Torn

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Red, apa kau pernah mandi dan keramas?" tanya Brendan pada suatu siang, sebelum menyuapkan tumisan biji-bijian serealia ke mulut.

Alman nyaris menyemburkan sup yang sudah terlanjur dia hirup mendengar pertanyaan yang terlalu polos, mengarah ke tak sopan itu. Untung dia cukup sigap mengatur agar kaldu ayam kental dalam mulut bisa meluncur masuk melewati kerongkongan dengan selamat. Kalau tidak mengenal pemuda Avian di hadapannya mungkin dia sudah melemparkan 1-2 mantra sebagai hukuman.

"Maksudmu apa ... menanyakan hal yang tak penting begitu, Wings?"

"Tidak, hanya saja ... aku tak pernah melihatmu melepas aksesori, baik yang kau pasang di rambut maupun yang kau kenakan di pergelangan tangan," jawab Brendan, sebelum menyendok sesuap lagi.

"Aksesori ini terbuat dari batu mulia tahan air dan tahan ramuan, jadi aman dipakai untuk mandi, menyelam, keramas, bahkan aku bisa terjun ke pusaran deterjen kalau aku mau ... Jadi, ya, tentu saja aku bisa mandi dan keramas secara teratur sebagaimana layaknya orang normal, Wings. Terimakasih sudah bertanya."

"Rupanya begitu ...."

Melihat respon rekannya yang datar-datar saja, Alman kembali terusik. Sendok di tangan, dia letakkan terlebih dahulu, lalu bangkit dari kursinya.

"Helai-helai ikal rambutku ini bersih dari debu dan minyak. Aku selalu memastikan air dan busa mencakup area yang tertutup aksesori. Aku memang tidak suka aroma wangi sabun atau sampo, jadi hanya menggunakan ramuan tanpa pewangi ... Kau mau bukti, Wings?" tawarnya dengan berapi-api. "Aku izinkan kau menyentuh rambut yang ini!" tambahnya lagi, seraya menyodorkan sejumput rambut merah yang dihiasi manik-manik batu biru cerah.

"Nggak usah, makasih."

"Kau meragukan kebersihan mahkotaku?" tukas Alman, agak berang.

Brendan menghela napas. "Maksudku bukan begitu, Red. Selama perjalanan kita, aku lihat kau sama sekali tak pernah mau melepas aksesori. Tadinya kukira yang kau kenakan itu sama dengan batu yang disita oleh kota ... tapi melihat keenggananmu melepasnya, aku merasakan ada perbedaan perlakuan."

Mendengar penjelasan Brendan, Alman kembali menghempaskan diri ke kursi. Melanjutkan makan.

"Sebetulnya, batu-batu aksesori ini sudah tidak berfungsi." Alman akhirnya mulai bicara setelah mereka terdiam selama beberapa saat. "Karena sudah terbiasa mengenakannya sejak kecil, aku jadi merasa tak nyaman kalau batu-batu ini kulepas."

"Seperti ... Placebo Effect, sugesti?"

"Yah, bisa dibilang begitu." Alman melambaikan tangannya tak sabar. "Sudahlah ... daripada membicarakan batu-batu aksesoriku, lebih baik kau pastikan saja mantra-mantra yang kuberikan tadi pagi bisa kau gunakan dengan baik. Walau sudah bukan Druid, aku masih paham betul mantra-mantranya, jadi kau tidak bisa asal-asalan waktu kuuji nanti, Wings!"

Teringat pada deretan mantra level tinggi yang diserahkan Alman padanya, Brendan cepat-cepat berusaha menyelesaikan makan siangnya. Dia khawatir waktunya tak akan cukup.

Kekhawatiran yang berlebihan. Alman tahu betul Brendan pasti mampu menggunakan mantra-mantra itu dengan baik. Tepatnya, Sorcerer muda itu sengaja memilih deretan mantra yang cocok dengan Brendan. Yang sulit adalah meyakinkan kecerdasan buatan kota 30-DWC-20, bahwa pelatihan Brendan ini masih bagian dari hukumannya.

Seperti yang sudah diduga, sore itu Brendan berhasil merapal masing-masing mantra dengan baik. Butuh beberapa kali mencoba, karena pemuda bertelinga sayap itu sempat terlalu gugup. Namun Alman tak pernah menetapkan batasan jumlah percobaan yang dilakukan, jadi Brendan dinyatakan lulus.

Denting tumpul ditimbulkan oleh sepasang gelang batu biru yang diletakkan di atas meja kayu. Dalam temaram cahaya rembulan yang masuk melalui jendela, ekor merahnya yang panjang dan tebal berayun santai. Telinga huma-nya lenyap.

Tidak ada yang lebih melegakan bagi Alman, daripada melepaskan ekor dan telinga setelah seharian terkekang rapat.

Kondisi selalu purnama pada setiap malam di pulau itu. membuat energi Beast Alman pulih dengan cepat. Malah terlalu cepat. Pemuda itu jadi khawatir energinya bakal terlalu meluap-luap bila dilepaskan begitu saja.

Selama di dalam kota, sisi Sorcerer dalam dirinya yang memastikan agar hal itu tidak akan terjadi. Namun karena kini dia harus memegang kendali atas kota, Alman tidak bisa lagi bergantung hanya pada mantra-mantra Sorcerer. Bukan hal yang aneh, bila sewaktu-waktu dia kehabisan energi, lalu terpaksa melepas wujud Beast.

Dengan pakaian Druid itu tak masalah, tetapi kini dia harus berpenampilan layaknya Sorcerer Huma. Pakaiannya rapih dengan potongan dan jahitan rapat. Celana yang robek ketika menumbuhkan ekor, jelas tidak terasa nyaman.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro