Café

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Musik lembut mengalun. Denting cangkir dan gelas terdengar samar beradu dengan meja atau dengan perangkat logam. Lamat-lamat terdengar riuh orang berbincang. Aroma manis-gurih kue berlomba dengan wangi seduhan kopi ke hidung. Idealnya begitulah suasana kafe.

Brendan menghela napas panjang. Meja-meja kayu bundar di hadapannya sudah dipenuhi oleh sisa perangkat makan atau minuman pengunjung. Padahal dia baru saja membersihkan meja-meja itu beberapa menit yang lalu.

"Kutinggal untuk mengecek stok kue sebentar, sudah begini lagi," keluhnya.

"Kenapa, Wings?" sapa Alman, yang duduk di meja paling sudut. "Kalau kau sudah lelah, aku tak keberatan melemparmu supaya semangat lagi."

"Tidak terimakasih!" jawab Brendan, tegas. "Kau segera habiskan saja minumanmu itu, Red."

"Apa aku boleh tambah camilan juga?"

"Menu yang kau suka sedang kosong, tapi bisa kusiapkan kalau kau mau menunggu lebih lama."

"Aku tidak keberatan," ujar Alman dengan tawa berderai.

Terdengar suara denting-denting seperti mesin kasir. Beberapa pernak-pernik penanda poin tiba-tiba bermunculan di udara, mengisi bar yang mendadak terlihat mengambang di atas kepala Alman. Lalu di hadapan Brendan, muncul sebuah kotak hadiah berpita.

"Poinnya sudah penuh, tuh ... Tidak kau terima hadiahnya?"

Brendan baru mau membuka kotak hadiah itu, ketika telinga sayapnya menangkap suara desah panjang. Salah satu stafnya yang bertugas di belakang kasir, tampak lesu. Segera saja pemuda Avian itu mengacungkan tongkat ulirnya untuk melontarkan petugas kasir ke langit-langit.

Setiap kali dia melakukannya, staf kafe yang manapun akan tertawa senang setelahnya. Seperti anak kecil yang puas setelah diangkat tinggi-tinggi oleh orang dewasa. Namun bila Brendan terlalu sering melontarkan, stafnya akan merasa pening. Batasnya empat kali untuk setiap orang.

"Anggap saja kau sedang memutar kunci di punggung boneka mekanik, Wings," jelas Alman ketika Brendan menolak melontarkan stafnya pagi itu.

"Tapi, bagaimana kalau aku melontarkan terlalu tinggi, mereka bisa terluka, Red!"

"Tenang saja ... aku sudah membuat mereka cukup tahan banting. Lihat!"

Brendan terbelalak ketika Alman dengan santai menarik kerah salah satu staf yang sedang mengepel lantai kayu kafe, lalu melemparkannya begitu saja ke udara. Pemuda Avian itu reflek meraih tongkat ulirnya untuk memanggil angin, tetapi dicegah oleh Alman. Dan, sesuai kata-kata rekannya, staf kafe yang terlontar mendarat dengan selamat, bahkan tertawa senang.

"Tugasmu menjual minuman di resep ini, hingga 24 gelas. Membangungkan pengunjung yang tertidur, 24 kali. Lalu sukses berbincang dengan pengunjung reguler, sepertiku 7 kali!"

Walau tidak terlalu antusias, Brendan mengiakan. Hari ini Alman—masih sebagai pemegang kendali kota ajaib 30-DWC20, memberinya hukuman atas kerusakan yang dia timbulkan di ruang makan tavern.

"Kukira dengan memanggil hujan petir, urusan kita dengan kota ini selesai," keluh Brendan.

"Aku tidak pernah bilang begitu, Wings."

Brendan melirik sebal pada rekannya. Memang, kemarin Alman hanya mengatakan, mereka mendapatkan privasi bila Brendan memanggil petir. Kesempatan itu mereka gunakan untuk mendiskusikan bagaimana cara melepaskan diri dari pengaruh kota ajaib, menemukan batu berharga Alman, dan menyelamatkan anak Ogre yang ternyata disekap di salah satu bangunan kota.

"Lagipula, kalau kita pergi begitu saja ... artinya kita berhutang pada kota ini, dan aku tidak suka itu," tambah Alman seraya menarik satu kursi di meja paling sudut.

"Oh, ya ... Hampir lupa."

Alman menjentikkan jari. Beberapa tuas bercapit bermunculan untuk melucuti jubah druid Brendan. Dalam sekejap penampilannya berganti dengan setelan kemeja, celana pantalon, dengan celemek gelap di pinggang.

"Kusisakan tongkat ulirmu untuk memudahkan pekerjaan, Wings."

Brendan curiga, hukuman hari ini dibuat-buat oleh Alman, sekadar untuk membalas dendam karena dirinya membiarkan pemuda berambut merah itu dilucuti dan diganti pakaiannya oleh para tuas bercapit dengan tidak hormat, di hari pertama mereka tiba di kota itu.

        

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro