Chapter 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Shanghai, sebuah kota besar yang berada di tepian delta Changjiang. Kota terbesar Republik Raykat China ini memang tak ada matinya. Dari fajar menyingsing hingga rembulan bertakhta, riuh ramai penduduknya tak padam meski sedetik.

Wajar saja, sebab tempat ini merupakan pusat perekonomian, finansial, dan komunikasi paling penting bagi negeri tirai bambu. Berbagai jenis kegiatan perniagaan bisa kau temukan di tempat yang gemerlapan ini, dari yang biasa sampai yang tidak biasa. Keramaian tiada akhir yang menyebabkan kota ini selalu benderang 24 jam nonstop.

Dan salah satu dari banyak pusat keramaian itu pada malam hari ialah Haining. Terutama, kompleks sebuah kondominium elite teramat megah yang menjadi pusatnya.

"Haining Royal Paradise..." pemuda beriris safir setengah bergumam, "biar dilihat bagaimanapun, jelas ini tempatnya orang-orang berduit."

Soraru kemudian menyikut sahabatnya, Mafumafu, agar tidak bersikap mencolok dan kelihatan terlalu katro. Meski tak ada bedanya dengan babu, biar bagaimanapun sekarang mereka tengah berusaha keras berperan menjadi versi mewahnya; butler.

Kradness yang baru turun dari limousine membenahi posisi fedora yang ia pakai. Sembari melangkah menuju kedua butler, ia berceletuk, "Wah, padahal dari dulu kalau ikut Ibu ke Shanghai, aku cuma lewat doang. Ternyata gedung ini tuh emang gede banget, ya!"

"Tuan Muda," si albino memerankan lakonnya sebaik mungkin, "saya akan memastikan mobil Anda terparkir dengan benar. Sementara itu, masuklah terlebih dahulu dan silakan menunggu di lobi."

Kradness mengangguk paham seraya mengibaskan tangan. Mafu segera berlalu. "Wow, bakat aktingnya boleh juga nih bocah," Kradness mengapresiasi. Ia dan Soraru lantas berjalan menuju lobi.

Sementara itu, Mafumafu memarkirkan mobil mahal milik temannya itu ke basement. Ia belum pernah menyetir mobil mahal sebelumya, jadi ada sedikit rasa khawatir akan mengacaukan. Namun syukurlah mobil itu sampai di tempat parkir tanpa lecet sedikitpun.

Pemuda albino itu turun dari kemudi, kemudian celingukan mengamati keadaan sekitar. Merasa situasi aman dari pandangan lensa mata maupun kamera, ia bergegas menuju bagian belakang mobil.

"Ayo, Gaess, keluar," ia setengah berbisik.

Sepupu kembar Eve dan Sou beserta Shounen T turun setengah mengendap. Mafu kembali berujar, "Lakukan dengan baik. Hati-hati, ya!"

Acungan jempol ia dapatkan sebagai balasan dari ketiganya. Tim tersebut segera bergerak menuju tangga darurat dan dengan Shonen T sebagai pengawas di depan. Mereka turun ke lantai di bawahnya.

Usai memastikan ketiganya pergi dengan aman, seakan tidak terjadi apapun Mafu keluar dari lahan parkir, kembali ke atas untuk bergabung dengan timnya di lobi.

Di lain sisi sungai Huangpu, tepatnya di sebuah menara berbentuk unik yang biasa disebut 'Oriental Pearl Tower' dua orang pria berhasil naik dekat puncak tertinggi dengan cara ilegal. Luz menatap hamparan metropolitan yang tersuguh. Netra violetnya berbinar takjub.

Pak Anku terkekeh, "Baru pertama kali naik sampai sini, ya?"

Luz mengangguk, "Saya baru tahu ada cara naik yang seperti ini, Pak, ini keren sekali! Semua gedung terlihat dari sini!"

(ni yg penasaran wujud Oriental Pearl Tower tuh kek mana:v Luz sm Anku naek smpe bunderan yg nomer dua dari atas itu. )

"Nah, seorang sniper, mah, harus tahu yang beginian. Karena biasanya, tempat paling efektif itu bangunan yang tidak punya akses 'resmi yang aman' untuk naik ke atas seperti ini," Pak Anku menjelaskan.

Luz antusias, "Woah... Luz dengar dari Pak Shoose, Bapak ini mantan sniper profesional, ya? Keren!"

"Nah, Luz," kini Pak Anku meletakkan koper panjang yang sedari tadi ia bawa, "Kamu, kan, nilai Bahasa inggrisnya paling bagus di kelas. Em... apa karena kamu ada blasteran, ya? Ah, pokoknya, karena Bahasa inggrismu selalu dapat nilai yang bagus, sekarang akan Bapak kasih servis, nih..."

Terdengar suara 'klik' yang diikuti terbukanya koper tersebut. Sekali lagi Luz berdecak kagum karena melihat satu unit DSR 50 yang hanya bisa dia dengar lewat pembicaraan para eksekutif ayahnya saja. "Udah dimodif, sih. Jadi, jangkauan tembaknya jadi makin jauh," ujar Pak Anku selagi mengangkat rifle buatan Jerman itu dengan hati-hati.

Kemudian sang guru menyeringai, "Malam ini akan Bapak kasih lihat bagaimana cara sniper profesional dunia beraksi!"

-

-

-

"Yami wo haratte... yami wo haratte..." berusaha tenang padahal sekujur tubuh merinding disko, Eve malah jadi nyanyi sendiri.

Melihat itu Sou langsung menyikut saudaranya ini agak kesal, "Jangan berisik geblek! Ntar kita ketahuan!"

"Ketahuan sama siapa anying?! Orang tempat kayak udah kagak ada kehidupan gini emangnya ga bikin takut? Mana gelap banget pulak! Lampu, kek, lampu!" Eve mulai emosi.

Dengan cepat Shonen T mendesis sebelum mulut Sou menanggapi dengan lebih keras. Ia lalu menambahkan dengan cibiran lirih, "Dih, udah sama gue aja masih takut, lu!"

"Justru karena bareng elu makanya gue tambah ngeri bambang! HEH! Diem, gue tau lu mau ngomong apa, makanya udah, DIEM!" Eve mengecam dengan telunjuk menuding Shonen T sengit.

Tentu Eve tahu pemuda bernama asli Tomohisa Sako itu pasti bakal memberi tanggapan semacam, 'Halah, penunggu banyak mah paling ngeliatin doang,' atau semacamnya yang intinya, masih dalam ranah perdemitan. Makanya daripada nanti kadung bocor kan itu lambe, bikin suasana tambah horror, mending ditutup rapat secepat mungkin.

Akhirnya, mereka bertiga sampai di ujung lorong bawah tanah itu, dimana terdapat sebuah pintu besi disana. Shonen T segera mulai membuka kunci digital pintu itu dengan menekan tuts-tuts angka yang ada. Eve dan Sou tidak berani bertanya darimana pemuda itu tahu sandi pintunya. Yang jelas, 'apapun' itu, lebih baik mereka berdua tidak tahu sekalian karena pasti si doi masih disana bersama mereka.

Pintu terbuka perlahan. Shonen T meminimalisir suara sebanyak mungkin. Mereka sempat terpana mendapati lusinan senapan tertata dalam rak-rak penyimpanan. Pun berbagai senjata lain dalam ruangan yang begitu besar tersebut. Tanpa membuang banyak waktu lagi, dengan komando dari Eve mereka bertiga mulai menempatkan sejumlah 'barang' yang telah mereka persiapkan sejak siang tadi. Selepas itu, ketiganya beranjak keluar dari tempat tersebut tanpa lupa mengunci kembali pintu besinya.

"Jam berapa sekarang?" tanya Sou saat mereka mulai berjalan menjauh. Eve melirik arlojinya, "Delapan lebih empat puluh tujuh. Sambil menunggu pukul Sembilan, kita naik ke belakang parkiran. Kalau nanti keributan sudah dimulai, baru kita nyalakan 'itu'."

Dua rekannya mengangguk paham. Tanpa basa-basi lagi, mereka segera melanjutkan perjalanan.

Kalau boleh jujur, pemandangan kasino yang bergabung dengan arena billiard dan bar sekaligus adalah hal yang jarang ditemukan. Makanya Soraru, Mafu, dan Kradness sempat terpukau saat baru pertama masuk. Berkat itu, mereka bertiga sukses menghadirkan kesan 'bocah kaya naif yang mau menghambur-hamburkan uang' dimata para pengunjung kasino yang lain.

Tetapi mereka tidak tahu, kalau ternyata bocah yang dikira 'naif' itu rupanya berhasil menguras isi dompet mereka.

"Baik, taruhan kali ini kembali dimenangkan oleh Tuan Kradness," dealer menyampaikan dengan intonasi tenang meski sebetulnya ia sendiri juga tercengang. Kradness bersorak selagi para lawan mainnya meremat kepala mereka gusar. Kali ini total tujuh milyar sudah berada di tangan Kradness.

"Nah, lihat, kan? Om-om dan tante-tante semua ngga akan bisa mengalahkan aku~ keberuntungan kalian itu memang payah, ya?" cibir pemuda itu diiringi tawa mengejek.

"APA KATAMU? DASAR BOCAH ANGKUH!"

"PERSETAN KAU BOCAH ATAU ORANG DEWASA. KAU HARUS DIBERI PELAJARAN!"

Mafumafu dan Soraru siaga, membentengi Kradness yang berdiri tenang dengan kedua tangan masuk ke kantung jasnya. Sementara itu, barisan bodyguard pengunjung kasino yang berjumlah puluhan telah mengepung mereka tanpa ampun.

"Sumpah, dah, Krad, lu tuh emang pakarnya ngeroasting orang,"gerutu Soraru selepas menghela napas lelah. Kradness nyengir saja sambil cekikikan. Mafu juga capek ngeladenin. Ngomong sama begundal satu ini memang harus ready stock kesabaran. Kalau benteng kepolosan tidak setebal punya Luz, mending ngga usah nanggepin kalau Krad ngajak tubir.

Dengan sangat tiba-tiba, beberapa orang bodyguard menyerang dari sisi kiri. Mafu dengan sigap menangkis kemudian menendang mereka hingga membentur meja billiard dengan keras. Teriakan beberapa pengunjung wanita terdengar. Sebuah stik billiard yang terlempar ditangkap lalu diputar-putar dengan mulus. Hampir bersamaan dengan itu, erangan kesakitan korban belati Soraru yang selalu sedia di balik jas mengiringi jatuhnya beberapa tubuh ke lantai.

"Dia tidak dijaga, sekarang kesempa-"

DHUAKK!!

Perkataan bapak-bapak itu terpaksa berhenti karena bogem mentah Kradness membuat wajahnya bonyok. Dengan tatap nyalang, Kradness berujar, "Hei, Kata siapa aku dateng sama bodyguard karena aku ga bisa gelud, huh?"

Tiba-tiba terdengar suara riuh rendah yang semakin lama semakin keras. Salah seorang pekerja bar masuk tergopoh-gopoh seraya berseru, "Ada sekumpulan geng bertopeng menyerang kompleks rumah bordil! Gawat, ini sangat gawat!"

Pernyataan itu sontak membuat salah seorang penjaga yang sepertinya member mafia ekor naga emas sontak berteriak, "Hubungi para personil! Persiapkan senjata dari gudang bawah ta-"

DHUAAAAARRRR!!!!

Tepat pada saat itu terdengar suara ledakan teramat kencang yang berasal dari basement. Lantai bangunan itu sampai agak bergetar dibuatnya.

"Nice, keributan nomor dua dan tiga dimulai. Timing-nya pas banget, mantap!" gumam Kradness setengah berbisik.

"Nekat juga sikembar ngebom gudang senjata. Mereka niat ngancurin satu gedung ini, apa?!" Soraru berceletuk. Mafu segera menukas sambil menggeleng. "Kudengar, bom yang mereka racik kali ini bukan bom biasa."

"Oh, ya? Memangnya apa yang ngga biasa?" Soraru bertanya penasaran. Mafu membalas, "Tadi siang aku coba nanya sama Eve. Katanya, itu bom yang dicampur H2SO4 dan HCl dengan konsentrasi tinggi."

"Jadi maksudnya mereka mau mempercepat korosi pada senjata-senjatanya sekalian, ya? Keren, sih, tapi aku kasian sama orang-orang yang nanti ngecek ke gudang senjatanya," Soraru menanggapi, "udaranya pasti bakalan beracun banget."

Mereka segera disadarkan oleh sejumlah orang yang kembali menyerang. Hampir saja tiga pemuda ini lupa kalau sejak tadi mereka masih meladeni kepungan orang dalam kasino. Kradness mengeraskan tinjunya. "Nah," kata dia, "jangan lengah, sekarang giliran kita bertiga yang membereskan para cecunguk ini."

-

-

-

Semua keributan itu berhasil menciptakan celah yang bagus bagi tim Amatsuki dan tim Kashi untuk menyelinap masuk ke bagian atas gedung. Setelah melewati rangkaian penjagaan tanpa halangan, mereka berpisah di lantai delapan belas. Regu Kashi harus naik lagi menuju ke lantai eksekutif sementara Amatsuki mencari ruang kendali.

"Kalian bertiga hati-hati, ya, jangan lengah!" pesan Pak Shoose pada Nqrse, Araki, dan Amatsuki. Karena berbagai pertimbangan kondisi, Piko yang tadinya masuk tim Amatsuki berpindah ke tim Kashitaro. Ketiganya mengangguk dan mereka pun berpisah.

Dengan formasi Araki di depan, Amatsuki di tengah, dan Nqrse di belakang, tim pencari ruang kendali menyusuri koridor yang pada sisi kanan mereka diisi barisan jendela kaca besar yang menunjukkan lanskap kota Shanghai yang begitu luas.

Ketiganya dalam keadaan waspada, setidaknya hingga tanpa peringatan tiba-tiba sesosok orang menyambar Araki dan menyebabkan keduanya terlempar keluar jendela.

Nqrse refleks berteriak kaget dan hendak menyusul, kalau saja tidak terdengar teriakan nyaring si surai apel, "DAIJOBU AYEM FINE! LANJUT AJA KE DEPAN!"

Nqrse dan Amatsuki menghela napas lega. Merasa yakin Araki bisa menyelesaikan masalah itu sendiri, mereka berdua lanjut menuju ruang kendali. Selang beberapa menit kemudian, mereka melihat pintu ruang kendali di depan mata.

Hanya tinggal beberapa meter lagi untuk meraih knob pintu. Tiba-tiba saja, Nqrse tersentak dan balik badan, menyiapkan sepasang handgun miliknya dengan mimik waspada. "Kamu masuk dulu saja, Amatsuki," pinta Nqrse. Dari kejauhan terlihat rombongan pria bertuksedo berlarian mendekat.

Amatsuki yang paham akan situasi mengangguk. Pemuda brunette itu segera masuk setelah memperingatkan Nqrse untuk berhati-hati. Pintu tertutup, dan hamparan layar-layar kendali terpampang di hadapan Amatsuki.

Terdengar sayup-sayup suara baku tembak dari balik pintu sana. Amatsuki menyemangati dirinya sendiri, kemudian duduk di kursi kendali. Jari-jarinya mulai bermain. Pemuda itu mengamati keadaan teman-temannya secara menyeluruh lewat cctv.

"Hem... regu Kashi sudah sampai di lantai teratas tanpa hambatan. Bagus. Lalu grup Kradness juga menangani masalah mereka dengan baik... Uwah! Rame banget grupnya si Sakata! Tawuran nggak tuh mereka jadinya?! Hem... tim Eve juga sudah keluar dari kompleks basement dengan aman. Bagus, semuanya berjalan sesuai rencana."

Dengan hati sedikit lega, ia melanjutkan pekerjaannya. Saat itulah Amatsuki mulai menyadari ada yang aneh. Hal krusial yang selanjutnya bikin dia menyesal karena tidak menyadarinya dari awal.

Kenapa tidak ada seorangpun di ruang kendali saat dirinya masuk tadi?

"Kukira serangan teroris. Rupanya Cuma sekumpulan bocah, ya?"

Klek!

Amatsuki tersentak. "Ah, sial..." rutuknya sambil dengan hati-hati melirik ke belakang. Sebuah moncong pistol kini menempel di kepala belakangnya. "Aku jadi agak menyesal karena ngga waspada dari awal tadi," pemuda itu menambahkan kemudian.

***

To be Continued...

H3h3h

Kayaknya gabisa gitu yak Kafka sekali nongol ga gantung lagi:""

Finally setelah sekian lama ada kesempatan buat apdet book ini lagi hwhw

Tenang aja, meski gantung gini chapter depan untuk arc Kashitaro dah selesai kok. Doain ya semoga Kafka masi dikasi kesempatan buat apdet lagi:))

Sebagai pemanis, mari kita lihat mamah dan papah lagi ngajak dedek Luz jalan-jalan.

Ini yang mamah siapa yang papah siapa:vv

Okedeh segitu aja dulu. Untuk chapter selanjutnya, akan Kafka usahakan cepat ya. Doakan saja semoga urusan Kafka berjalan lancar jadi bisa cepetan apdet lagi.

Adios👋👋👋 - eeh... Maksudnya sampai jumpa chapter selanjutnyaa:)))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro