16. Ada yang Hilang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rambut Zian yang sudah cukup panjang dibiarkan jatuh menutupi dahinya. Kalau kata Alka, sahabatnya itu sudah mirip anak baik-baik jika mempertahankan gaya rambutnya. Kesan garang di wajah Zian berkurang setidaknya lima persen. Diledek seperti itu oleh sahabatnya, Zian langsung menyisir rambutnya ke belakang dengan jari. Kemudian ia menyeringai.

"Gue bukan anak baik-baik."

"Lo selalu baik, Zi." Alka tertawa. "Rara aja bisa nempel banget sama lo."

Mendengar nama Rara, Zian jadi mengingat sesuatu. Ia merasa seperti melewatkan sesuatu yang penting. Setelah beberapa saat, Zian dan Alka bertukar pandang. Kemudian mereka menyerukan satu nama bersamaan.

"Rara!"

Keduanya berlari ke halaman belakang setelah membawa senjata masing-masing. Zian dengan wadah makanan dan Alka dengan mainan bulu kesukaan Rara. Suara yang ditimbulkan oleh kedua benda itu, biasanya tidak bisa ditolak oleh kucing kesayangan mereka, tetapi hari ini kucing tersebut tidak merespons sama sekali.

"Zi, jangan bilang Rara minggat karena kita cuekin dua hari ini?" Alka menyampaikan pendapatnya setelah keduanya berkeliling sekitar halaman belakang.

"Emangnya dua hari ini kita ngapain?" Zian meluruskan kakinya dan masih menggoyangkan wadah makanan Rara.

"Nyiapin kejutan buat Bella. Kan lo heboh banget, sampe nyuruh gue niup balon segala." Alka berbicara penuh emosi. Bisa-bisanya Zian melupakan perjuangannya selama dua hari.

"Ka, lo kasih makan Rara, kan?" Zian bertanya curiga. Matanya menuntut jawab segera dari sahabatnya.

"Emang bukan lo yang kasih?" Alka mengerjapkan mata, tidak percaya pada kata-kata Zian.

Keduanya saling pandang, kemudian mereka menepuk jidat bersamaan.

Alka mengembuskan napas kasar. "Fix, dia ngambek."

"Enggak. Enggak mungkin Rara ngambek cuma karena dicuekin dua hari. Masa dia lupa sama apa yang kita lakuin selama bertahun-tahun?"

"Bertahun-tahun yang lo maksud itu cuma 14 bulan, ya. Jangan lebay."

Laki-laki yang memegang kotak makanan kucing itu mendengkus. "Itu udah satu tahun lebih."

Alka bangkit dari duduknya dan menepuk bokongnya pelan. "Ayo, cari, lah. Mau bucin sama siapa lagi gue kalo Rara nggak ada?"

"Ye, gue juga." Zian turut bangkit dan meregangkan tubuhnya.

"Gaya banget. Lo punya Bella buat dibucinin."

Zian kehabisan kata-kata untuk membalas kalimat menohok dari Alka. Ia malah teringat kejadian dua malam sebelumnya.

"Zi, Bella mau seminar, tuh. Mau ikutan nggak?" Alka berbicara setelah menutup buku yang ia baca.

Zian mengerutkan dahi dan memandang Alka curiga. "Biar apa?"

"Lo itu muridnya, masa nggak mau dateng di acara pentingnya Bella. Lagian, dulu seminar proposalnya pernah ketunda karena kurang peserta. Lumayan, kita bantu menuhin syarat peserta seminarnya."

Zian diam. Ia berpikir cukup lama.

"Nggak usah sok mikir. Gue tau lo mau. Lusa, jam 3 sore."

"Kalo kita dateng doang, nggak seru nggak, sih?" Zian menaik turunkan alisnya.

Alka mengembuskan napas lelah. Kemudian ia memutar bola mata malas. "Terus, lo mau show topeng monyet di seminarnya Bella?"

Zian tertawa. "Enggak, maksud gue, gimana kalau kita kasih dia kejutan? Buat event selametan abis seminar, gitu."

"Lo punya duit?"

Oke. Zian tidak akan pernah menang melawan Alka jika sudah membahas yang satu itu.

"Coba, acara yang gimana maksud lo? Kebetulan dia juga ulang tahun hari itu, gue rasa nggak ada salahnya kalo kita kasih kejutan."

Zian langsung tersenyum lebar. Mereka merencanakan kejutan untuk Bella dengan antusias. Keduanya sampai repot membongkar gudang untuk mencari bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai dekorasi.

"Ayo!"

Seruan Alka menariknya kembali dari lamunannya. Benar, mereka terlalu sibuk mengurusi acara kejutan untuk Bella, hingga lupa dengan Rara.

"Gue cari di sekitar rumah, lo cari di sekitar komplek!"

Alka membagi wilayah pencarian secara tidak wajar. Zian tadinya mau menyerukan protes, tetapi kata-katanya tertahan karena Alka sudah melotot.

"Nggak usah protes, ya. Inget, ide acara itu dari lo. Jadi, lo harus tanggung jawab. Lo kira halaman rumah ini kecil? Lagian kalo Rara pulang, terus kita nggak di rumah, yang ada dia ngambeknya tambah lama. Atau malah minggat untuk selamanya."

Mendengar repetan Alka yang cukup masuk akal membuat Zian menurut. Ia melepaskan kemejanya, meninggalkan kain itu di sofa ruang tamu. Kemudian ia berjalan keluar hanya dengan kaus putih tanpa lengan dan celana panjang sobek-sobek.

"Zi, mau ke mana?"

Zian langsung menoleh ketika mendengar suara yang familier. "Mau keliling komplek."

Bella melihat ponselnya dan memperhatikan Zian dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Udah mau waktu tutorial, lo mau olahraga?"

"Enggak, gue mau cari Rara, dia ngambek." Zian menjawab dan langsung berjalan ke arah berlawanan dengan posisi Bella berdiri.

Melihat wajah khawatir Zian membuat gadis bersepatu putih itu ikut berjalan pelan di belakangnya.

"Ngapain gue ikut?" Bella bertanya pada dirinya sendiri. "Tapi gue penasaran. Ya, udahlah, ya." Gadis berponi itu terus mengikuti Zian yang berjalan pelan. Ia menjaga jarak setidaknya tiga meter.

Bella menyipitkan mata ketika melihat laki-laki bertindik itu malah jongkok di dekat trotoar. Setelah beberapa detik, Bella baru sadar kalau Zian duduk di samping seekor kucing.

Ketika melihat muridnya mulai berbicara pada kucing itu, bulu kuduk Bella langsung merinding. Ternyata, selain suka melakukan pemalakan, Zian juga sudah sedikit gila.

"Bel, lo ngikutin gue?"

Bella membeku di tempat. Ia sudah tertangkap basah. Mengelak tidak ada lagi gunanya.

"Padahal lo bisa tunggu di rumah aja. Gue cuma mau keliling komplek, kok."

Bella melihat sekeliling dan ia berjalan mendekat. "Lo yakin mau ngelilingin komplek? Ini komplek gede banget."

Zian menghela napas. "Ya, harus. Demi Rara."

Mendengar nada bicara Zian, Bella tahu kalau laki-laki itu benar-benar menyayangi Rara. Entah mengapa, suhu udara yang berada di sekitar Bella terasa panas. Ada rasa tidak familier yang hadir di tubuhnya. Bella mengipasi dirinya dengan tangan kosong.

"Lo kepanasan? Balik aja ke rumah. Ada Alka, kok." Zian bangkit berdiri setelah mengusap punggung kucing yang ada di dekatnya.

"Gue mau ikut cari Rara. Lo kasih tahu aja, ciri-cirinya gimana?" Bella merasa kesal sekaligus penasaran.

"Rara itu putih, langsing, rambutnya halus banget, terus ...."

Mendengar deskripsi Zian, Bella merasa kalau udara semakin panas, padahal matahari tidak terlihat karena awan mendung yang menutupinya.

"Cukup. Gue ngerti." Bella berjalan di depan Zian sambil mengentakkan kaki.

Zian tertawa. Ia belum selesai menjelaskan deskripsi Rara. Tadinya ia ingin menutup kalimat itu dengan memberitahu Bella kalau yang tengah mereka cari adalah seekor kucing, tetapi kalimatnya terlanjur disela oleh gadis itu.

Begitu melihat seekor kucing jantan yang Zian kenali sebagai tetua di dunia perkucingan komplek rumahnya, Zian buru-buru menghampirinya. Laki-laki berkaus tanpa lengan itu berjongkok dan memberi salam.

Bella yang juga ada di sana hanya mendengarkan percakapan yang dilakukan Zian dan kucing tersebut.

"Meng, kamu lihat Rara, nggak?"

Kucing bermata sayu itu balik menatap Zian, kemudian buang muka seolah tidak peduli.

"Kayaknya Rara kabur dari rumah. Kalo kamu ketemu sama Rara atau kucing yang mungkin ketemu Rara, tolong sampein permohonan maaf dari Zian sama Alka, gitu. Kami berharap Rara bisa pulang secepatnya."

Kucing tersebut tidak menoleh dan malah meregangkan tubuhnya.

"Kalo bisa ditambahin yang bagus-bagus gitu. Bilangin, gue galau seharian karena nggak ketemu dia."

Bella tercengang. Bisa-bisanya seorang laki-laki dewasa berbicara dengan nada serius pada seekor kucing.

Tanpa mengeong, kucing yang sudah kelihatan sepuh itu berjalan meninggalkan tempat mereka sebelumnya.

Zian tersenyum melihat Bella menganga. "Katanya, kucing itu ngerti sama omongan kita. Makanya gue berniat nyebarin info ini, supaya Rara bisa balik lagi."

"Emangnya Rara paham bahasa kucing?"

Aloha!

Terima kasih sudah membaca dan berkenan mrmberi vote.

Rara yang lagi dicari-cari

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro