Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam itu sepi. Kota sedang lengang. Kendaraan tak banyak lewat di jalanan. Gemerlap lampu seperti bintang-bintang fana yang bertebaran, seakan permukaan bumi tengah menyaingi sang angkasa dalam hal keelokan malam.

Pemuda raven itu keluar dari minimarket sembari mendekap belanjaan dalam kantung kertas. Terdengar ucapan 'terimakasih banyak' dari kasir yang barusan melayaninya.

Ia menghembuskan napas panjang, tangan kanannya lalu merogoh ponsel yang tersimpan dalam saku celananya. Headset sudah terpasang di kedua telinganya. Dengan cekatan, jari-jari putih miliknya membuka aplikasi video. Pemuda itu meng-klik sebuah video bertitle 'Summer School Festival' dan mulai menontonnya.

Diatas panggung, pemuda bersurai putih dengan khidmat menutup matanya, membiarkan alunan musik pelan mengawali penampilan itu. Lalu, manik crimson red-nya terbuka perlahan seiring dengan memelannya alunan musik intro.

Ia mulai bernyanyi, dan pemuda raven itu mendengarkannya sambil berjalan menjauhi minimarket. Suara lembut si manik merah itu, seakan membaur bersama tenangnya malam.

Di lain sisi, diantara ruko-ruko yang sudah tutup, seorang pemuda bersurai putih berlari tergesa. Ia melompat, melewati genangan air yang akhirnya membuat air itu terciprat ke penjuru. Di belakangnya, sekelompok orang mengejar langkah, beberapa kali berteriak pada yang lain.

Si pucuk putih tetap berlari menerjang dinginnya udara malam. Jaket hitam panjang yang ia kenakan turut melambai seiring cepatnya si pucuk putih berlari. Tudungnya tertutup, menutupi helaian warna salju di kepalanya.

Sementara sang pemuda raven itu masih mendengarkan alunan lagunya. Sesekali, ia melihat-lihat keadaan sekitarnya. Namun tetap saja, penampilan memukau dari pemuda seputih salju dalam layar ponsel itu mendominasi fokusnya.

Si pucuk putih masih berlari, begitu juga orang-orang berpakaian kelam di belakangnya. Seolah tak ada habisnya, mereka terus menguras stamina si putih itu. Beberapa tembakan terdengar nyaring dilepaskan, namun untungnya tak satupun berhasil menggores si putih.

Si hitam raven berdiri di palang perlintasan kereta api, menunggu dibuka. Ia berdecak kesal karena harus mengakhiri videonya terlebih dahulu. Syukurlah, keadaan tak berlangsung lama. Ia kembali melanjutkan video yang tengah ditontonnya.

Si putih pun masih berlari. Kini ia berada di atas jembatan besar. Jembatan itu cukup ramai. Berbagai kendaraan melintas dan ada beberapa pejalan kaki. Namun, entah kenapa tak ada orang yang menghentikan atau menolong si putih.

Ah, barangkali mereka tak punya nyali melakukannya.

Klimaks lagu yang dibawakan pemuda berambut salju begitu menakjubkan. Sinar dari layar segiempat itu memantul dengan indahnya di mata biru si raven. Ia juga terpukau takjub berapa kalipun ia sudah menonton video ini.

Si putih terpojok. Kini orang-orang itu mengepungnya di atas jembatan. Otaknya berpikir keras. Ia harus membuat celah agar mampu menyelamatkan diri.

Tiba-tiba salah seorang dari mereka maju ke hadapannya, dan secepat kilat menikam lengan kiri si putih dengan sebilah belati. Si putih mengerang keras, namun ia berhasil melihat celah dan langsung berlari menghindari para pengejar itu.

Si raven hampir menyelesaikan video itu. Alunan musik mulai memelan, dan pemuda bersurai putih menyunggingkan senyum yang amat manis di akhir not lagu yang ia bawakan. Senyum cerah yang membuat si raven terpana.

Si putih berlari tergesa menyeberangi jalan jembatan. Saking tergesanya, ia tak sadar sebuah mobil masih melaju di hadapannya. Klakson mobil itu tak membantu, si putih terpelanting ke bahu jalan jembatan.

Dengan sisa tenaga yang ada, ia masih berusaha bangkit. Lengan kirinya terasa semakin nyeri. Darah mengucur membasahi trotoar itu. Napas si putih memburu, rasanya ia tak kuat lagi berlari.

Para pengejar semakin mendekat, mereka mulai ikut menyeberangi jalan. Si putih benar-benar putus asa. Dia tak punya rencana lain saat ini.

Tepat setelah lagu yang diputar ponsel si raven selesai, pucuk hitam itu sudah berada di depan pintu rumah. Dan pada saat itu, di jembatan, si putih dengan nekatnya terjun ke sungai dingin di bawahnya.

Para pengejar melongok ke bawah jembatan, berusaha menemukan si putih. Si raven membuka pintu rumah, didapatinya sepasang suami istri yang tengah asyik menonton televisi kini menoleh ke arahnya.

"Ah, Soraru, kau sudah kembali?" sapa si istri.

"Lho," si pucuk raven menaikkan alis heran, "Mafu dimana?"

***

Heyyaaaaaaa!!!! Siapa yang nungguin book ini???

Im back, readers. We're back in the new book.

So, prolog masi lumayan serius la ya gengs... Bagian koplak tetep ada kok.

Ohya, di beberapa chapter awal kita ga pake Shoose PoV ya. Di book ini juga mulai jarang dipake. Tapi tetep ada lah yg dari sudut pandangnya mas kita yang satu ini. Uuuuu

See you next update, minna!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro