Kadal?!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Buah raksasaaa!

Baru kali ini aku lihat buah lebih besar dari seluruh badanku. Kalau makan itu, sebutir saja sudah pasti mengenyangkan. Dan baunya ... Hmm, haruuum!

Coba cicipi sedikit, aaahhh.

Kraus!

HMMM!!! SEDAP!!!

KRAUSSS! KRAUSSS! Nyam ... nyam ... nyam KRAUSSS! KRAUSSS!

"Jadi, dari sini ... kita masih harus berjalan agak memutar supaya sampai ke Selatannya hutan tanpa harus bertemu dengan serangga lain?"

"I-iya ... Begitu yang kulihat saat melepaskan sihir pendeteksi tadi"

Hmm ... Suara manusia?

Perutku masih kekenyangan karena menghabiskan sebutir buah tadi, tetapi biar mengantuk sekalipun aku tidak akan keliru mendengar. Buru-buru kubersihkan sisa sari buah di sekitar mulut, lalu melompat pergi ke asal suara.

"Kenapa harus repot-repot memutar, sih?"

Suaranya di bawah tebing batu sana. Aku bisa mengintip dengan aman dari atas salah satu karang besar. Ternyata memang benar, manusia. Ada dua orang, lagi ... Aku beruntung!!!

Dengan semangat melambung aku bergegas mencari jalan menuruni tebing. Melompat ke sini. Melangkah ke sana. Beberapa kali berpegangan pada tanaman yang kelihatan kuat dan lentur. Beberapa kali lompatan lagi. Ah, aku terguling. Tapi tak apa, dengan badan yang cukup empuk dan lentur. Aku bisa membal dengan baik hingga bisa mencapai dasar tanpa terluka.

Aduh ... gara-gara terguling tadi, debu dan rerumputan menempel di wajah. Sebaiknya dibersihkan dulu, pikirku seraya kembali menggosok-gosokkan kedua tangan mungil ke pipi dan dahi.

Gawat, aku keasyikan. Kemana manusia-manusia itu?

Dua sungut di belakang kepala yang tebal dan bengkok seperti petir, kugerakkan untuk mencari suara para manusia tadi. Ohooo ... mereka sudah agak jauh di depan sana. Apakah langsung kucegat, atau kubuntuti diam-diam saja?

"Padahal, langsung lurus saja 'kan lebih cepat?" gerutu manusia yang berambut raspberi ketika kuintip dari balik akar pohon.

"Ta-tapi, Red ... Kau yang sekarang ...."

"Berapa kali kukatakan, wujud Huma ini hanya sementara. Nanti juga aku akan kembali jadi Beast. Lagipula, bukan berarti wujud ini lemah. Justru ...."

"Justru?"

Justruuu? Aku ikut penasaran. Apa lanjutannyaaa?

BUFFF!!!

Eh, suara apa itu? Aku tidak pernah mendengar yang seperti itu sebelumnya.

Aku mencoba menjulurkan kepala lebih jauh—susah juga dengan leher pendek begini. Waduh! Kemana perginya si rambut raspberi?! Yang tersisa hanya manusia yang punya sayap di kepala!

"Hoi!"

Uuuhhh ... Suara si Raspberi, kok ... terdengar dari belakangku, ya?

Ternyata bukan hanya suaranya saja. Orangnya juga sejak suara 'Buf' tadi sudah berpindah ke belakangku! Dan sekarang dia sedang menjinjingku di tengkuk. Apaan ... Aku 'kan bukan kucing!

"Red!" panggil si Sayap seraya bergegas mendekati kami. Begitu melihatku, langkahnya terhenti.

"M-m-makhluk apa itu?!" tanyanya sembari memeluk erat tongkat aneh di tangannya. "Kadal?"

"Entah ... Yang jelas, tokek ini sudah mengawasi kita sejak tadi."

"TIDAK SOPAN!" seruku berang. "KADAL? TOKEK? Enak saja ... Aku bukan hewan-hewan melata seperti mereka, ya!!!" tambahku berusaha mengenai Si Raspberi dengan pukulan atau tendangan.

"Kalau dilihat lagi, memang tidak ada tokek yang biru dan bisa berjalan dengan dua kaki begini. Apa dia dari Ras Saurus?" gumam si Raspberi, mengangkat tinggi-tinggi jinjingannya hingga pandangan kami saling bertemu. "Ah, mana mungkin ... Orang-orang Saurus itu jangkung-jangkung dan berkaki panjang. Tidak ada yang cebol begini."

Hhh ... Mengesalkan!

Aku berontak sekuat tenaga hingga akhirnya berhasil lepas dari cengkeraman Si Raspberi.

"Mentang-mentang kalian mungkin adalah anak-anak terpilih, tidak akan kubiarkan kalian mengejekku, ya!" seruku sambil meninju berkali-kali ke udara. Ah, coba aku sudah berevolusi setingkat lebih tinggi, mereka pasti sudah keberi beberapa pukulan kuat sebagai hukumannya.

"Oi, Tokek. Siapa yang anak-anak ... Aku sudah 21 tahun, tahu!" protes Si Raspberi, berkacak pinggang.

"A-aku juga bukan anak-anak lagi," si Sayap ikut berbicara. "Tahun ini usiaku 17 tahun."

"BOHONG!" tukasku tak percaya. "Walau belum pernah bertemu langsung, aku tahu manusia yang sudah dewasa tidak akan sependek itu kaki dan tangannya!"

Kedua orang itu terdiam. Saling berpandangan. Lalu Si Raspberi menghela napas panjang seraya menggaruk kasar kepalanya.

"Aaah ... Sudah kuduga ada yang aneh. Tadinya kukira karena sekeliling kita serba raksasa, jadi posturku serasa mengecil. Ternyata beneran menciut jadi cebol, ya?" gerutu Si Raspberi.

"Umm ... maaf, aku juga. Awalnya kukira kau yang pendek, Red. Tapi setelah berhadap-hadapan, perbedaan sudut pandang kita tidak terlalu jauh. Bahkan sepertinya aku lebih pendek lagi."

"Ja-jadi ... kalian bukan anak-anak terpilih?" gantian aku yang terperangah. "Kalian sudah dewasa? Kenapa orang dewasa bisa masuk ke dunia kami?"

"Mana kutahu ... Apa bukan malah kau yang nyasar ke pulau ini, sama seperti kami?"

Pertanyaan si Raspberi membuatku teringat. Semalam ketika mencoba memetik buah di dahan tertinggi, kakiku terpeleset. Di bawah sana tidak ada rumput. Jarak dengan dahan juga terlalu jauh untuk diredam oleh kelenturan badanku. Ketika kukira aku akan menerima cedera parah yang bisa membuatku menyusut ke evolusi sebelum ini, sekelilingku terasa berputar dan berdenyut aneh.

"Jadi ... tempat ini bukan dunia digital?" tanyaku dengan perasaan terpukul.

"Di ... gi ... tal?" ulang mereka.

"Apa pula itu, sejenis makanankah—melihat bentuk gembulmu, mungkin semua makhluk di sana wujudnya seperti permen bon-bon?" ejek Si Raspberi

Aaahhh ... Menjengkelkan!

Aku sudah terlempar ke tempat aneh. Orang-orang yang kukira bisa jadi partnerku ternyata sudah terlalu tua. Aku ingin pulang saja.

"Ah, dia menangis ... Cengengnya seperti kamu, Wings! Mungkin spesies kalian berdekatan?"

"Tegaaa!"

Aku sudah tak peduli lagi. Terserah saja apa yang mau dikatakan Si Raspberi yang jahat itu. Aku mau pergi dari tempat ini!!! Dengan perut kenyang berkat makan buah raksasa tadi, aku yakin aku bisa mengunduh data untuk menemukan jalan pulang.

"Ah, hei! Jangan lari dengan mata tertutup begitu!" seru si Raspberi. "Hei, Tokeeek!"

Dia masih juga memanggilku dengan sebutan itu?!

"AWAS ADA SUNGAI!"

Eh, apa tadi katanya?

Aku membuka mata. Di bawah sana betul-betul terhampar arus air yang terlihat deras. Bahkan aku bisa melihat batu-batu mencuat di sana-sini. Kalau jatuh ke situ, mungkin aku akan hanyut sebagai Chibomon. Atau mati tenggelam.

Padahal aku belum bertemu dengan partnerku sama sekali.

Setidaknya, aku tidak mau mati pasrah. Dengan mengumpulkan segenap energi yang kudapat dari buah raksasa tadi, kuputuskan untuk menyerang arus air dan batu di bawah sana sekuat tenaga.

"POP ... ATTACK!!!"

Ketika kukira kepalaku akan membentur bebatuan dan air, sekali lagi sekelilingku terasa berputar dan meliuk. Bahkan suara teriakanku terdengar aneh dan distorsi. Aku bisa merasakan energiku terserap habis sepanjang perjalanan. Hingga akhirnya ....

Aku membuka mata. Oh, akhirnya aku kembali! Walau harus turun satu tingkat evolusi, setidaknya aku selamat. Ya, tidak perlu terburu-buru. Aku akan pelan-pelan mengumpulkan data dan tenaga, demi saatnya bertemu dengan anak terpilih yang akan jadi partnerku nanti. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro