From Mimpi to Misi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku dimana?" Androme meliarkan pandangannya ke segala arah, menerka tempat apa yang sedang ia pijaki saat ini.

"Selamat datang, Andro," sapa seseorang, namun tidak ada wujudnya. Bulu kuduk Androme merinding seketika. Ia ingin berlari meninggalkan tempat ini, tapi tidak tahu harus kemana.

"Kau pasti sedang mencari keberadaanku, kan, culun?" Suara itu terdengar kembali.

"Kamu siapa? Tunjukkan dirimu! A-aku tidak takut denganmu!" tegas Androme masih mencari sosok itu.

"Hadeh, jangan sok berani, Andro. Lihatlah ke atasmu!"

Cowok berkacamata bulat seperti Harry Potter itu segera mendongakkan kepalanya. Netranya membulat, tatkala melihat sesuatu di atasnya. Ia mengucek matanya berkali-kali untuk memastikan penglihatannya tidak salah. Sosok anak kecil bertubuh sintal dengan sayap putih di punggung, lengkap dengan busur dan anak panah berwarna merah di tangan, tengah tersenyum lebar.

"Kamu? Bagaimana mungkin?"

"Kenalkan, aku Eros, si cupid yang paling baik hati sealam semesta. Kamu tentu pernah mendengar cerita tentang diriku, kan, culun?" ungkap sosok itu mengelilingi Androme.

"Berhenti memanggilku culun!" kesal Androme memperbaiki posisi kacamatanya.

Sosok yang dikenal sebagai dewa cinta itu menertawakan ucapan Androme tadi. Ia berhenti mengelilingi Androme dan beralih ke depannya. "Apa maumu?"

Si cupid memangku dagunya dan mengetuknya pelan. "Mengabulkan permintaan seorang bocah yang saat ini berdiri di depanku," jawabnya.

"Aku bukan bocah! Aku sudah kelas sebelas SMA," sungutnya.

"Baiklah, aku akan percaya kalau kau bukan bocah setelah kau berhasil mencari pasangan untuk Valentine nanti."

Androme bergeming. Ia mencari cara untuk mengelak dari perkataan cupid tadi. "A-aku ..."

"Tidak berani, kan? Atau tidak percaya diri?"

Androme membuang muka. Meskipun begitu, ia membenarkan semua kesimpulan si cupid tadi. Selama ini, ia tidak pernah percaya diri untuk sekedar bertatap muka dengan seorang perempuan, apalagi mengajaknya merayakan hari Valentine. Androme tidak punya keberanian untuk itu, mengingat penampilan dirinya yang jauh dari kata idaman.

"Jangan cemberut seperti itu, Andro. Aku di sini untuk membantumu." Ucapan Eros mengalihkan pandangannya.

"Bagaimana caranya?"

"Dengan ini." Eros merendahkan tubuh kecilnya agar bisa sejajar dengan tinggi Androme. Makhluk itu lantas memberikan satu busurnya pada Androme. "Lusa, kau harus memberikan benda ini sebelum jam 12. Kalau tidak, maka selamanya kau tidak akan pernah menemukan cinta sejatimu."

Androme mengembuskan napasnya panjang, "Tidak usah. Aku yakin, tidak ada cewek yang mau dengan cowok culun seperti diriku."

"Hei, aku akan membantumu. Tidak ada yang tidak mungkin selama manusia mau berusaha." Eros berusaha meyakinkan, tangan kecilnya kembali menyodorkan benda itu kepada Androme. Kali ini, cowok berkacamata itu menerimanya. "Benda ini akan berubah menjadi sesuatu yang lebih manis, agar memudahkan kau melakukan misimu."

"Apa yang harus kulakukan?"

"Gampang. Kau tinggal mencari seseorang yang kau sukai. Biasanya, dia akan berada di tempat yang tak sengaja kau kunjungi, atau pertemuanmu dengan gadis itu hanya sebuah ketidaksengajaan."

Androme menggaruk belakang kepalanya, petunjuk dari si cupid membuatnya sedikit bingung. Eros yang mengetahui kebingungan Androme lantas menepuk jidatnya.

"Baiklah, agar kau tidak bingung, lihatlah ke depan." Androme mengikuti arahan Eros. Ia menyipitkan mata agar bisa melihat dengan jelas bayangan seseorang yang berdiri di depannya.

"Itu kan ..."

Byur

"Banjir! Banjir!" teriak Androme yang terkejut kena siraman air. Ia terbangun dari mimpinya tadi.

"Matamu banjir! Ini sudah jam berapa? Kamu nggak sekolah?" omel seorang wanita dengan ember di tangannya. Androme mengusap wajahnya yang basah. "Cepat mandi! Mamah tunggu di depan!"

Cowok itu beringsut dari ranjangnya tanpa membantah. Ia meraih handuk dan masuk kamar mandi. Lima menit kemudian, Androme sudah siap dengan seragam putih abunya. Begitu akan memakai tas, Androme melihat sesuatu yang tergeletak di atas nakas. Sebuah kue muffin coklat. Ia lantas teringat perkataan Eros dalam mimpinya.

"Apa ini benda yang dimaksud si makhluk itu?" pikir Androme.

"Andro! Cepat turun!" Teriakan mamanya kembali terdengar. Cowok itu segera memasukkan benda itu ke dalam tas dan keluar.

***

Siang ini cuacanya tidak begitu terik. Androme yang biasanya akan mengomel karena kepanasan dengan tangan yang mengipasi wajah, kini terlihat lebih nyaman karena awan yang menutup kota. Mungkin sebentar lagi, hujan akan mengguyur bumi.

Seperti biasa, di jam seperti ini Androme akan berdiri di tepi jalan, bersama dengan beberapa orang yang juga sedang menunggu bis. Cowok itu terbiasa pulang dengan menggunakan kendaraan beroda empat itu.

"Itu kan?" Androme memperbaiki letak kacamatanya, mengamati seseorang yang berdiri di seberang jalan. "Cewek yang di mimpiku?"

Teringat sesuatu, Androme lantas berlari ke toko mamanya untuk mengambil benda yang diberikan si cupid. Sebelum berangkat ke sekolah tadi, ia meletakkan kue itu di atas meja pelanggan dan lupa membawanya.

Belasan menit berlari, akhirnya Androme sampai di toko bakery milik orang tuanya. Dengan napas yang ngos-ngosan, ia langsung masuk dan mencari kue itu.

"Mah, lihat kue di atas meja ini nggak?"

Wanita yang sedang mencatat sesuatu itu menggeleng. "Tidak ada apapun di sana."

Androme membulatkan matanya. Meskipun mamanya mengatakan hal demikian, Androme tetap mencari keberadaan kue itu karena sisa waktunya masih belasan jam sebelum masuk tanggal 14 Februari.

"Kumohon, jangan hilang."

Sekali lagi Androme mencari kue itu, tetapi sayangnya nihil. Dia terduduk lemas di lantai. Biar bagaimanapun dia tahu, mimpinya bertemu Eros adalah kenyataan, dan kue yang kini hilang itulah buktinya. Androme bangkit dan berjalan lesu ke arah mamanya.

"Mah, ini surat dari sekolah mengenai pemberitahuan acara kemah seluruh anak Pramuka." Androme menyerahkan amplop putih berisi surat kemah Pramuka yang segera dibaca oleh mamanya.

"Besok ya?" tanya Mama lalu mengambil sejumlah uang untuk Androme. "Untuk bekal di perkemahan," ujarnya.

"Terima kasih, Mah." Androme menerimanya dan berpamitan pulang untuk bersiap-siap ke tempat perkemahan.

***

14 Februari adalah waktu yang sengaja dipilih untuk acara perkemahan Pramuka, agar membuat acara perkemahan menjadi spesial karena bertepatan dengan hari Valentine. Panitia memberikan kesempatan kepada seluruh siswa di perkemahan untuk memberikan hadiah kepada orang yang berarti bagi mereka sebagai bentuk kasih dan kepedulian, boleh kepada guru pembimbing eskul Pramuka, boleh kepada para senior yang sudah memberikan pelatihan kepada para siswa baru sebagai anggota Pramuka, dan atau kepada teman-teman seangkatan. Bebas.

Api unggun sudah menari-nari di tengah lapangan dengan hamparan bintang yang berbinar ceria di atas sana, alunan musik sederhana dengan gitar dari para anggota yang sedang menampilkan pentas seni membuat suasana malam Valentine ini semakin meriah. Banyak orang yang sudah terlihat berpasangan dengan misi memberikan hadiah Valentine. Sayangnya hanya Androme yang tersisa, berdiri dipojokkan, tubuhnya ditopang batang pohon menonton mereka dengan senyum kecut.

"Padahal hari ini seharusnya aku bisa mendapatkan pasangan sesuai arahan Eros. Tapi sepertinya lagi-lagi aku akan--" suara Androme mengering di udara saat kedua matanya membulat menangkap sosok cantik dengan rambut pendek sebahu sedang berjalan malu-malu ke arahnya.

Mata Androme mengerjap beberapa kali, dia bahkan menguceknya seolah tidak percaya. Androme melayangkan pandangan memastikan ada orang lain di dekat sana yang mungkin sedang dituju oleh cewek itu. Dia semakin belingsatan saat si cantik bertubuh tinggi, yang nyaris sejajar dengan Androme itu berdiri tepat di hadapannya.

Kepalanya yang tertunduk sedikit, sesekali melihat ke arah Androme. Gadis itu memberikan kotak kue kecil, kotak kue dengan logo toko mamanya. Malu-malu gadis itu berkata, "I--ini untuk Kak Andro."

Empunya nama mati kutu, ini adalah pertama kalinya Androme diberikan sesuatu oleh seorang cewek, apalagi di hari Valentine. Rasanya sungguh seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

"Kamu sedang tidak menjalankan hukuman karena kalah taruhan dengan temanmu kan?"

Wajah cantik itu terlihat syok, dia bahkan menggigit bibirnya dan menahan diri untuk tidak melayangkan tamparan kepada seniornya itu. Melihat perubahan ekspresi pada wajah Zeya, cepat-cepat Androme meminta maaf dan menerima kue pemberian cewek itu, dia takut kalau cewek itu kabur karena malu sekaligus marah kepadanya.

Androme menepuk pelan pucuk kepala Zeya, gadis yang terkenal tomboi dan dicap sebagai gadis barbar di sekolah itu, justru adalah cewek yang berhasil membuat Androme dipanah asmara.

"Kamu cantik, Zeyana Anastasia." Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Androme.

Wajah putih Zeya bersemu merah muda. Gadis barbar itu terlihat sangat manis dan menggemaskan di mata Androme, selalu. Menurutnya justru Zeya adalah cewek yang unik dan harus dilindungi. Cewek dengan sikap sok kuat dan terkesan tangguh di mata orang lain, nyatanya nyaris ambruk dan meraung-raung saat seekor kecoa tiba-tiba hinggap di bajunya. Androme terkekeh geli mengingat kejadian itu, perjumpaan pertama dengan Zeya.

Letusan kembang api membuat keduanya terpesona melihat ke arah langit. "Cantiknya ...!" seru Zeya dengan mata penuh binar menatap kerlip kembang api.

"Iya, sangat cantik ...," puji Androme lekat ke arah wajah Zeya.

Sadar diperhatikan dalam oleh Androme, segera Zeya mengalihkan topik dan meminta cowok itu untuk makan kue bersama. Androme sempat tak berkedip melihat kue muffin cokelat di tangan mereka, tiba-tiba dia melihat sosok Eros melayang di dekat Zeya. Sosok mungil itu tersenyum lebar.

"Terima kasih karena kamu datang tepat waktu, Zeya."

"Hm ...?" Mulut gadis itu masih penuh dengan kue muffin, meninggalkan jejak remahan muffin di ujung bibirnya.

"Mau pacaran denganku, Zeyana Anastasia?"

Cewek itu terbatuk-batuk, Androme menepuk pundak dan meminta maaf sudah membuat Zeya tersedak, memberikannya minum. "Kamu mau?" Sekali lagi Androme meminta dengan harap.

Zeya membuat anggukan kecil, menyetujui permintaan Androme menjadi pacar cowok itu.

"Terima kasih, Zeya," ucap Androme tulus, kedua tangannya merangkum wajah cantik Zeya, membuat jarak terkikis diantaranya. Mata Zeya terpejam, sebuah sentuhan lembut mendarat di ujung bibirnya. Bukan kecupan, tapi usapan ibujari Androme.

"Kamu itu kalau makan ternyata seperti anak kecil ya." Suara Androme berhasil membawa Zeya pada kenyataan.

Mengingat betapa sudah keluar batas pikirannya tadi, cewek itu malu sendiri. Dia menutup wajahnya. Derai tawa terdengar menggelitik di telinga Zeya.

"Zeya," panggil Androme setelah mengetahui kalau dirinya mungkin saja kelewatan karena menertawakan cewek itu.

"Tok tok tok ... Zeya ...," panggil Androme sekali lagi sambil mengetuk punggung tangan Zeya yang masih menutupi wajahnya. Cewek itu menepikan kedua tangannya.

"Terima kasih sudah datang padaku, terima kasih sudah mau menjadi pacarku," ucap Androme dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Selamat. Misimu berhasil, Androme." Suara Eros terdengar jelas di telinganya, tetapi Androme sama sekali tidak bisa melihat keberadaan makhluk mungil itu.

***END***
Ditulis oleh AlmayNadia15 & risitya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro