Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Franaya Kansil

Ardi Mahesa

"You're the right time in the right moment."

T e l l Y o u O n e T i m e

[Halo, buat yang udah lama nyimpen work ini pasti tahunya ini berjudul layangan dan nama tokoh cowoknya Dio Mahesa. Sekarang kuganti karena satu dan lain hal hehe. Kutulis ulang karena aku pengin baca versi terbaiknya hehehe]

============ *** ============

Kini kamar rawat menyisakan mereka berdua, hening, dan kalimat yang tertahan di bibir masing-masing. Sekian detik Franaya tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Tak jauh beda, Ardi sibuk memandangi beberapa pasien yang duduk di taman sana. Ia masih membelakangi Franaya.

"Sudah tahu kecacatan fatalnya Ardi Mahesa?" Ardi mengenyahkan jeda hening yang menjerat mereka.

Franaya menunduk, meremas jemarinya. Semua berawal dari ia yang sangat gegabah dalam bertindak. "Aku minta maaf, karena malam itu aku terlalu kekanakan."

"Enggak masalah, pada akhirnya kamu juga akan pergi. Aku ini cuma salah satu pasien rumah sakit jiwa."

Sepasang mata Franaya melebar sempurna. Ia masih ingat, laki-laki itu punya banyak kata-kata tajam. Franaya mengembuskan napas perlahan, mencoba memahami kondisi yang laki-laki itu alami. Kemungkinan ini adalah cara Ardi Mahesa mempertahankan ego.

"Jadi bagaimana? Aku bisa melepas kamu detik ini kalau kamu ingin bebas," lanjut Ardi dari balik bahu.

Alih-alih merasa terancam, Franaya melangkah santai dan berdiri di belakang laki-laki itu. "Oh, jadi ini ya Ardi Mahesa yang asli. Selain keras kepala, dia juga keras hati."

Laki-laki yang biasa Franaya lihat dalam balutan kemeja rapi, atau kaus, dan jaket. Kini mengenakan pakaian yang sama dengan pasien-pasien di koridor yang ia lewati bersama Bang Chandra. Akan tetapi, laki-laki yang mencintai motor kopling, band Green Day, dan seblak Bandung itu masih orang yang sama bagi Franaya.

"Iya," sahut Ardi tanpa ragu.

Masa bodoh akan tanggapan Franaya. Perempuan itu bisa melanjutkan hidupnya lagi nanti. Menikah, punya anak, dan bahagia. Ardi bukanlah orang yang bersedia mewujudkan semua itu untuk Franaya.

"Tapi sepertinya lebih ke pengecut, pecundang, dan orang yang enggak bertanggungjawab," tutur Franaya.

"Terserah. Kamu pulang sana."

"Buat apa aku pulang? Ada anak kecil yang harus aku urus di sini."

"Saya bukan anak kecil."

Franaya tertawa sambil menyilangkan tangan di dada. Ia sengaja menggumam panjang. "Tapi kamu mirip anak kecil detik ini, Engineer Ardi Mahesa."

"Terserah."

Sesudah itu Ardi justru merasakan hangat di punggungnya. Sesuatu yang tidak pernah ia pikirkan akan dilakukan perempuan itu setelah semua terkuak.

"I won't go nowhere." Franaya menyandarkan pipinya ke punggung Ardi. Ia tak peduli jika sedetik kemudian laki-laki itu melepaskan pelukannya secara kasar. Kalau saja Franaya tahu sejak awal, ia pasti melakukan hal ini sejak lama.

Pelukan perempuan itu bukan sejenis rantai kuat yang dapat mengikat erat. Kendati demikian, Ardi kesulitan menepis. Matanya justru terpejam, ia membiarkan hangat pelukan Franaya menggantikan segala rasa frustrasi. "Saya bukan orang yang tepat. Kamu bisa pergi ke mana pun yang kamu mau, Franaya."

"This is me, Ardi Mahesa. Trying to make you realize."

"Don't even try, Franaya."

***

Hanya sebuah remake dari cerita lawas demi mengembalikan mood nulis.

Kali aja ada yg mau polow Ig ku 🤭💔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro