6. Tutorial Menghadapi Zian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bella ingin memaki dua orang laki-laki yang ada di hadapannya kini. Bagaimana bisa keduanya melontarkan pertanyaan yang sama dengan susunan kata yang serupa pula? Namun, ia menahan makiannya karena ingat kalau tujuannya datang ke sini adalah untuk menjadi tutor Zian sekalian memberi pelajaran untuknya karena sudah membuat Ayah sakit.

“Gue gantiin Pak Jaya untuk jadi tutor Zian.” Bella menjawab dengan lugas. Ia bisa merasa lebih santai jika berhadapan dengan Alka karena laki-laki itu kelihatan tidak berbahaya dan wajahnya juga jauh lebih ramah daripada Zian.

Kalau dilihat-lihat, penampilan Alka jauh lebih pantas untuk menjadi pemilik rumah yang super besar ini. Laki-laki berkacamata itu mengenakan kaus polos dan celana panjang yang membuatnya terlihat jauh lebih sopan dari Zian. Namun, jelas-jelas Ayah bilang kalau yang harus menjadi murid tutornya adalah Zian, itu artinya laki-laki berpakaian tidak pantas itu adalah pemilik rumah ini.

Sepanjang perjalanan Bella dari ruang tamu hingga masuk ke ruangan yang mungkin bisa disebut sebagai ruang keluarga, ia tidak berhasil menemukan foto apa pun. Jadi, ia masih ragu kalau preman itu adalah pemilik rumah ini.

Kalau memang orang tua Zian adalah pemilik rumah ini, Bella tidak menemukan alasan logis yang membuat anak orang kaya harus repot-repot menjadi preman kampus. Dengan ukuran rumah yang sebesar ini, harusnya Zian memiliki uang jajan yang lebih dari cukup, tetapi Bella tidak pernah melihat pria itu bergaya layaknya anak orang kaya.

"Zi, kayaknya gue perlu ngomong sama lo." Alka bangkit dari duduknya setelah meletakkan buku yang ia baca.

"Ngomong aja, kuping gue masih di sini. Gue bisa denger." Zian malah duduk di sofa yang ada di samping Alka.

Bella sempat tercengang. Mata besarnya bergerak melihat Alka dan Zian bergantian. Ia tidak menyangka kalau pasang partner in crime itu bisa menciptakan suasana yang menegangkan. Ada tensi yang menebal antara keduanya. Bella hanya bisa mengerjap ketika melihat Alka menatap Zian sinis.

"Oke, kalo itu mau lo. Kalo lo bawa cewek ini masuk ke rumah, berarti lo udah setuju untuk ikut tutorial. Lo nggak boleh ngasih alesan apa pun untuk nolak lagi." Alka berbicara dengan tegas.

Bella yang masih berdiri mematung di tempatnya dibuat semakin terpukau karena melihat Alka berbicara setegas itu. Namun, ia langsung menggeleng dan menatap Zian tidak percaya. Laki-laki bertindik itu malah menyeringai.

"Oke." Zian menjawab singkat. Kemudian ia berlalu meninggalkan ruangan itu.

"Gue siapin ruang belajar dulu." Alka berbicara pada Bella yang masih celingak-celinguk.

Gadis berponi itu ditinggalkan sendiri. Ia masih tetap berdiri di tempatnya sampai Alka kembali ke sana.

"Ruang belajarnya udah siap. Zian udah ada di sana." Alka berbicara sambil mengusap tengkuk. Ia kelihatan salah tingkah.

Bella mengangguk dan mengikuti Alka.

Belum juga tiba di ruang belajar, laki-laki berkacamata itu berbalik dan kembali bicara, "Zian itu baik, cuma kadang tingkahnya agak nyebelin. Kalo dia agak aneh atau mulai marah, lo bisa langsung panggil gue atau keluar dari ruang belajar."

Kalimat Alka membuat Bella menelan saliva. Ia menatap wajah ramah itu dan tidak menemukan kebohongan di sana. Dengan ragu, gadis berlesung pipi itu tersenyum tipis. "Terima kasih untuk peringatannya."

Setelah percakapan singkat itu, mereka kembali berjalan dan tiba di depan sebuah pintu. Alka mundur dua langkah dan mempersilakan Bella untuk masuk ke ruangan itu.

“Lo nggak ikut masuk?” Bella bertanya setelah tangan yang menyentuh gagang pintu.

“Gue nggak bertugas untuk itu. Silakan lakukan tugas lo dan gue harap lo enggak buat masalah dengan Zian.”

Sebenarnya Bella penasaran akan banyak hal, tetapi ia menahan rasa penasarannya dan masuk ke dalam ruangan. Gadis berambut terikat itu kembali tercengang ketika masuk ke dalam ruang belajar. Ruangan itu terisi penuh dengan berbagai macam buku, sekilas lihat Bella sempat menyangka kalau ruangan itu adalah perpustakaan.

Ada jendela besar di sebelah kanan pintu masuk. Sebuah papan tulis dan meja belajar yang cukup besar berada di sana. Bella bisa melihat punggung bidang milik Zian.

Tiba-tiba laki-laki berambut cepak itu berbalik dengan tangan yang ditumpangkan ke kursi. “Lelet banget, sih, lo!”

Bella sudah ingin murka, tetapi ia tetap mempertahankan wajah tanpa ekspresinya. Gadis itu melangkah ke depan Zian, lalu meletakkan tas dan mengeluarkan satu bundel kertas dari sana.

"Ayah bilang, tutorial lo khusus untuk mata kuliah dasar Matematika dan Fisika. Jadi, untuk pertemuan ini gue bakal ngajar Matematika Dasar. "

Zian tertawa mengejek. "Intro lo ngebosenin banget."

Bella tidak tahu apakah dia harus bersyukur karena berhasil masuk ke rumah ini atau justru berharap punya cakar tajam supaya bisa mencakar wajah Zian yang kelihatan sama sekali tidak tertarik dengan pelajaran yang akan ia sampaikan?

Kalau Bella punya cakar tajam, ia pasti sudah mencakar wajah Zian dengan penuh semangat supaya laki-laki itu punya bekas luka di wajah yang melengkapi penampilan premannya.

Setelah membuat Bella kesal, kini laki-laki itu dengan santai cengar-cengir dan duduk dengan satu kaki yang diangkat ketika Bella sibuk menjelaskan materi Matematika Dasar.

"Sebenernya, ini materi dasar banget, kita dapet materi ini di Tahap Persiapan Bersama. Abis gue jelasin, lo ngerti?"

"Enggak." Zian menguap dan memutar penanya dengan malas. "Gue nggak ngerti lo ngomong apaan."

"Lo nggak akan pernah bisa lulus kalo nggak ngulang dua mata kuliah dasar ini. Kasih tau gue, mana yang lo nggak ngerti?"

"Semuanya." Zian menyeringai dan menutup bukunya.

Melihat pergerakan yang tidak asing, Bella merasa deja vu. Sepertinya Zian hendak pergi dari sana dan meninggalkan pelajaran.

"Duduk di situ. Jangan ke mana-mana! Lo emang biasa nggak menghargai orang, ya?" Bella berbicara dengan suara yang cukup keras.

Zian menggebrak meja dan menatap Bella sinis. "Tahu apa lo tentang gue?"

Suara gebrakan meja membuat Alka segera masuk ke ruang belajar. Laki-laki berkacamata itu kelihatan panik. "Zi, stop."

"Gue kira lo bakal bantu gue, tapi ternyata enggak. Lo sama aja sama semua orang!" Zian melempar bukunya ke lantai. Ia sempat melirik Alka sebelum keluar dari ruangan itu dan membanting pintu dengan keras.

"Maaf. Emosi Zian memang kayak roller coaster." Alka memungut buku yang Zian lemparkan.

Bella masih membeku di tempatnya. Ia terlalu terkejut karena gebrakan Zian. Seumur hidupnya, Bella tidak pernah dapat gebrakan maupun bentakan dari Ayah. Pria itu selalu berbicara lembut dan menegur Bella dengan kata-kata yang membangun. Ini kali pertama gadis itu dibentak dengan sangat keras.

"Kalau nggak sanggup, lo nggak perlu dateng lagi ke sini. Gue udah bilang hal yang sama ke Pak Jaya."

Bella memasukkan peralatannya ke dalam tas. Kemudian ia tersenyum tipis. "Gue bakal balik lagi di jadwal berikutnya. Gue bakal tanggung jawab untuk bayaran yang udah dikasih."

Alka sempat terkejut, tetapi ia langsung tersenyum. "Lo kelihatan mirip banget sama Pak Jaya. Sama-sama keras kepala"

"Gue anaknya."

"Gue sempet kaget lihat Zian bawa lo masuk dan dia mau duduk di ruang belajar. Asal lo tahu, sebenernya Zian terancam di-DO dari kampus karena nilainya hancur berantakan. Gue rasa, dia bisa ditolong karena dulu dia nggak separah ini."

"Gue dateng bukan untuk nolongin dia. Gue dateng untuk menjalankan kewajiban yang emang seharusnya gue jalankan."

"Kalo gue minta tolong, lo mau nolongin?" Alka berbicara dengan mata penuh harap.

Entah mengapa, Bella merasakan ketulusan dari laki-laki itu. Bella tidak tahu apa hubungan Alka dan Zian, tetapi gadis itu sadar kalau Alka menyayangi Zian dengan tulus.

"Gue bakal dateng lagi." Bella menjawab singkat.

Baru saja percakapan mereka berakhir, sebuah seruan dari lantai dua berhasil membuat Alka menggeleng.

"Alka, lo udah usir Cewek Uler itu belom?"

Aloha!

Seneng banget bisa update siang gini.
Selamat berpuasa.

Terima kasih sudah baca dan berkenan vote.

Zian dan Alka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro