Our Darkness

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suara bising knalpot motor begitu terdengar jelas ditelinga gadis yang kini tengah duduk di atas motor ninja warna hitam, tangan kanannya mulai mengatur gas dengan kaki yang bersiap untuk menginjak kopling. Suara teriakan sahut menyahut memanggil nama kedua kandidat balap liar malam ini.

"Go Senja go senja!"

"Senja menang senja pasti menang!"

Senjania Adinata gadis berusia 20 tahun yang hobi begadang, balap motor, kecanduan obat tidur, perokok, urakan, tawuran dan banyak lagi jenis prestasi yang ia miliki di bidang yang tidak seharusnya bagi seorang mahasiswi fakultas psikologi itu.

Senja, panggilan akrab yang melekat padanya. Dia gadis berambut panjang dengan binar mata hitam legam. Penampilannya jelas tidak feminim, terkesan tomboy, tapi jangan ragukan bakatnya dalam menaklukkan pria brengsek di luar sana.

"Angkasa senja main tuh! Pacar lo emang gila man!" celetuk Raka teman satu fakultas Senja dan Angkasa.

Siapa yang tidak mengenal Angkasa, pria dengan setuja ketampanannya, pintar walau urakan. Tapi siapa yang menyangka jika Angkasa berasal dari panti asuhan dan dibesarkan oleh keluarga angkatnya. Angkasa jelas tidak mengenal siapa orang tua kandungnya, tapi lihat. Dia masih bisa berprestasi dan berhasil memikat hati Senja yang merupakan anak dari pengusaha terkenal di kota ini.

"Lo gak khawatir gitu si Senja kalah? Secara lawan dia kan si Langit. Musuh kita man!" sambung Raka.

Angkasa balas mengangkat bahunya acuh, "Gak mungkin Senja kalah. Urusan balap liar jelas dia lebih jago dari gue," balas Angkasa.

Malam ini di bulan Januari, kedua musuh bebuyutan itu tengah balapan di jalanan yang sepi, jalanan di jam 00.00, waktu dimana polisi biasanya datang, merajia beberapa anak jalanan atau muda-mudi yang tengah balapan liar dan sialnya hal itu terjadi.

Satu jam kemudian suara sirine polisi membuat kegaduhan yang tadinya penuh senyum bahagia berubah menjadi kegaduhan layaknya pembagian sembako. Beberapa motor yang terparkir beserta pengendaranya bergegas pergi ke sembarang arah. Asalkan selamat tidak digiring ke penjara.

Senja dan Langit masih beradu di lintasan jalan hitam itu. Namun sayang, Senja justru terjatuh saat menyadari mobil polisi yang terparkir di garis finish, membuat dia digelandang ke kantor polisi beserta motornya. Langit yang melihat hal itu bergegas menghubungi beberapa rekan kerja ayahnya di kepolisian.

"Bebaskan dia!" ucap Langit saat sambungan telepon itu diangkat oleh salah satu petugas yang kini tengah melakukan tugas malamnya di kantor polisi.

"Siapa?"

"Senja! Bayaran aman!" tuntas Langit.

Langit Paradinata, pria berusia 22 tahun dengan segudang kenakalannya. Pengangguran, anak polisi, tapi bertingkah layaknya berandalan. Langit berasal dari keluarga broken home sama seperti Senja. Saat pertama kali menatap wajah Senja bayanganan akan sosok mending ibu kandung Langit tercermin. Senja memiliki itu dan hal itu jelas membuat Langit terpesona. Namun sayang cinta ini tumbuh di waktu yang tidak tepat. Senja jelas pacar musuhnya, tapi sebelum janur kuning melengkung Langit masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Senja. Perjuangannya berawal dari sini. Perjuangan cinta dengan merebut Senja dari tangan Angkasa.

"Shit! Kenapa gue kepikiran tuh cowok? Lagian kenapa dia nolongin gue! Ahh kampret! Sadar Senja, lo milik orang lain!" gerutu Senja setelah beberapa jam menghirup udara bebas dengan jaminan dari Langit. Sipir penjara yang memberi tahu Senja akan hal itu. Dan parahnya Angkasa justru lari dari tanggung jawab.

"Pacar gak berguna! Mending gue putus aja deh!" sambung Senja.

Gadis itu bergegas mengetikan pesan di layar benda pipih miliknya dan menghapus juga memblokir nomor Angkasa dari kontak yang tersimpan. Kali ini giliran mencari mangsa baru.

"Kayaknya si Langit menarik juga! Bisa gue manfaatin, kayaknya hidup dia gak jauh dari hidup gue juga! Asik lah! Bisa semakin lebar sayap gue di dunia nakal!" ucap Senja senang mendapatkan teman baru, calon korban baru yang bisa jadi pasangan serasi di dunia yang penuh dengan kegelapan ini.

Dunia nakal yang diisi anak-anak kurang kasih sayang atau justru korban kasih sayang berlebihan kedua orang tuanya. Dunia yang penuh dengan kejujuran dan kesakitan mental, fisik dan batin.

Obat-obatan terlarang, minuman keras dan tawuran tentu bukan hal aneh di dunia ini. Kadang bahkan ada yang lebih tidak waras! Sexs bebas! Tapi jelas itu bukan Senja dan Langit.

***

Hampir genap sebulan sejak Senja terjaring razia. Kalau bukan karena sosok Langit yang turun tangan, sudah dipastikan dia akan mendekam di balik jeruji besi. Kendati demikian, hampir masuk penjara sekali tak lantas membuat Senja berhenti. Balap liar sudah mendarah daging dalam dirinya. Apalagi sejak mengikrarkan diri untuk mendekati Langit, Senja makin getol ikut-ikutan anak-anak geng-nya. Dia juga sibuk mencari info sana-sini tentang Langit dan kerap hadir kalau cowok tinggi itu ada balapan.

Usut demi usut, katanya Langit juga menyukai Senja. Namun, entah kenapa, Langit belum mengajaknya kencan hingga saat ini.

Mungkin ada hubungannya sama Angkasa yang gamon.

Senja membatin, tatapannya fokus ke arah Langit yang duduk di atas motornya. Helm cowok itu diletakkan di atas tangki bensin, tangannya yang dibalut sarung tangan kulit hitam mengusap permukaan bundar helm sambil menertawai lelucon yang dibuat sahabat dekatnya. Langit memutar kepala ke samping kanan, tatapannya dengan Senja bertemu dan cowok itu tersenyum manis sebelum kemudian memasang helm.

Senja masih tersenyum meskipun tak lagi melihat wajah Langit. Walau awalnya dia hanya mendekati Langit karena koneksi laki-laki itu terhadap kantor polisi, sekarang dia merasa benar-benar jatuh cinta padanya. Pada laki-laki yang melindunginya diam-diam daripada kabur seperti pengecut. Bayangan Angkasa pada malam itu mengetuk pintu memori Senja, membuatnya mendengkus kasar.

Suara iring-iringan motor terdengar, sekelompok geng motor memarkirkan kendaraan mereka. Salah satu motor maju ke garis awal, tepat di sebelah motor milik Langit. Motor merah yang baru tiba itu terasa tak asing bagi Senja, tentu saja, dia pernah beberapa kali mengisi bangku penumpang di belakangnya.

Motor Angkasa.

Bersanding di sebelah Angkasa, motor milik Langit meraung. Laki-laki itu menaikkan kaca helm dan menatap lawan balapannya tajam.

Sorak-sorai penonton membahana, memecah kesunyian malam ibukota berhiaskan lampu jalanan. Senja mengernyit, orang-orang tampak bersemangat dan sudah mengetahui siapa yang akan bertanding. Namun, dia baru tahu kalau lawan Langit adalah mantannya, si Angkasa. Seseorang menyikut lengan Senja pelan, membuatnya menoleh.

"Itu si Langit ditantangin sama Angkasa," kata laki-laki setinggi bahu Senja yang barusan menyikutnya. "Katanya, siapa yang menang berhak dapetin lo."

Senja mendelik. "Buset! Gue bukan barang kali."

Laki-laki bernama Anton itu mengedikkan bahu. "Yah, mana gue tahulah. Itu urusan mereka sama lo. Intinya, sih, ini masalah harga diri. Kalau kalah, enggak berhak dapeti lo yang dijulukin 'Ratu Jalanan'."

Mendengar julukan itu membuat senyum kecil terukir di bibir mungil Senja. Dia melipat tangan depan dada, menatap lurus wanita berpakaian minim yang mengangkat sapu tangan putih sembari memberi aba-aba.

Dua pengendara motor yang akan bertanding, masing-masing menarik gas. Mesin mereka berseru pelan dan halus. Suara tepuk tangan membahana saat perempuan di depan sepasang motor menjatuhkan sapu tangannya dan bunyi melengking mesin motor merobek angin.

Balapan itu nyaris berakhir setelah setengah jam memutari rute yang telah ditentukan, motor merah mengebut berusaha menyaingi lawannya yang berwarna biru gelap di depan. Sesekali Langit dan Angkasa menggerakkan setang motor ke kiri dan kanan, menghalangi lawannya untuk mempertipis jarak. Garis akhir kurang dari 20 meter lagi, dengan kecepatan sama keduanya masih melaju.

Senja menonton di pinggir garis finish sambil tersenyum, menanti pemenang yang akan mendapatkan takhta sebagai kekasih Ratu Jalanan. Baik Langit maupun Angkasa sama-sama tancap gas, tak mau mengalah.

Dan, kecelakaan itu pun terjadi.

Entah disengaja atau tidak, motor merah Angkasa menabrak sisi kiri motor Langit, keduanya terpelanting menghantam trotoar dan pohon besar. Suara bantingan dan benturan keras melenyapkan bunyi teriakan dukungan bercampur tepuk tangan, selama beberapa menit hanya kesunyian yang mengisi adegan secepat kilat tak terduga itu. Lalu, Senja berteriak histeris memanggil nama Langit dan puluhan orang langsung berlari menghampiri kedua kawan mereka.

***

"Makasih udah mau nemenin gue, Ja."

"Enggak usah formal gitu, Lang. Lo juga udah bantuin gue waktu itu."

Langit tersenyum kecil, wajahnya teramat sakit dengan perban yang melingkari kepala. Beruntung dia mengenakan helm pada saat kecelakaan, sehingga ketika kepala mengenai pembatas jalan, dia tidak lantas kehilangan nyawa. Walaupun begitu, kerasnya benturan tak ayal membuat kepala mengalami cedera. Ditambah pecahan kaca menoreh luka di sana-sini.

"Kamu enggak mau jengukin Angkasa?"

Pada malam kejadian, Senja langsung menelpon rumah sakit dan kedua kenalannya ini dibawa dan dirawat di RS yang sama. Meskipun begitu, Senja tak ambil pusing mengenai keadaan Angkasa. Perkara karena dia menduga bahwa Angkasa sengaja menabrakkan motornya agar Langit tak menang atau karena dia tak mau dianggap memberi harapan, kedua-duanya bisa saja.

Gadis itu mengembuskan napas, lantas menggeleng perlahan. "Gue nemenin lo aja. Btw, sejak kapan kita sedeket itu sampai manggilnya aku-kamu?" Senja balik bertanya, alis kirinya terangkat dengan gaya menggoda.

Langit meringis perih saat ia mencoba tertawa. "Enggak boleh, ya? Sorry. Gue emang mau deket sama lo, kok. Dari dulu malah, dari sebelum lo jadian sama Angkasa," akunya.

Senja bergumam panjang, mata terpejam sambil mengangguk-angguk. "Ya, udah. Boleh, deh. Asalkan lo sembuh dulu. Makam yang bener, obatnya juga diminum. Dengerin apa kata Mama kamu, pensiun ajalah dari jalanan."

"Masa calon rajanya Ratu Jalanan malah pensiun?" Langit mencebik. "Cupu banget."

"Heh! Emangnya kamu mau kecelakaan lagi, hah? Enggak bisa dikasihtahu, nih."

Langit cengengesan. "Ciye, manggilnya kamu. Oke, deh. Kalau aku pensiun, kamu juga, ya. Temenin aku. Enggak perlu jadi Ratu Jalanan lagi, kamu jadi Ratuku aja. Mau?"

"Sembuh dulu!" Senja tertawa sambil menutup mulut. Berusaha menyembunyikan rona merah jambu yang menghiasi pipi. "Kalau enggak sembuh, enggak usah minta apa-apa."

"Siap, Ratu!"

Langit dirawat selama dua pekan penuh, Senja datang menemuinya beberapa kali dalam seminggu sambil pelan-pelan menepi dari kelamnya dunia jalanan demi menepati janji untuk Langit. Dia tak mampu jika harus kembali melihat laki-laki itu kembali berdarah-darah, apalagi demi memenangkan hatinya dan membuktikan diri.

"Senja, mau jadi Ratuku, kan?"

***END***
Ditulis oleh wiwinwin0411 & Zaskia_putri

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro