7. Mengambil Alih Tanggung Jawab

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana canggung memenuhi ruangan itu. Alka tidak habis pikir, bisa-bisanya Zian bertanya dengan suara sekeras itu. Alka dan Bella sempat bertukar tatap. Keduanya terdiam setelah mendengar seruan dari pria yang ada di lantai dua.

"Maaf, kalo lo tersinggung. Lo tahu, anak-anak kampus sering pake kata ganti itu buat lo, kan?" Pria berkacamata itu menautkan tangannya di balik tubuh. Ia merasa tidak enak pada Bella yang dipanggil sebagai Cewek Ular oleh Zian.

Bella menatap Alka dengan wajah datar. "Tau banget. Nggak cuma Cewek Ular, kadang gue juga dipanggil Cewek Rubah, Kupu-kupu atau Kura-kura. Terserah orang mau bilang apa, gue nggak bisa menutup mulut semua orang, 'kan?"

Alka mengangguk. Ia sempat berpikir, keras kepala dan kepercayaan diri gadis ini pasti jauh lebih besar daripada dirinya. Hal itu membuatnya benar-benar berharap kalau Bella bisa membantu Zian untuk belajar, supaya laki-laki manja itu bisa lulus dengan tenang.

Untuk urusan belajar, sekarang Alka memang sedikit lebih baik dari Zian. Setidaknya, nilai di transkripnya tidak dihiasi oleh nilai C. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan kondisi Zian saat SMP. Dulu, laki-laki yang kini memiliki penampilan layaknya preman itu memiliki nilai cukup bagus, bahkan beberapa kali berhasil masuk 10 nilai terbaik.

"Lo nggak jadi balik?" Alka menatap Bella heran. Gadis yang kelihatan sudah bersiap-siap untuk pergi itu tiba-tiba mengeluarkan beberapa lembar kertas dan sebuah tempat pensil.

Bella melepaskan klip yang ada di kertas dan mulai menandai beberapa topik dengan stabilo. Ia juga menulis penjelasan dan poin-poin pada sticky note.

"Bella, lo nggak jadi balik?" Alka kembali bertanya karena gadis itu kelihatan serius sampai mengabaikan pertanyaannya.

Lagi, tidak ada jawaban. Sepertinya, Bella adalah tipe orang yang akan kehilangan kemampuan mendengar ketika sudah kelewat fokus. Alka berdiri di sana, mengamati hal yang dilakukan gadis berponi itu. Setelah setengah jam, Bella menyerahkan kertas yang sudah dihiasi dengan stabilo dan sticky note warna-warni.

"Zian bilang, dia nggak ngerti apa yang gue omongin. Mungkin kalo pake ini, dia bisa ngerti. Tolong anggep kelas hari ini udah gue selesaiin, untuk kekurangan satu jamnya, bakal gue ganti di pertemuan besok."

Alka menerima kertas tersebut dan menatap Bella tidak percaya. Ia merasa kalau menjadikan Bella tutor Zian adalah pilihan yang tepat.

"Gue balik dulu. Tolong sampein sama Preman Pasar itu, Cewek Ular udah pamit pulang."

Alka tertawa kecil. "Lo cukup pendendam juga ternyata."

Setelah mengantar Bella ke pintu depan, Alka buru-buru menghampiri Zian. Ia sempat berhenti di depan kamar sahabatnya. Pantas saja suaranya terdengar jelas hingga ke lantai satu, ternyata Zian sengaja membuka pintunya. Sebelum masuk, laki-laki berkacamata itu mengetuk pintu kamar Zian yang terbuka.

"Cewek Uler itu, udah balik?" Zian bertanya setelah meletakkan gitar yang sebelumnya ia mainkan.

"Udah. Ini titipan dari Bella." Alka menyodorkan kertas yang sudah diklip rapi.

"Apaan, nih?" Laki-laki dengan telinga dipenuhi tindik itu sempat antusias, tetapi ia langsung mendengkus ketika melihat deretan angka yang ada di sana. "Dalam rangka apa?"

"Katanya dia bakal dateng lagi di sesi besok."

Zian melempar kertas yang diberikan Alka ke ranjang. "Idih, pede banget dia. Emang gue mau ditutorin sama dia?"

"Sebenernya gue males ngomongin ini sama lo, tapi berhubung lo kepala batu," kalimat Alka hampir diputus oleh Zian yang hendak bicara, tetapi laki-laki berkacamata itu langsung melotot, "uang yang dikeluarin Pak Dwipiga untuk tutor lo selama satu tahun, nilainya dua puluh juta. Kalo gue jadi lo, gue nggak akan buang-buang uang dengan menolak tutor. Kalo itu uang buat makan kita, bisa cukup buat satu semester!" Alka menyampaikan kalimatnya dengan penuh emosi.

Zian hanya bisa tercegang. Ia menyimak kata-kata Alka dengan baik.

"Zi, nilai lo udah nggak ketolong. Dua mata kuliah dasar lo itu lulus bersyarat, beberapa mata kuliah lain juga lagi antre buat diulang. Kalau lo mau lanjut jadi pemberontak kayak begini, gue tanya, untungnya buat lo apa?"

Mendengar ceramah Alka yang tidak ada salahnya sama sekali, membuat Zian terdiam. Nilai uang yang disebutkan sahabatnya adalah nilai yang sangat besar jika mengingat kondisi mereka sekarang. Rumah super besar yang mereka tempati adalah satu-satunya harta yang Zian miliki. Namun, ia tidak bisa menjual rumah tersebut karena rumah itu berada di bawah nama ibunya. Ah, mungkin wanita itu tidak lagi pantas disebut seorang ibu.

"Lo harusnya bisa ambil kesempatan ini buat perbaiki nilai lo. Inget, udah berapa banyak uang yang lo buang selama tiga bulan terakhir? Lo tahu, kenapa Pak Jaya tetep datang meski lo tolak mentah-mentah? Beliau nggak mau dianggap sebagai pencuri karena digaji tanpa bekerja."

Zian masih berpikir. Ia diam cukup lama hingga kerutan di antara mata Alka menghilang. "Kenapa lo baru bilang sekarang?"

Laki-laki berkacamata itu melipat tangan di dada. "Gue tahu, lo benci sama Pak Jaya karena beliau mirip sama Pak Dwipiga, kan? Itu yang buat gue diem selama ini, tapi kasusnya kali ini beda. Yang jadi tutor lo cewek dan dia nggak mirip siapa-siapa."

Zian mengambil kembali kertas yang tadi ia lemparkan. "Gue bakalan ambil hak gue buat ditutorin sama Cewek Ular itu. Enak aja, duit dua puluh juta melayang cuma-cuma."

Alka mengembuskan napas lega. "Nah, gitu, dong." Laki-laki berkaca mata itu mendekat dan menepuk pundak sahabatnya. Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Zi, lo nggak malu pake baju model gitu pas tutorial?"

"Emang kenapa?" Mulut Zian menjawab lebih cepat daripada matanya yang bergerak mengamati penampilannya sendiri.

"Mau gimana juga, Bella, tuh, cewek."

"Wah, gila lo! Kok, lo nggak bilang kalo penampilan gue kayak gini? Waduh, mana kaus gue tipis banget. Ini juga celana bokser. Aih, lo jahat banget nggak ngingetin gue!" Zian menggerutu karena baru sadar penampilannya sungguh jauh dari kata layak.

"Kayaknya ada yang mulai jinak, nih." Alka tertawa hingga matanya berubah bentuk jadi lengkungan kembar.

Zian melemparkan bantal. "Lo kira gue hewan?"

Alka membentuk bingkai dari jari telunjuk dan jempol kedua tangannya yang disatukan. Kemudian ia mengarahkan bingkai tersebut pada Zian. "Kalau dilihat-lihat, lo mirip sama serigala, sih. Oh, mirip beruang madu juga. Nggak-nggak, kayaknya lebih mirip kambing gunung."

Laki-laki berambut cepak yang menjadi sasaran ledekan Alka itu bergerak mengambil bantal lain dan segera melemparkannya. "Sialan!"

Alka tertawa. Sepertinya, ini pertama kalinya ia tertawa sekeras itu. Tawa laki-laki berkacamata itu diikuti oleh sahabatnya. Tawa keduanya memenuhi kamar Zian.

Ada satu hal yang membuat Alka memilih untuk selalu berada di samping Zian dan menolak purnatugas adalah karena ia tahu kalau sahabatnya itu akan merasa kesepian. Tumbuh dalam keluarga tidak utuh, ditambah musibah yang baru-baru ini terjadi pastilah membuat Zian terpukul. Alka berharap bisa jadi seseorang yang bisa menyembuhkan luka Zian, entah mengapa, ia merasa kalau Bella juga mungkin akan jadi salah satunya.

"Menurut lo, gue orang yang gimana, sih?"

Lamunan Alka langsung buyar seketika. Apa yang membuat Zian tiba-tiba bertanya demikian padanya?

Aloha!
Balik lagi sama Bella, Zian dan Alka.
Alka kalo merepet suka bener. Zian sampe nggak berkutik gitu.

Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.

Partner in crime Jatayu pt. 2

Kalo pt. 1 ada Pattar sama Orion 😅

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro