenapa kamu dateng-dateng tadi langsung nyuruh kantor dikosongkan?"

"Mereka bakal mengacaukan rencana Eve," balas Sou. Aisu terdiam. Dia punya firasat rencana dua bocah ini mencurigakan. Sampai di sel, Eve meminta mereka naik menggunakan tangga ke sebuah undakan tinggi yang hampir mendekati langit-langit, tempat biasanya sipir penjaga mengawasi kala shift malam.

Tak lama, terdengar suara semakin mendekat ke bagian kompleks sel. "Kalau aku jadi mereka, aku ngga akan masuk semakin dalam kalau di depan saja sudah ga ada orang," gumam Kain.

"Ssh, itu mereka datang," desis Sou.

Terdengar pintu didobrak, dan sekelompok orang masuk. Kain dan yang lain menahan napas. Keadaan sangat sunyi.

"Sebentar... sebentar lagi," bisik Eve. Kelompok orang itu menuju sebuah sel berisi beberapa orang. "Itu sel para pelaku penculikan Amatsuki," Aisu berbisik.

"Eve, mereka akan segera dibunuh. Lakukan sesuatu!" Kain berbisik mulai panik. "Ssh! Diam!" Eve masih berbisik, tenang.

Salah satu dari kelompok orang itu tampak bicara pada para tahanan. Dari tempat mereka bersembunyi, percakapan tersebut tidak kedengaran.

Tak lama orang yang tadi bicara mengangkat pistol. "Eve, orang-orang itu sumber informasi kita!" Aisu semakin panik. Eve masih tenang.

Para tahanan yang sepertinya ketakutan, mundur beberapa langkah. Tiba-tiba Eve bersuara, "Sou, sekarang!"

Tiba-tiba Sou dengan cepat mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya, langsung menekan benda itu dan melemparkannya, tepat diantara kelompok orang itu. Seketika asap tebal mengepul.

Di tengah asap itu Eve dengan cepat melompat, melesat menuju ke suatu titik. Pemuda itu tangkas menarik sebuah tuas, lalu meluncur menuju sisi lain.

Seketika katup ventilasi besar di bagian atas terbuka, menumpahkan air yang sangat banyak. Eve mendarat di undakan dekat ventilasi di sisi lain. "Kalian jangan ada yang turun!" teriak dia.

Air membanjiri sampai keluar kompleks sel. Yang aneh, air itu dengan sangat cepat langsung membeku begitu menyentuh benda-benda. Pada akhirnya, hampir seluruh bagian kantor ditutupi es. Kebanyakan di bagian lantai. Tetapi sekelompok orang tadi bersama para tahanan semuanya membeku, karena katup ventilasi tadi tepat berada diatas mereka.

Aisu, Kain, dan Sou sekarang turun setelah melihat Eve turun. "Hati-hati, licin," kata Eve dengan santainya. "Ah, aku mau siapkan kit pertolongan pertama sebentar," Sou menyahut dengan tak kalah santai.

Sementara Aisu dan Kain melongo. "A...apa itu? Air apa ini?" tanya Aisu.

"Oh, itu cuka 80% dicampur baking soda dan air, terus dipanaskan beberapa saat. Mereka membekukan dengan cepat begitu menyentuh benda, terutama benda yang mengandung air," Eve menjelaskan, masih santai.

(Percobaan ini berbahaya. Anak baik tidak mencobanya di rumah:)))

"Hei, kami mendengar suara ribut. Apa yang terjad-??!!"

Araki dan Nqrse yang baru sampai depan pintu masuk terkejut, mendapati seisi kantor berubah menjadi kutub.

Sementara mereka mendapati Sou menghampiri Eve dengan sebuah kotak berukuran sedang warna putih, sedangkan Aisu dan kain masih terperangah di tempat mereka.

Sou menoleh, "Ey, ayo bantu kami. Keburu mereka kena hipotermia."

***

To be Continued...

Yak, rupanya dua precious shota kita ini punya bakat jadi ilmuwan gila :v


Wahahah. Oiya ini Kafka kasih bonus eheh. Tapi maaf backgroundnya ancur gini wkwkwk


Amachan the natural psycopath /gagitu

Lalu ini parodi yg Kafka gasengaja nemu dan gabisa berenti ngakak liatnya😂😂😂

Oke cukup sekian. Sampai jumpa chapter berikutnyaa!! 😆😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro