Angst

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"The trouble is that we have a bad habit, encouraged by pedants and sophisticates, of considering happiness as something rather stupid. Only pain is intellectual, only evil interesting. This is the treason of the artist: a refusal to admit the banality of evil and the terrible boredom of pain." (Ursula K. Le Guin, The Ones Who Walk Away from Omelas)

"Almost all Japanese animation is produced with hardly any basis taken from observing real people, you know. It's produced by humans who can't stand looking at other humans. And that's why the industry is full of otaku!" (Hayao Miyazaki)

"I'm not sentimental—I'm as romantic as you are. The idea, you know, is that the sentimental person thinks things will last—the romantic person has a desperate confidence that they won't." (F. Scott Fitzgerald, This Side of Paradise)

"Satire is people as they are; romanticism, people as they would like to be; realism, people as they seem with their insides left out." (Dawn Powell)

"It is often said that 'conflict is the soul of drama'. Without some form of conflict to fuel things there's no engine to drive the story and thus little reason to engage with it. However, we here at TV Tropes would like to propose an amendment to this phrase which includes something important but sadly all-too-often forgotten: meaningful conflict is the soul of drama." (Tv Tropes)



Angst, secara harfiah berarti "ketakutan" atau "kecemasan" dalam bahasa Jerman (juga dalam bahasa Belanda, Denmark, dan Norwegia). Istilah angst kini telah menjadi istilah sastra yang fleksibel dan memiliki banyak makna. Dalam kesusastraan, angst yang biasa dimaksud adalah existential angst--singkatnya, kecemasan seputar pertanyaan, "Siapa aku?" dan "Mengapa aku di sini?" yang dipopulerkan oleh aliran sastra dan filsafat eksistensialisme.

Eksistensialisme mengedepankan pencarian makna hidup sebagai sumber konflik batin bagi seseorang (atau protagonis dalam karya sastra). Kalau kamu suka filsafat atau sastra jenis ini, pasti kamu enggak asing dengan penulis-penulis macam Kierkegaard, Sartre, Kafka, Camus, dan sebagainya. Silakan browsing tentang mereka kalau kamu tertarik, karena bukan mereka yang jadi topik pembahasan di sini.

Dalam Fan Fic maupun platform fiksi online seperti Wattpad, angst jadi istilah yang mencakup semua jenis Dark Fic, alias fiksi suram (ngenes, baper, menye-menye, entahlah, aku nggak tahu istilah yang pas dalam bahasa gaul anak Indo). Angst bisa membuat drama, pengembangan karakter, dan konflik psikologis jadi lebih menarik jika dieksekusi dengan baik. Namun saat eksekusinya buruk, angst bisa jadi bumerang.

Terlalu banyak penderitaan yang tidak diimbangi dengan penjelasan bakal membuat konflik cerita jadi terasa pointless, seolah-olah mereka ada hanya untuk membuat tokoh menderita. Sebaliknya, kalau sang tokoh terlalu sering komplain, nangis, ngedumel, membesar-besarkan masalah tanpa penjelasan yang cukup, well, good luck dalam mencari orang yang tahan membaca ceritamu. Kata kuncinya adalah 'penjelasan'. Sama seperti worldbuilding, angst bisa bikin cerita terasa nyata secara psikologis asal dijelaskan dengan baik.

Tingkat toleransi seseorang terhadap angst juga termasuk dalam Willing Suspension of Disbelief. Artinya, hal yang menurut satu orang enggak realistis, menye, annoying, bisa aja bikin orang lain baper dan merasa 'terwakili'. Karena double standard di masyarakat, seringkali tokoh cowok yang dikit-dikit ngeluh dan nangis dianggap cengeng, sementara kalau tokoh cewek yang begitu bakal dimaklumi atau justru jadi populer. Genre juga berpengaruh. Kalau genre-nya action-thriller, tapi tokohnya dikit-dikit ngeluh, nangis, enggak berbuat apa-apa padahal musuh ada di depan mata, pembaca bakal lebih cepat protes daripada saat mereka baca cerita coming-of-age atau bildungsroman.

Akan tetapi, terkadang penjelasan yang masuk akal pun tak cukup untuk membuat pembaca mau menoleransi sikap tokoh yang terlalu angsty atau baperan. Dalam fiksi, batas antara kadar angst yang cukup dan yang berlebihan itu tipis sekali. Akibatnya, tokoh yang seharusnya punya alasan yang pantas buat bersedih/mengeluh bisa saja kehilangan simpati dari pembaca, jika pembaca tersebut sudah capek mendengar keluhannya. Banyak situasi dalam kisah fiksi yang tak mungkin terjadi di dunia nyata, sehingga kebanyakan orang tidak bisa benar-benar bersimpati dengan tokoh dalam cerita dan menganggapnya menyebalkan. Fenomena ini disebut Angst Dissonance.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya angst dissonance, antara lain:

1. Saat kita baca cerita, kita sedang membaca masalah orang asing. Sebanyak apa pun penderitaan yang ia alami, kita tidak mengenalnya secara pribadi, sehingga kita lebih sulit menoleransi keluhan dan curhatannya. Biasanya, hal ini terjadi pada tokoh yang pengalaman tragisnya diceritakan lebih dulu sebelum pembaca mengenal kepribadiannya.

2. Curhat, mengeluh, lebih efektif dilakukan dalam grup, terutama bersama orang yang senasib dan sepemikiran. Hal ini sulit (walaupun tidak mustahil) dilakukan dengan tokoh fiksi.

3. Di dunia nyata, pembaca tidak harus membaca pikiran orang lain. Kebanyakan keluhan dalam cerita muncul dari narasi atau inner monologue sang tokoh.

4. Saat kita mendengarkan curhat orang lain, kita bisa gantian curhat. Saat membaca novel, kita tidak mungkin gantian curhat ke tokoh novel yang kita dengarkan curhatnya.

5. Saat kita capek mendengarkan orang curhat, kita bisa menyuruh dia diam atau meninggalkannya. Kita tidak bisa melakukannya pada tokoh fiksi, apalagi kalau kita masih penasaran sama kelanjutan ceritanya.

6. Cerita hanyalah rekaan. Pembaca menganggap semua yang terjadi di dalam cerita tidak benar-benar terjadi di dunia nyata, meskipun pengarangnya mengklaim ceritanya diangkat dari kisah nyata.

7. (Lanjutan nomor 6) Alasan angst-nya fiktif, atau tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Mungkin buat tokoh fiksi jadi vampir itu menyebalkan, tapi buat pembaca yang enggak pernah merasakan jadi vampir (atau sosok fiktif lainnya) kekesalan tokoh itu sulit dibayangkan.

8. Seserius apa pun keresahan yang dirasakan tokoh fiksi, pembaca dapat menafsirkan hal yang sebaliknya. Bisa saja pembaca justru menganggap jadi vampir (atau apa pun yang dialami sang tokoh) itu keren, dan bingung kenapa sang tokoh malah sedih bukannya senang.

9. Di dunia nyata kita bisa mengeluh dan mendengar keluhan yang sama berkali-kali. Dalam fiksi, pembaca bakal bosan kalau dihadapkan pada keluhan dan penderitaan yang sama terus menerus tanpa ada hal yang baru.

10. Ada tokoh dalam cerita tersebut yang punya lebih banyak alasan buat mengeluh, tetapi lebih kalem, cool, likable dan humoris daripada tokoh yang kerjanya cuma protes dan nangis melulu. Maaf kalau mengecewakanmu, tapi bikin tokoh yang baperan tidak otomatis bikin pembaca merasa kasihan.

11. Tokoh yang mengeluh hanya karena dia kaya, populer, cantik/ganteng, bakal sulit mendapat simpati pembaca semasuk akal apa pun alasannya. Memang sih,  jadi kaya dan populer juga ada ruginya, tapi keuntungannya juga banyak banget sampai-sampai orang yang mengeluh gara-gara hal tersebut dianggap menyebalkan dan tidak bisa bersyukur bagi orang yang tidak pernah merasakannya (kecuali, mungkin, kalau target pembacamu orang-orang kaya).

12. Baik fiksi maupun nyata, orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk komplain bukanlah orang yang menyenangkan buat diajak nongkrong.

13. Bahkan di dunia nyata, kebanyakan orang tidak suka mendengar orang lain komplain, meski mereka tetap mendengarnya karena simpati atau "enggak enak". Terlebih dalam fiksi, orang berharap untuk dihibur.

14. Sang tokoh mengeluh saat sesuatu buruk terjadi pada dirinya, padahal itu terjadi gara-gara kebodohannya sendiri.

15. Sang tokoh membenci saat tokoh lain melakukan hal yang buruk pada dirinya, padahal dia sendiri melakukan hal yang lebih buruk pada tokoh lain.

16. Dalam karya serial, wajar bagi pengarang membuat sang tokoh mengeluhkan dampak tragedi dari seri sebelumnya yang telah mendorongnya hingga ke alur seri terkini. Namun, hal ini bisa dianggap menyebalkan bagi pembaca yang bosan mendengar hal yang sudah pernah ia baca di seri sebelumnya.

17. Values Dissonance (disonansi nilai). Ada golongan yang menganggap suatu hal sebagai masalah besar (misal, wanita yang belum menikah dalam umur tertentu), tapi bagi golongan lain, hal itu bukan masalah atau cuma masalah sepele.

18. Sang tokoh merupakah tipe orang yang komplain tentang segala hal, meskipun bagi kebanyakan orang hal itu cuma masalah sepele.  Hal tersebut merupakan 'penyakit' yang sering dijumpai dalam karya dengan sudut pandang orang pertama (POV 1 atau akuan), karena pembaca punya akses terhadap semua pikiran dan perasaannya. Kalau narasi dari Mas/Mbak 'Aku' isinya cuma komplain, sevalid apa pun pembenaran pada keluhan berikutnya, pembaca menolak untuk peduli.

Angst merupakan istilah yang sangat populer dalam seni, termasuk kesusastraan, sampai-sampai ada ungkapan bahwa True Art Is Angsty. Ada yang percaya bahwa sesuatu baru bernilai seni kalau ada angst dan penderitaan di dalamnya, sebab penderitaan (secara teori) merefleksikan kenyataan. Namun, mereka (dan kita) terkadang lupa bahwa hidup punya sisi yang indah dan menyenangkan juga.

Bukan berarti angst itu jelek sih. Aku pribadi suka melihat tokoh dalam suatu cerita (termasuk ceritaku) menderita, selama hal itu membantu mereka berkembang. Aku lebih sering baca cerita yang bertema dark, walau aku juga suka cerita slice of life yang heartwarming dan memotivasi. Namun ada satu pelajaran yang bisa kupetik dari semua cerita gelap favoritku, yakni segelap-gelap apa pun situasi mereka, tetap ada cahaya walau cuma setitik. Cahaya itulah yang bikin aku bersimpati dan enggak muak melihat penderitaan tokoh-tokohnya. Cahaya itu bisa datang dari hal-hal yang paling simpel, seperti humor. Apa menurutmu tokoh yang menderita enggak bisa melawak? Justru sebaliknya, humor adalah salah satu cara terbaik manusia dalam menghadapi trauma.

Hati seseorang boleh hancur, tenggelam dalam lautan luka dalam, tapi dia bisa saja menceritakan pengalaman buruknya sambil tersenyum santai kayak menceritakan dongeng buat cucu-cucunya. Orang enggak selalu menangis atau menyalahkan hidup saat tertimpa musibah, banyak juga yang tetap ketawa-ketiwi walau dalam hati nahan sekuat tenaga biar enggak bunuh diri. Selain itu, setiap orang pasti punya pengalaman bahagia meski itu cuma sekadar dapat perhatian dari cinta pertamanya. Karena itu, membuat karakter yang likable (kalau enggak bisa humoris, setidaknya enggak annoying),  memberi mereka harapan, dan memberikan kenangan yang bahagia, juga bisa memperdalam tokohmu agar dirinya tidak cuma berisi angst.


Sumber:

https://izquotes.com/quote/dawn-powell/satire-is-people-as-they-are-romanticism-people-as-they-would-like-to-be-realism-people-as-they-148058

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/Angst

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/AngstDissonance

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/DarknessInducedAudienceApathy

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/DeusAngstMachina

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/TrueArtIsAngsty

https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/Wangst

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro