Acceptance

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Buku-buku. Sejauh mata memandang, setiap dinding berjajar rak-rak berisi deretan buku, dengan berbagai macam jenis. Sisi yang tidak terdapat rak, tertutup tirai, Dilihat dari ukuran dan cahaya yang masuk melalui celah tirai, Brendan menebak sisi itu adalah jendela ruangan.

"Lalu ... Untuk hukuman hari ini, kita hanya perlu membaca deretan judul yang tertulis di sini 'kan, Wings?"

Tidak ada jawaban.

" ...Wings?"

Masih tidak ada jawaban. Alman menoleh, menemukan rekannya sedang berdiri terpaku, dengan mata berbinar-binar. Bisa dipastikan, hukuman bagi dirinya ini justru merupakan kegiatan menyenangkan bagi rekannya.

Pada hukuman-hukuman sebelum ini, Brendan juga tidak terlihat tersiksa, malah menikmati semua kegiatan mereka. Alman sedikit bersyukur karenanya—dengan begitu, dia tidak perlu terlalu merasa bersalah, melibatkan pemuda itu pada masalah yang sudah dia buat di awal mereka menginjakkan kaki di kota raksasa 30-DWC-20.

"Huwaaa ... Maaf, aku asyik sendiri! Kau tadi bilang sesuatu, Red?"

Menghela napas maklum, Alman menyerahkan lembaran daftar buku yang harus mereka baca pada Brendan.

"Kau pilih setengah yang mau kau baca, sisanya biar aku. Dengan begitu tugas hari ini akan cepat selesai," jelasnya.

"Err, aku yang mana juga boleh, Red ... Kau saja yang pilih."

Alman bergeming di tempatnya. Membuat Brendan menunggu beberapa saat, hingga akhirnya sadar, rekannya tidak akan bergerak sebelum dirinya memilih judul buku. Akhirnya pemuda Avian itu mengalah, setelah menelusuri 15 daftar yang tersedia, dia menunjuk 8 judul.

Mata pemuda berambut merah yang masih memegang kertas daftar menyipit.

"Ah ... Maaf! Aku terlalu banyak memilih judul, ya? K-kau boleh ambil judul yang tadi, kok ... Red!"

"Jadi kau memilih lebih banyak bukan karena sungkan? Bolehlah ... Ambil saja delapan judul itu, aku ambil sisanya."

Alman berlalu sembari membawa kertas daftar judul di tangannya. Beberapa judul yang ditunjuk Brendan dia tandai dengan cakar dari ujung jarinya. Tak lama, dia kembali membawa tumpukan judul yang diinginkan oleh rekannya.

"Nih!" Alman menumpuk buku-buku untuk Brendan di meja terdekat. "Kertasnya biar aku yang bawa, aku tak mau salah ambil judul dan capit-capit sial itu memberi hukuman tambahan."

Dengan riang Brendan mengambil tumpukan bukunya lalu membawa ke pojok ruangan. Sengaja mencari lantai yang dilengkapi permadani, untuk tempatnya duduk. Sebentar saja dia sudah tenggelam dalam bacaannya.

Alman heran pada pemuda itu. Sepanjang perjalanan mereka, dia perhatikan Brendan masuk kategori Druid berkemampuan tinggi. Sihir-sihirnya tak pernah gagal. Pembuatan ramuan memang tidak pernah dia lihat, tetapi dilihat dari kemampuan memasaknya, bisa dikira-kira sepandai apa rekannya. Hanya sifat cengeng dan penakutnya yang agak mengganggu, tetapi bukannya tidak bisa diatasi.

Dari apa yang sering dikeluhkan pemuda bertelinga sayap itu, Brendan sepertinya merasa terkucil di kalangan sesama druid. Tetapi mengingat sifat mudah sungkannya, bisa jadi itu hanyalah kesalah-pahaman dari pihak Brendan sendiri. Alman tahu betul, bagi kaum druid, tongkat ulir yang dibawa Brendan bukanlah benda yang bisa diberikan begitu saja pada orang yang tidak kompeten.

Justru dirinya yang tidak memiliki tongkatlah yang perlu dipertanyakan keasliannya sebagai druid. Sihir-sihir berkaitan dengan roh alam yang dapat dengan mudah dia panggil, langsung lenyap begitu sisi Beast-nya kehabisan energi. Hanya tersisa bola api kecil yang beberapa kali sengaja dia perlihatkan di hadapan Brendan. Dia tak mau terlihat lemah.

Alman melirik pada ujung jemarinya sendiri. Kuku Huma-nya perlahan merasuk ke kulit dan daging, sebagai gantinya sebentuk cakar tajam tumbuh melengkung. Sedikit lagi energinya akan pulih. Walau harus menantang seluruh menara batu dan capit di kota itu, mungkin dia bisa memaksa mencari keberadaan anak Ogre yang hilang.

Ada resiko mereka bakal kehilangan peta, dan makin sulit untuk keluar dari pulau itu. Tetapi bila dia bicarakan dengan Brendan, rekannya pasti akan setuju.

"Red?"

Mendengar namanya disebut, reflek Alman memasukkan kembali cakar-cakar itu.

"Apa?" gumamnya tanpa menoleh, pura-pura menekuni buku yang ada di tangan.

"Buku ini seharusnya bagianmu," ujar Brendan seraya meletakkan sebuah buku bersampul kulit yang kertasnya sudah menguning karena usia di dekat Alman.

"Huh? Tidak mungkin ... Aku sudah memastikan ulang judul-judul yang kau minta!"

Alman meraih buku yang diberi oleh Brendan, lalu terdiam. Di antara halaman-halaman yang sudah menguning, tersembul sebuah kertas yang terlihat baru. Perlahan dia membuka buku untuk melihat kertas apa yang diselipkan di situ.

Tengkuknya meremang. Benda yang paling dia inginkan saat ini, selembar peta. Alman mendongak, melihat Brendan tersenyum gugup padanya.

"A-aku tidak sengaja menemukan itu ... Kurasa lebih menarik untukmu?"

Coba, lihat ... bagian mananya dari druid hebat ini yang tidak kompeten?

Batin Alman dengan senyum lebar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro