Conlaed

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bunyi logam beradu membuat telingamu awas. Bersamaan dengan klak-klik pelan dari balik pintu, kau bergegas bangkit. Dengan derit halus, daun pintu berayun membuka. Penuh semangat kau berlari menyambut orang yang datang.

"Kaing!"

Sesuatu menahan lajumu. Begitu mendadak hingga kau terjerembab di lantai. Gemerincing untaian rantai yang menghubungkan sabuk di leher dengan sebuah cantolan baja di tembok, baru saja kau sadari. Kesal dan kecewa membuat timbul keinginan untuk menggigit putus rantai penghalang itu.

"Sia-sia!" ujar orang yang baru saja masuk, suaranya parau. "Rantai itu terbuat dari baja kuat yang dimantrai. Taring binatang buasmu tidak akan bisa merusaknya."

Kau mendongak, melihat sosok laki-laki berpakaian rapih dan sisiran rambut klimis. Hidungmu bisa mencium bau menusuk minyak rambut dan pewangi yang dia kenakan. Kekecewaanmu bertambah karena yang datang bukanlah orang yang kau tunggu-tunggu.

"Kotor dan bau," gerutu laki-laki klimis itu, menutup hidung bengkoknya dengan saputangan. "Bahkan makan tanpa membuat ceceran di sekitar piringmu pun kau tidak bisa? Hewan dungu!"

"Maaf. Segera saya bersihkan, Tuan Besar ...."

"Tidak perlu!" tukas laki-laki itu, memotong bicara perempuan dengan kain putih lebar di atas gaun panjangnya. "Biarkan saja dia tenggelam dalam kotoran yang dia buat sendiri. Cocok untuk makhluk rendahan sepertinya," cerca laki-laki itu lagi seraya menudingkan telunjuk pada nampan berisi piring bekas makanmu.

Kau melirik pada arah tudingannya, memang ada ceceran sisa makanan di luar nampan. Bisa saja kau jilati bersih, tetapi kau dididik untuk tidak menjilati apa pun yang jatuh ke lantai. Bila dia sampai melihatmu melakukan itu, ingatanmu memberi tahu akan sabetan tongkat rotan pada salah satu sisi tubuhmu.

Seandainya bisa membalas omongannya mungkin kau akan menantangnya untuk mencoba menghabiskan makanan di piring datar, tanpa tercecer, tanpa bantuan tangan, dengan moncong berbentuk memanjang. Tetapi kau tidak bisa bicara. Sebagai gantinya kau hanya bisa balas menatap tajam pada lelaki klimis itu.

"Mata yang lancang. Mengetahui warna mata itu serupa denganku membuatku jijik. Seharusnya puteriku tidak perlu mempertaruhkan kesehatannya untuk membawamu pulang. Perempuan bodoh! Kalau bukan darah-dagingku sendiri, tak sudi aku menerimanya lagi."

Laki-laki itu mengata-ngatai orang yang kau sayangi. Getaran suara dari tenggorokan mulai menyusup keluar dari sela-sela moncongmu. Bayangan ketika deretan geligi tajammu terhujam di lehernya membuatmu tanpa sadar menyeringai, memamerkan senjata terkuat yang kau miliki.

Ancamanmu sukses membuat lelaki itu mundur. Langkah-langkahnya gugup, nyaris bertabrakan dengan perempuan yang masih berdiri menunggu di ambang pintu.

"Sudah ... Kuserahkan binatang terkutuk itu padamu!" seru lelaki klimis itu seraya setengah melemparkan sebatang kunci pada perempuan dengan kain putih lebar.

Kau bisa mendengar ketukan sepatunya menjauh pergi.

Mengapa lelaki klimis itu selalu menyempatkan diri untuk menengok keberadaanmu, kau juga tidak mengerti. Yang dia lakukan setiap datang, hanya mengeluhkan semua kelakuanmu atau mencari-cari alasan untuk menggunakan tongkatnya padamu. Satu hal yang pasti, rasa benci di antara dirimu dan orang itu setara.

Suara klak-klik logam kembali terdengar. Kali ini dari pangkal rantai yang terkait di tembok. Matamu melihat perempuan berkain putih melepaskan kaitannya. Setidaknya baunya tidak membuat hidungmu mengkerut.

"Waktunya jalan-jalan!" ajak perempuan itu seraya menarik ujung rantai. Walau cukup panjang, bila kau tidak segera menyusul langkahnya, lehermu akan terasa tersentak tak nyaman.

Ada rasa tidak rela di dalam benakmu, berjalan dalam kondisi masih terbelenggu begitu. Tetapi apabila menolak, apalagi kalau sampai memberontak, kau akan dikurung di kamar itu tanpa diizinkan keluar sama sekali.

"Kau tidak suka berjalan-jalan bersamaku?" tanya perempuan yang menggenggam ujung rantaimu. Sepertinya dia menyadari keenggananmu. 

"Bersabarlah, setidaknya sampai kesehatan Nona pulih." 

Mendengar ucapannya, ekormu terangkat. Harapan untuk bertemu kembali dengan orang yang kau sayangi membuat ekormu bergoyang walau perlahan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro