27. Terlihat Berbeda

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang laki-laki dengan telinga penuh tindik, berdiri di tengah rapat yang sedang berlangsung. Ia mengenakan kaus oblong lusuh dan celana sobek-sobek. Hampir semua mata yang memandangnya tidak berniat menghakimi atau mencibir. Mereka sudah terbiasa. Ketua tim mereka akan berpenampilan seperti itu pada tanggal 26 sampai 28 April. Ia juga akan memulai rapat dengan normal dan bekerja lebih banyak dari biasanya. 

Tidak peduli sedang di kantor atau di lapangan, Zian akan berpenampilan seperti itu ketika tanggal tersebut tiba. Pada awal masa bekerjanya, bahkan Alka pernah menggantikan Zian untuk memimpin rapat di timnya karena sudah lelah dengan hujatan banyak orang.

"Nggak kerasa udah tanggal 26 April lagi." Salah satu anggota tim Zian berbisik pada rekannya.

"Siap-siap, kerjaan kita hari ini bakalan kayak neraka." 

Alka tersenyum kecut. Tidak ada yang tidak tahu, jika tanggal itu tiba, mereka akan bekerja lebih keras dari biasanya. Bukan dua kali, tetapi sepuluh kali lebih keras. Zian akan memeriksa semua laporan dan perkembangan selama beberapa bulan terakhir, mengevaluasinya dan mulai mencari kesalahan dari pekerjaan tersebut dan memperbaikinya.

"Ada pertanyaan?" Zian bertanya sambil menatap satu per satu anggota timnya.

Anak baru yang merupakan anggota magang terlihat mengangkat tangan ragu. Akhirnya, ia mengangkat tangan tinggi-tinggi meski mendapat pelototan dari semua seniornya. "Pak Zian, kok tumben penampilannya begitu?"

Zian tersenyum. “Mungkin karena kebiasaan.”

Senior yang duduk di samping anak magang tersebut langsung menyenggol dan memberi kode untuk diam. Anak magang tersebut memang berbicara santai karena Zian terbiasa tidak menggunakan bahasa formal dengan rekan satu timnya.

Alka langsung mengganti topik pembicaraan. “Sepertinya tidak ada pertanyaan mengenai project selanjutnya."

Sadar kalau Alka berusaha mengganti topik, Zian segera menutup rapatnya. "Rapat selesai. Silakan kembali ke meja masing-masing. Untuk tim lapangan, kita akan survey setengah jam lagi. Silakan dipersiapkan."

Hampir semua orang yang ada di sana langsung meninggalkan ruangan rapat, kecuali Alk. Laki-laki berkacamata itu tetap duduk di tempatnya dan menatap Zian dengan tatapan menyelidik.

"Lo mau ngomong apa?" Zian bertanya sambil merapikan beberapa kertas yang ada di hadapannya.

"Kira-kira, kapan lo stop pake baju modelan kayak gini?" Alka melihat Zian dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Lo bukan lagi mahasiswa yang dijuluki preman kampus. Sekarang lo itu tim leader di perusahaan ternama."

"Biar gue koreksi. Gue cuman salah satu karyawan biasa yang kebetulan jadi tim leader. Lagian, nggak ada juga peraturan tertulis di kantor ini yang nyebut kalo gue nggak boleh pake tindik atau celana sobek-sobek. Abis ini gue juga bakal ke lapangan, kok."

Alka menghela napas panjang. "Lo emang jagonya buat ngeles. Tolong jangan terlalu keras sama anak-anak, lo nggak denger, tuh, tadi katanya kerjaan mereka bakal menjadi kayak neraka karena ini udah tanggal 26 April."

"Emangnya kenapa?" Zian bertanya polos.

"Pake nanya lagi. Lo nggak sadar? Lo selalu kerja 10 kali lebih keras kalo udah tanggal 26 sampai 28 April. Dulu lo kerjain semuanya sendiri, tapi semenjak lo jadi tim leader, lo buat anak buah lo juga kerja sama kerasnya kayak lo."

Zian menggeleng. Kemudian ia keluar dari ruangan itu tanpa mengatakan apapun.

Setelah pertemuannya di rapat pagi tadi Alka tidak lagi bertemu dengan Zian hingga ia tiba di rumah. Laki-laki berkacamata itu sengaja menunggu hingga 2 jam lebih lama dari waktunya pulang, tetapi saudaranya tak kunjung tiba.

Alka menunggu beberapa jam, setelah lewat tengah malam, barulah ia menelepon tim yang ada di lapangan.

"Pak Zian ada di sana?"

"Pak Zian baru aja pulang ke kantor. Katanya beliau mau ngecek beberapa laporan."

Alfa menghembuskan napas kasar. "Oke,  terima kasih."

Bukannya Alka tidak mau menelepon Zian, tetapi laki-laki yang berpenampilan layaknya preman itu yang menolak teleponnya berkali-kali. Kalau saja Alka tidak ingat tentang hari ini, pastilah ia sudah menyeret Zian untuk pulang.  Karena ia tahu itu sudah menjadi kebiasaan Zian akhirnya ia memilih untuk diam dan tidak melakukan apa-apa.

Alka langsung keluar dari kamarnya begitu mendengar alunan musik dari piano. Ia segera menghambur untuk memastikan kalau Zian ada di sana. Sudah lewat dua hari setelah Zian tidak pulang ke rumah.

Dari lantai dua, Alka bisa mendengar kalau Zian memainkan lagu itu lebih lambat dari biasanya. Laki-laki berkacamata itu menuruni tangga untuk menghampiri saudaranya, tetapi langkahnya jadi semakin cepat ketika permainan piano Zian terhenti setelah laki-laki itu ambruk.

"Zi, Zian." Alka segera memindahkan laki-laki berkaus lusuh itu ke sofa dan menepuk pipinya berkali-kali. Tangan Alka berpindah ke dahi laki-laki itu, kemudian ia menyadari kalau saudaranya tengah demam. Alka segera mengambil kompres dan mengompres dahi Zian.

Setelah beberapa saat pria bertindik itu sadar. Ia mengubah posisinya menjadi duduk dan tersenyum pada Alka. "Maaf, gue ngerepotin lo lagi."

Kata 'lagi' yang digunakan Zian tentu beralasan. Ini bukan kali pertamanya sakit pada tanggal tersebut.

"Jangan bilang lo beneran nggak tidur selama dua hari?" Alka memelototi Zian yang masih mengenakan pakaian yang sama seperti dua hari lalu.

"Emangnya udah dua hari?"

Alka mengembuskan napas kasar. “Harus berapa kali gue bilang? Tingkah lo yang kayak gini, nggak akan buat Bella balik lagi. Kalo lo mau dia balik lagi, harusnya lo usaha. Tingkah lo yang nggak mikirin diri sendiri kayak gini, bisa buat lo sakit.”

Zian terdiam karena ia merasa tidak mampu membalas kata-kata Alka. Ia membalikkan tubuhnya menghadap ke sofa, kemudian memaksakan diri untuk tertidur.

Alka masih duduk di sana hingga suara dengkuran halus terdengar. "Gue cuma nggak mau lo terus-terusan sakit karena Bella, Zi."

Laki-laki berkacamata itu berniat merapikan bekas kompresan Zian, ketika sebuah ketukan terdengar. Hari ini adalah hari libur sehingga kecil kemungkinan kalau yang mengunjungi mereka adalah rekan kerja. Alka segera menuju pintu depan dengan perasaan was-was. Kalau yang muncul adalah rekan kerja mereka, itu artinya ada sesuatu yang tidak beres.

Alka membuka pintu tanpa mengintip lebih dulu. Begitu pintu tersebut dibuka, laki-laki berkacamata itu langsung melepaskan kacamatanya dan mengerjap beberapa kali. "Bella?"

Wanita itu tersenyum. Penampilannya jauh lebih dewasa dari sebelumnya. Rambut panjang yang biasanya diikat itu, kini dibiarkan terurai. Poninya juga sudah tidak ada lagi. Hal itu membuat wajahnya semakin terlihat dewasa.

Bella tersenyum lebar. "Gue nggak nyangka bakal ketemu lo lagi. Apa kabar?"

Alka masih tidak percaya pada matanya. "Lo Bella?"

Wanita itu tertawa pelan. "Iya. Gue Arabella, anak Pak Jaya. Tutor Zian. Ziannya ada?"

Alka tidak pernah menduga kalau hari ini akan tiba. Meski meleset satu hari, tatapi Bella tetap muncul di hari yang dijanjikan pada Zian. Namun, Alka ragu akan respons yang mungkin ditunjukkan Zian. Apa saudaranya akan bertemu Bella dengan senang hati?

Aloha!
Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro