Chapter 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Soraru PoV

Aku mengendap-endap sendirian dibalik peti-peti kemas lapuk. Tugas memastikan keamanan sisi barat dermaga bisa kubilang cukup mudah. Apakah karena tempat ini sudah hampir kosong? Entahlah, bisa jadi memang begitu.

Sore tadi kami yang ada di kantor polisi bersepakat melancarkan serangan ke markas cabang mafia Ekor Naga Emas yang diketahui berada dekat dengan pelabuhan. Bos cabang mereka yang disebut "Zhang" dikabarkan berada disini. Berita mengenai tertangkapnya anak buah Bos Zhang di kantor polisi rupanya telah sampai ke telinga yang bersangkutan. Tetapi, penangkapan anak buah itu tertera atas nama Cityfog.

Kami sengaja membuatnya seperti itu atas saranku. Prediksiku tepat. Kelompok mafia itu jadi membagi ke dua kubu. Mereka menganggap Cityfog menyatakan perang sehingga akan mengadakan invasi ke markas Cityfog. Sementara kubu pertama melakukan penyerangan, kubu kedua akan siaga di markas. Ama sudah memastikan bahwa Bos Zhang tetap tinggal di markas, jadi rencanaku sejauh ini berjalan lancar.

Kami sekelas juga membagi diri menjadi dua regu; regu pertama adalah regu Luz yang akan ikut pertahanan di markas Cityfog, dan regu kedua yaitu regu Kashi yang akan menyerang markas Ekor Naga Emas. Tujuan utama kami adalah menangkap Bos Zhang dan mengorek informasi tentang orangtua Kashi.

Aku termasuk dalam regu Kashi. Bersama Mafu, Urata dan gengnya, Piko, Kradness, dan Kashi sendiri tentunya dengan Amatsuki sebagai peretas kami siap melancarkan aksi yang telah direncanakan dengan matang ini. Sementara Pak Shoose bergabung dengan Tim Luz dan Pak Tenchou ikut dengan kami.

Invasi markas Cityfog sudah dimulai menjelang pukul sepuluh malam. Itu kabar yang kami terima dari tim Luz. Regu mereka kuat, kok. Yang barbar hampir semuanya masuk sana; aksi mereka saja sudah dibuka dengan meriah oleh ledakan semacam Trinitrotoluena racikan Eve.

Kami sengaja membagi seperti itu karena menurut informasi terbaru, Bos Zhang mengerahkan hampir sebagian besar pasukannya untuk menyerang markas Cityfog. Dia pasti tidak mau ambil risiko mengingat pasukan mafia yang dipimpin ayah Luz ini terkenal sangat kuat. Tapi karena itulah sistem keamanan markas utama mereka mungkin jadi meningkat. Itu sebabnya Ama ikut kami. Sementara peretas di tim Luz diserahkan pada Pusu.

Amatsuki sudah berhasil mengambil alih sistem keamanan markas diam-diam dengan pengawalan Piko dan Mafu beberapa menit lalu. Aku memastikan bagian barat aman, sementara Sakata ke bagian timur, Shima ke utara, dan Senra bagian selatan. Pak Tenchou mengatasi para penjaga di pintu depan, sementara Kashi masuk mengikuti arahan Ama menuju ruangan Bos Zhang bersama Kradness dan Urata.

Setelah beberapa kali mengatasi sejumlah penjaga yang berkeliaran, aku mengistirahatkan badan, menghela napas panjang sambil berjongkok di balik beberapa tumpuk peti kemas. Daerah ini tampaknya sudah kuamankan. Baru saja aku berdiri dan akan beranjak, sebuah suara menyapaku.

"Yo."

Menoleh, kedua mataku langsung terbelalak, "...Kau?!"

Sementara di ruang kendali, Amatsuki sibuk mengarahkan Kashi beserta dua orang lainnya. "Baiklah, tinggal melewati aula depan itu... Eh, tunggu dulu!"

Arahan terhenti. Kashi dan yang lain refleks turut menghentikan langkah dan sembunyi di balik dinding. Sejenak kemudian Amatsuki tampak terkejut.

"Sial! Gawat!" serunya. Mafu dan Piko ikut panik. "Kenapa, Ama?"

"Sepertinya Bos Zhang itu mendeteksi penyusupanku! Duh, padahal sudah kulakukan diam-diam... mafia inter emang beda. Dia sudah menarik sebagian pasukannya kembali ke markas untuk menyerang kita!"

"HAH?!"

Sementara Kashi rupanya menghadapi masalah lain. Rombongan penjaga mengepung mereka dari belakang dan dari depan aula. Bos Zhang itu pasti sudah menyuruh mereka siaga setelah menetahui aksi peretasan Amatsuki.

"Kashi, kau duluan. Kami akan bukakan jalan untukmu!" pinta Urata sambil memasang kuda-kuda. Kashi terhenyak, "Tapi mereka bersenjata! Kalian, kan, sama sekali tidak bawa pistol. Bagaimana kalau nanti--"

"Aduh, kau ini..." sela Kradness, "pistol itu untuk pecundang. Kau pikir kami berdua takut hanya dengan ancaman 'mainan' macam itu? Ya, kan, Urata?"

"Hahah, sa ae lu, Nyet. Luz sama Nqrse denger mati lu."

"Bgsd lu boncel. Lagi genting gini sempet-sempetnya ngehina orang. Kebanyakan maen sama Soraru lu." Setelah berkata begitu, Kradness langsung melayangkan tendangan pada seseorang yang menyerangnya. Urata mendengus, setelah itu menarik kerah seorang pria yang hendak memukul. Dia banting keras kemudian.

"Pergilah, Kashi!" seru pemuda emerald itu yang disambut anggukan si rubah. Kashi segera beranjak, sesekali menebas kerumunan musuh dengan katana-nya. Sekali sabet, jalan langsung terbuka lebar. Kradness bersiul, "Gila, gila... pedangnya itu, loh!"

"Oi jangan ngelamun, Nyet! Bantuin gue geblek!"

"Hih, dasar tanuki boncel ribut mulu lu!"

-

-

-

Pelan, Kashi melangkah tanpa menimbulkan banyak suara. Lorong gelap ini berujung pada sebuah pintu besar berdaun dua yang berdiri kokoh di depan sana. Rubah itu menenggak ludah. Keringat dingin menuruni pelipisnya. Untuk sejenak, tangannya sedikit ragu untuk menarik gagang pintu tersebut.

Tidak. Ia lantas menggeleng. Setelah menarik napas dalam, ia dengan hati-hati mulai memutar tuas pintu, menimbulkan bunyi berderik yang samar. Ruangan itu gelap, lampunya tidak dinyalakan. Tetapi mata sang rubah berhasil menangkap bayangan seorang pria berdiri di belakang meja, menghadap ke jendela yang menyorot langsung pemandangan laut membelakangi dirinya.

"Kamu pemimpin mereka?" tanya sosok itu tanpa berbalik. Kashi melangkah masuk. "Apa Anda adalah Bos Zhang?"

Hening sejenak, sebelum sosok itu akhirnya berbalik menatap Kashi. "Iya, itu aku. Siapa kalian? Nyalimu besar juga masuk kemari, huh?"

Mendengar jawaban itu, kepalan tangan Kashi mengerat. Sebentar kemudian ia menyemburkan tawa tertahan. "Aku tidak menyangka pimpinan cabang sepertimu bisa melakukan tindakan seceroboh ini. Setidaknya kalau punya mangsa, ingat wajah mangsamu, dong..."

Sepasang mata itu kini terbeliak. "...Kamu..."

"Ah, ya..." katana ditarik dari sarungnya, ditodongkan oleh si rubah, "aku Ito Kashitaro. Bisa jelaskan ada apa ini sebenarnya, Bos Zhang?"

Di ruang kendali, Amatsuki memastikan keadaan. "Untuk sekarang, Kradness dan Urata baik-baik saja. Kashi sedang menuju ruangan bos," katanya memberi laporan.

"Uwah, Urata serem banget woe... liat tuh senapannya dipatahin njer!" celetuk Mafu sambil geleng-geleng kepala. Piko mendekat ke samping Amatsuki. "Gimana dengan tim yang jaga di luar?" tanya dia.

"Oh, barusan aku sudah hubungi yang di luar," Amatsuki menjawab, "mereka menghadapi bala bantuan yang baru datang di halaman depan. Tapi... ada masalah."

"Masalah?"

Amatsuki mengangguk, "Dari tadi, Soraru ngga jawab panggilanku, nih..."

Mendengar itu, Mafu terdiam dengan wajah terkejut. "...Apa katamu?"

"Shima, Sakata, Senra, semuanya sudah sedang menghadapi musuh di halaman depan sama Pak Tenchou. Tapi Soraru doang yang dari tadi kuhubungi ga bisa," ujar si brunette. Mafu menggertakkan gigi, lalu langsung berlari ke pintu.

"Oi, Mafu--"

"Dia di bagian barat, kan? Piko, tolong jaga Ama!" dan dengan perkataan itu, Mafu langsung pergi setelah menutup pintu kembali.

Piko tepok jidat, Amatsuki menghela napas, "Maf... Maf.. Giliran soal doi aja gercep lu ya!" cibir pemuda bintang itu.

Si albino itu berlari sendiri di lorong. Yang terdengar hanya suara sepatunya. Firasatku ngga enak... pikirnya sendiri.

Sementara masih di bagian barat markas, aku berhadapan dengan seorang tamu tak diundang.

"...Culprit Master... Mau apa kau kemari?" desisku tajam. Ya, siapa sangka aku akan bertemu mimpi burukku disini?

Orang itu tertawa. "Oh, menurutmu? Apa kau akan percaya kalau aku bilang 'ingin menemui malaikat kecilku tersayang'?"

Aku menggertakkan gigi. Ia menggeleng. "Pimpinan disini itu klien-ku, paham? Dia bilang butuh saran untuk melancarkan aksi invasi ke markas Cityfog, jadi aku datang. Tak disangka aku begitu beruntung bertemu denganmu disini!"

Seketika bulu kudukku berdiri. Rasa takut mulai merayapi raga. Tapi tidak, tidak lagi! Aku tidak mau terus-terusan sembunyi dari dia. Kau tidak boleh lari lagi, Soraru! Kau harus membereskannya disini sekarang!

"Woah... semangatmu bagus, ya? Baiklah, ayo sini, serang aku, sayang~"

Menyambar belati di ikat pinggang, aku menerjang ke arahnya. Tapi...

...Eh?

Brukk!!

Apa ini? Kenapa... kakiku tidak mau bergerak?! aku jatuh terduduk, dengan kaki gemetaran. Culprit master tertawa gahar. "Ada apa, malaikat kecilku? Kau tidak bisa berdiri, ya?"

Sialan! Apa-apaan ini?!

Aku ingin berdiri. Aku harus berdiri! Kalau tidak, orang ini... orang ini akan...

"Wah, baguslah! Rupanya ragamu tidak bisa berbohong, ya... kau merindukanku, kan? Ayo, sini, kembalilah padaku, malaikatku yang manis~" Sial, orang itu berjalan mendekat.

Berdiri, Soraru, berdiri!

Aku berusaha sekuat tenaga untuk bangkit, namun rasanya seperti aku tidak bisa merasakan kakiku lagi. Mati rasa, seperti tidak punya kaki. Sekeras apapun aku mencoba memaksakan diri, tubuh ini tidak mau mengikuti perintahku. Kenapa? Kenapa harus di saat seperti ini?!

Ia semakin dekat, menunjukkan wajah itu lagi. Wajah yang paling aku benci. Wajahnya yang penuh akan nafsu kotor itu. Tidak, aku tidak mau berada dalam belenggumu lagi! Berdirilah! Berdiri! Berdiri!!!

Menggigit bibir kuat, aku bisa merasakan ujungnya sedikit berdarah. Tapi aku tidak peduli. Dengan cepat kuangkat belati di tangan, dan...

"BERDIRI!!!"

Jleb!

Kutikam kakiku sendiri dengan belati. Culprit Master begitu kaget dengan aksi nekatku yang tiba-tiba. Tapi aku berhasil. Aku bisa merasakan lagi kakiku!

Kesempatan sepersekian detik itu tak kusia-siakan. Segera aku cabut belati tadi, mengeluarkan satu lagi dengan tangan yang lain, dan menyabetkannya ke arah muka si br*ngsek itu. Cih, dia sempat menghindar.

Dia rupanya lebih licik. Dalam kesempatan itu, dia memanfaatkan serangan meleset barusan untuk menendang tubuhku. Aku terpental, menabrak tumpukan peti kayu.

Meringis menahan sakit, samar-samar terdengar suara tepukan tangan. "Mengesankan," katanya enteng, "kau tambah cekatan sekarang, huh?"

"S-sialan..."

Mendengus, pria itu menyeringai. Katanya, "Sayang sekali, tapi aku lebih cepat darimu!" dan dengan perkataan itu, dia melesat cepat ke arahku.

"Gawat--"

Trang!!

Culprit Master sempat menangkis sebilah pisau yang mengarah padanya dan mundur selangkah. Kami menoleh ke arah yang sama, dimana seseorang berdiri dengan wajah gelap disana.

"Yappari, keputusanku datang kemari benar, ya?" ujar sosok itu dengan suara rendah. Aku terbelalak, "...Mafu?"

"Yo, B*jingan tengik," kata si albino itu sambil berjalan ke arahku, "Lama kita ngga ketemu, eh? Kau masih ingat aku?" Mafu berdiri membentengi di depanku, dengan tongkat pisaunya siap dihunus.

Terlihatlah wajah murka yang teramat sangat dipasang oleh Culprit Master. "Kau... cecurut albino... dari semua bocah-bocah itu, KAULAH YANG PALING AKU BENCI, SIALAN!!" kalimatnya berubah jadi seruan di akhir.

"Sejak mengenalmu, malaikatku mulai sering melawan perintahku! Dia harusnya penurut, tapi kau malah menyeretnya ke dunia luar! SEMUA GARA-GARA KAU! KAU MEREBUTNYA DARIKU, B*NGSAT!!! KAU PENGACAU! PERUSAK! SIAL!! SIALAN!!!

"GARA-GARA KAU JUGA AKU KEHILANGAN TANGAN, B*JINGAN KECIL! AKU JADI TERPAKSA MEMAKAI TANGAN BUATAN YANG TIDAK NYAMAN INI! AWAS, KAU! AKU TIDAK AKAN HANYA SEKEDAR MEMBUNUHMU! AKAN KUSIKSA KAU, KUCINCANG KAU KECIL-KECIL, CECURUT ALBINO!!!"

Sungguh, baru kali ini aku melihat orang itu semurka ini.

"Pas banget kalau begitu. Aku juga rasanya ingin mencincangmu kecil-kecil," balas Mafu tenang. Tongkatnya diputar-putar, kini terhunus ke arah Culprit Master. "Ngomong-ngomong tinggiku 177 cm. Rasanya memanggilku 'kecil' agak keterlaluan, deh, Tuan?"

"PERSETAN!!!!"

Culprit Master menghunuskan sebilah parang dan Mafu dengan cepat menangkisnya. Culprit Master langsung melompat menjauh ke belakang. Melihat itu, Mafu sedikit merendahkan posisi, sebelum dengan dorongan kaki-kaki jenjangnya, ia melesat cepat ke depan.

parang dan tongkat kembali beradu. Satu kali waktu tongkatnya tersekat di tengah, dengan sendirinya ia terpatah menjadi tiga bagian dengan rantai sebagai penghubung. Dengan keadaan begitu tongkat bisa diputar, dan itu sukses membuat si Culprit Master melompat mundur lagi.

Mafu kembali memutar tongkatnya, lalu melancarkan serangan lain. Mereka kembali bertarung sengit. "Hahahah! Menakjubkan! Tidak kusangka ada orang lain yang sama sepeti aku!" seru Culprit Master di tengah mereka beradu. Mafu membalas sengit, "Jangan samakan aku denganmu, Setan!"

"Benarkah?! Kau? Beda denganku?! Coba kalau kau bisa lihat wajahmu sekarang, cecurut albino! Lihat wajah penuh kemurkaan dan nafsu membunuhmu itu! Kita sama, bodoh!"

"Sudah kubilang," satu sabetan dan sebuah peti kemas yang ditarik Culprit Master sebagai penghalang hancur terpotong dengan mudahnya, "JANGAN SAMAKAN AKU DENGANMU, IBLIS!!"

Diantara gelapnya malam, crimson red Mafu berkilat nyalang. penuh penekanan, pemuda itu berkata sengit, "Camkan ini baik-baik, Mosnter... Dari semua makhluk yang ada di dunia ini, kaulah yang paling tak bisa aku maafkan!"


-

-

-

Di tempat lain, peluru tengah beradu dengan pedang. Bos Zhang sudah berulang kali mengganti barah peluru, tapi semua tembakannya ditangkis dengan mudah. Masih mending kalau sekadar ditangkis. Ini pelurunya dibelah menjadi dua oleh katana si rubah.

Kashi tidak melakukan gerakan khusus atau melancarkan serangan yang wah. Sejak tadi yang terjadi justru ia hanya berjalan lurus ke depan dengan tenang sembari terus membelah peluru yang beterbangan. Tetapi itu lebih dari cukup untuk membuat Bos Zhang itu kalang kabut.

"Monster... monster! Enyahlah kau, enyah!!" itu yang diteriakannya berulang kali. "Aku tanya sekali lagi, apa yang kau lakukan pada orangtuaku?!" Kashi masih bertanya, untuk yang kesekian kalinya.

"Tidak! Pergilah! Pergi!!!" tembakan beruntun itu semakin asal-asalan. Kali ini bahkan Kashi tidak usah repot-repot mengayunkan pedang. Matanya menatap tajam pada Bos Zhang.

Pimpinan cabang mafia yang terkenal keji itu kini bagaikan tikus dalam sarang rubah. Dilingkupi ketakutan luar biasa akibat aura intimidasi yang dipancarkan lawannya. Mungkin ia sebenarnya bukan takut Kashi, bukan. Melainkan pada aura sang rubah yang mengingatkan pria itu pada sebuah mimpi buruk.

Tembakan masih dilancarkan. Kashi mendecakkan lidah, kehilangan kesabaran. Sedetik kemudian pistol yang berisik itu telah terbelah menjadi dua. Sementara bilah pedang hanya beberapa senti dari hidung besar Bos Zhang itu.

"Beritahu aku apa yang kau lakukan pada orangtuaku. Mumpung aku masih baik, Bos Zhang," kecam si rubah dengan suara berat. Matanya yang berkilat diterpa sinar bulan membuat bulu kuduk lawannya berdiri.

Gemetar, jemari Bos Zhang menunjuk sebuah lemari tua di sudut ruangan. "D-di sana... a-ak-aku m-menyimpan... s-semua berkas o-operasi... s-sejak 20 tahun lalu..." katanya terbata-bata.

Kashi segera menurunkan pedangnya, kemudian berjalan menuju lemari yang ditunjuk dengan santai. Pemuda itu mulai membuka-buka, mencari diantara lembaran-lembaran yang bertumpuk disana.

Sementara rupanya Bos Zhang mencari celah. Pria itu mengendap-endap ke belakang meja kerja tanpa diketahui Kashi. Ia membuka laci bagian bawah, lalu mengeluarkan machine gun dari sana.

Dengan kalap ia menodong punggung Kashi. Sembari menarik pelatuk pria itu berteriak, "MATI KAU!!!"

Suara rentetan peluru memenuhi ruangan. Bos Zhang tertawa puas sambil terus menghabiskan amunisinya. Persetan ia menghancurkan tubuh pemuda itu atau sesuatu. saat peluru habis, orang itu menghela napas lega.

"...Apa yang Anda lakukan, huh?"

Suara itu seakan membuat jantung Bos Zhang berhenti berdetak beberapa saat. Kala asap mulai menipis, terlihat Kashi berdiri disana, masih utuh. Bos Zhang terduduk, machine gun-nya terlempar begitu saja.

"K-kenapa... kau masih hidup? ... Pelurunya...?"

"Oh," Kashi membalas tenang sambil berjalan ke arah Bos Zhang, "aku potong semuanya."

"Monster... kamu... monster..."

Yang berdiri di depannya saat ini bahkan lebih mengerikan dari mimpi buruk.

Kashi menghunus katana-nya, "Tadinya aku berniat membiarkanmu saja setelah mendapat apa yang kuinginkan, tapi..."

wajah pucat Bos Zhang dibanjiri keringat dingin, dengan bola mata seakan mau copot dari tempatnya. Tatapan nyalang mata rubah di hadapannya ini sanggup membuat sekujur tubuh lumpuh.

"...Sudah kuduga, mood-ku memang lagi jelek."

-

-

-

"Kubunuh! Kubunuh! Kubunuh kau, Cecurut sial!!"

Tebasan parang bertubi-tubi itu dihindari dengan baik oleh Mafu. Sesekali ia menangkis, dan memberi serangan balasan. Sementara aku? Aku tetap duduk di tempatku semula. Ingin rasanya aku membantu, tetapi serangan Culprit Master tadi sempat mengenai kaki yang sebelumnya kutusuk sendiri, membuatnya sulit bergerak sekalian.

"Dasar tidak tahu diri," cibir Mafu selagi memutar badannya menghindari sabetan parang, setelah itu memijakkan kaki pada sebuah tong untuk melompat, "harusnya aku yang bilang begitu, br*ngsek!"

Ayunan tongkatnya ditahan bilah parang Culprit Master. Dengan seruan keras dia mendorong Mafu. Pemuda albino itu berputar di udara, mundur ke belakang untuk bertumpu pada pagar teralis dan menerjang cepat dengan mata tombak terhunus.

Serangan mendadak yang begitu cepat rupanya tak sempat dihindari dengan sempurna. Mafu berhasil menikam lengan Culprit Master yang memegang parang.

"AAAARGHH!!" Teriak orang itu sambil menjatuhkan parangnya. Mafu kembali berputar. Dia hendak melancarkan serangan kedua, tetapi...

Blarr!!

Kami dikejutkan suara ledakan dari bagian depan markas. Atensiku dan Mafu jadi teralih. Celah itu rupanya dimanfaatkan Culprit Master untuk mendepak senjata Mafu dan mencekik lehernya. Aku refleks berteriak kaget, "Mafu!"

Culprit Master tertawa terbahak-bahak, "Mati kau, b*jngan kecil! Setelah itu kalian semua akan Game over!"

Satu kata, satu kata itu seketika membuatku tercekat.

Tidak... jangan...

"... Kau bodoh, ya?"

Aku dan Culprit Master sama-sama terkejut. Mafu menatap dingin, dengan kedua tangannya mencekal tangan Culprit Master. Cekalan dia menguat. Sambil menarik ia berseru, "Jangan remehkan aku, k*mpret!!"

Aku ternganga melihat tubuh Culprit Master melayang, terpental melewati pagar teralis lalu jatuh ke laut. Mafu terengah. Pemuda itu berlutut di tanah sembari terbatuk. Tertatih-tatih aku menghampirinya.

"Mafu, kau ngga apa-apa?" tanyaku khawatir. Sambil tersenyum tipis ia menggeleng, membuatku menghela napas lega. Kami segera memeriksa grup kelas. Rupanya ledakan tadi dari Sou dengan bom buatan Eve yang dia bawa. Bocah itu datang bersama Kuroneko sebagai bala bantuan.

Kami berdua saling rangkul, saling bantu berjalan menuju rekan-rekan kami di halaman depan. "Aku kaget, loh," celetukku pada Mafu, "Gak nyangka kamu punya tenaga sebesar itu padahal badanmu kurus kerempeng."

"B*ngsat lu, Sor, urusan ngehina aja lancar ya, huh!"

Kami tertawa bersama. Sayang sekali kali ini si Culprit Master itu behasil kabur. Ya, aku yakin sekali dia tidak mungkin mati cuman karena tercebur ke laut. Tapi aku dan Mafu tetap yakin, kami pasti akan segera menangkapnya!

***

Shanghai, 23.06 waktu setempat.

Seorang pria berbadan tinggi besar masuk ke sebuah ruangan. Ia tidak langsung menghampiri wanita berbusana minim yang duduk di tengah ranjang, tetapi menuju nakas mengambil ponsel.

Ia berdiri di depan jendela besar tempat ia bisa melihat hamparan gedung-gedung dan gemerlap malam Shanghai sejauh mata memandang. Dibukanya kontak, lalu mulai menelpon seseorang. Terdengar suara 'Tut... Tut...' sebelum akhirnya telepon diangkat.

"Oh, Zhang, baguslah kau mengangkat--"

"Apakah Anda Bos besar Ekor Naga Emas?"

Ia tercekat. Bukan bahasa mandarin yang ia dengar sebagai jawaban.

"... Kau bukan Zhang. Siapa kau?"

Terdengar tawa samar dari seberang telepon, sebelum kemudian balasan terdengar.

"Aku?"

Di tempat lain, tepatnya di sebuah ruangan gelap dengan jendela menghadap laut, seorang pemuda berlumur darah menyeringai lebar. Ia menyibak rambut ke belakang selagi bicara,

"Aku adalah hantu rubah mimpi burukmu, Sialan..."

***

To be Continued...
Ehhe... Yg baca chapter terbaru "Fake Me" pasti tau Kafka emg berencana update ini:3

(sekaligus menunjukkan betapa klean suda tidak polos kalau tau Kafka mau up ini:v)

Ekhm! Etto...

Panjang ya Chapter kali ini:D iya emg heheh hampir 3K kata. Anggap saja bonus karena Kafka ga up lama weheh.

Oya, chapter kali ini jg didominasi Mafeng ya:)

Jujur aja nie, Kafka sudah forgot gimana bikin gambar Mafeng yg unyaw. Serba jd ikemen mulu skrg :((

Tapi memang klo boleh jujur, Kafka sendiri paling suka loh sm postur tubuh Mafeng RL. Bagus ngga sih posturnya?!!

Dan lagi, manly bgt gituloh. Ya muka ya postur badan ya keahlian. Yg ga manly cuman suara itupun pas nyanyi doang. Pas ngomong biasa mah suaranya IKEMEN PARAH!!

Mungkin gegara itu sekarang Kafka sulit banget bikin Mafu versi imut.

Duh Kafka merasa gimana gitu mengingat Mafeng disini sama di lapak sebelah bisa BEDA BGT:))
Padahal sama" sayang Soraru tapi... Ya... Beda lah! Heran:v

Awowkowkwowkwok

Daaannnnn KAFKA PENGEN MINTA PENDAPAT NIH SAMA KALIAN, GUYS~~

Kafka tuh ada rencana pengen bikin merchandise gitu buat cerita Teenage Utaite sama Fake Me. Tapi daripada ntar Kafka launching tros gaada yg beli kan nyesek ya:""

Makanya Kafka mau minta pendapat readers sekalian dlu nih, kira" Pada mau ngga nih klo Kafka bikin official merchandise bwt dua book Kafka yg "Paling Sukses" ini?

Gak norak kok, palingan keyring akrilik sama mdf wood, yg Kafka patok harga sekitar 30K ukuran 6x6 cm kek gini

So gimana? Launch official merchandise ngga nih?

⭐️Vote disini yaa jangan silent:D⭐️

Keputusan jadi apa enggaknya tergantung hasil vote kalian, oke? Hasil vote akan Kafka umumkan di update Fake Me yg akan datang. So, stay tune~

Wah udahan lah ya, udh tembus 3K+ kata nih 😂😂😂
See u next update!! 😆😆😆

Omake~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro