Gembira

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Cukup lama berjalan melintasi hutan dengan pepohonan berbatang selebar 5-7 rentangan tangan orang dewasa, akhirnya Alman dan Brendan mencapai dataran rumput berbukit rendah. Cuaca cukup bersahabat, matahari tidak terlalu terik, angin sejuk juga bertiup lembut. Tanpa dia sadari, Alman mulai bersenandung. Melodinya ringan dan manis.

"Lagu apa itu, Red?" tanya Brendan.

"Hmm? Ntah ... Ibuku dulu sering menyanyikan lagu ini kalau sedang senang. Sebentar, liriknya bagaimana, ya ... Bernyanyi saat senang—bukan ... Bernyanyi karena hati girang?"

Alman terus mencoba-coba syair dalam ingatannya sembari mencocokkan nada.

"Ah, di bagian ini ... kau harus ikut bersorak, Wings!"

"A-aku juga?"

"Ya, biar ramai! Sekalian bertepuk tangan, lebih bagus lagi kalau—Eh, kau bisa bersiul?"

"Sedikit ...."

"Bagus!!!"

Lalu sembari terus mengkah riang, Alman terus bernyanyi. Brendan sesekali meningkahi dengan tepukan tangan, siulan, bahkan berseru, "Hore!" di beberapa bagian lagu. Karena liriknya sederhana, lama-kelamaan Brendan juga bisa ikut menyanyikannya.

"Haha! Ternyata kau langsung hapal, Wings? Boleh juga kau!"

"Tidak ... ini karena liriknya mudah," ujar Brendan, merendah.

"Haish! Biar liriknya semudah apapun juga, kalau ingatanmu terlalu payah kau tidak akan pernah bisa mengingat. Ini bukti kau punya bakat sebagai ahli mantra. Druid itu pengajarannya lisan 'kan?"

Dia benar. Perguruan sebesar apapun, seorang master selalu mengajari mantra secara lisan pada murid-muridnya. Bukan berarti mereka tidak diajari baca tulis. Mantra druid membutuhkan kesesuaian nada dan pelafalan, banyak juga yang berupa nyanyian, karena itu kurang cocok bila diajarkan secara tulisan.

"Ayo, nyanyi yang keras, Wings!"

Brendan ganti memimpin lagu, Alman yang meningkahi dengan tepukan dan sorakan. Siulannya agak sumbang, tetapi mereka terus saja bernyanyi. Menyenangkan sekali.

Melihat Alman saat ini, Brendan sulit mempercayai, Huma di hadapannya adalah orang yang sama dengan werewolf yang mengamuk tempo hari.

Saat senang, tertawa, merayakan dengan gembira. Saat berduka, bersedih hingga menangis. Saat kecewa dan kesal, berteriak dan melampiaskan amarah. Tidak peduli ras apa pun, hewan apa pun, sama saja.

Saat ini mereka sedang bersuka hati. Bernyanyi dan bersiul sembari menyamakan langkah dengan irama lagu. Saking serunya tanpa mereka sadari, makhluk-makhluk lain juga ikut bangun dan menari. Satu-persatu berkumpul di sekeliling mereka, ikut bersenandung dan bersiul

Bahkan jamur-jamur dan tanaman bunga juga.

Brendan menyadari itu, tetapi tidak bisa berhenti bernyanyi. Ketika beradu pandang dengan Alman, rekannya juga nampak sepemahaman. Jamur yang menjadi sarapan mereka sebelum ini, mungkin mengandung zat additive yang menimbulkan perasaan riang yang berlebih.

Dalam benaknya, Brendan berharap dengan sepenuh hati, semoga saja tanaman yang bersiul bersama mereka itu hanya halusinasi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro