SATURNALIAKU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maukah kau pergi ke Saturnalia bersamaku?

'Kan kukelilingi gundukan api ini sebanyak yang kau mau

'Kan kubawa apel emas favoritmu

Hingga dapat kupanggil dirimu Saturnaliaku

***

"Dua pertanyaan." Ucap Rebal Grisali, kepada sahabat karibnya Charlotte 'Charlie' Garraway yang tengah ketar-ketir. "Pertama, kenapa aku di sini?"

Keringat membuat rambut pirang asimetris Charlie melengket tak menyenangkan di dahi. "Karena Lord Gilepsie tak akan mau ikut berburu kalau tidak ada juru rawat siap sedia."

"Kau tahu aku tidak punya gelar medis, kan?" Sambungnya segera. "Dan itu retorik, jadi tidak terhitung."

"Ya! Tapi kau itu Forester—penjaga hutan—tiada yang lebih tahu seluk-beluk penanganan medis darurat dalam cengkeraman belantara rimba selain dirimu!"

"Jangan menjilat."

"Maaf."

Menghela napas frustrasi, pemuda itu akhirnya mengganti topik dengan menunjuk alas kaki mengilap bertumit tinggi milik sahabatnya. "Kedua, sepatu itu? Serius?"

Charlie Garraway menerima pertanyaan tersebut kelewat personal rupanya, suaranya berubah nyaring. "Memangnya? Itu favoritku! Kau pernah bilang sepatu ini sangat cocok untukku."

Rebal sangat ingin menjitak dahinya sendiri. "Di pesta, Charlie. Insiden apa yang kau inginkan memakai sepatu pesta di hutan? Itu cedera menunggu untuk terjadi."

"Aku akan berhati-hati."

Detik ini Rebal tahu kesuksesannya menjaga keselamatan kedua kaki jenjang Charlie sama saja dengan menyuruh tembok belajar berenang, jadi ia kaitkan ransel peralatan kemah di punggung, kemudian mulai berjalan. "Di mana tempat pertemuannya?"

Antusiasme Charlie nyaris menulikan telinga. "Jadi kau setuju ikut?"

"Apa aku punya pilihan?"

"Tentu saja tidak." Charlie tertawa tanpa rasa bersalah. "Lagi pula." Lengannya yang panjang melingkari bahu Rebal, memandu jalan sembari berbisik penuh konspirasi. "Lady Fleur ikut pergi juga, jadi kau ada kesempatan mengajaknya ke festival Saturnalia."

Ekspresi Rebal tak berubah, tetapi ia dapat merasakan sensasi hangat menjalar dari pipi ke pipi, melingkari wajahnya dalam rona cerah di mana—yang ia yakini—membutuhkan seluruh pertahanan diri Charlie untuk tak menggodanya seketika itu juga. Ia bahkan dapat merasakan bahu sahabatnya tersebut bergetar. "Jangan katakan apapun."

"Oke."

"Lagi pula, aku tidak akan mengajak siapa pun tahun ini, terutama Lady Fleur." Ia seketika mengangkat tangan, memotong bakal protes yang hendak keluar dari mulut Charlie yang telah terbuka. "Dengar dulu, aku akan sibuk semalaman menjaga kios ramuan, tidak ada waktu mengajak pasangan Saturnaliaku berkeliling festival dan berdansa mengelilingi api unggun. Tidak adil untuk mereka, menurutku."

Saturnalia adalah festival panen raya yang diadakan sekali dalam setahun. Di kampung halamannya, Violces, muda-mudi telah ramai berminggu-minggu sebelumnya mencari pasangan Saturnalia mereka yang akan diajak berdansa bersama mengitari api unggun besar di alun-alun desa. Kebiasaan tersebut tercipta bertahun-tahun lamanya berkat keromantisan sebuah syair kuno berjudul "Saturnaliaku" yang dipopulerkan kembali oleh musisi jalanan.

Rebal pikir itu hanyalah adat di Violces, tetapi betapa terkejutnya ia mendapati Garthram, kota besar nan modern, rupanya juga memiliki seremoni yang serupa walau tiada dari penduduk kota tersebut bahkan mengetahui satu pun larik "Saturnaliaku".

"... aku tak keberatan."

"Huh?"

Charlie mengibaskan tangan, memasang gelagat tak peduli yang Rebal yakin jelas sekali imitasi. "M-maksudku, kalau kau mengajakku—kalau, oke, aku berhipotesis di sini—aku tidak masalah semalaman penuh hanya menemanimu menjaga kios. Hanya kalau."

Rebal menggeleng. "Tetap saja tidak adil buatmu, aku tidak akan sampai hati. Omong-omong, bagaimana pasangan Saturnaliamu sendiri?"

Charlie mengangkat bahu. "Oh, begitulah. Tidak ada yang istimewa."

Rebal mengernyit. Ini terasa tidak benar.

Dari yang ia ketahui, sejak tiga minggu yang lalu Charlie telah diajak oleh lima orang berbeda—lima pemuda rupawan semiaristokrat yang tentu saja tidak 'tidak istimewa'—tetapi tak pernah yakin siapa yang gadis itu pilih. Sahabatnya tersebut selalu terbuka padanya (terkadang hingga menjurus menjengkelkan, bahkan), jadi aneh sekali tak mendengar satu saja cerocos Charlie perihal topik tersebut. Rebal sendiri segan bertanya karena ia pikir—meski telah berteman dan memaki satu sama lain sejak kanak-kanak—itu sama sekali bukan urusannya.

Jadi ia menutup mulut, mengusir pembahasan Saturnalia sementara dua pasang langkah kaki mereka berderap memasuki hutan.

***

Ketika jeritan familier menghantam telinganya, Rebal serta merta menghentikan apa pun yang ia lakukan demi melesat menuju sumber suara. Gerak-gerik tersebut serupa refleks hingga ia baru menyadari telah berlari mendobrak semak belukar ketika telah sampai di tempat tujuan; Charlie Garraway yang terkapar.

"Apa yang terjadi?" Lord Gilepsie berikut rombongan lain mengikut, senapan yang mereka bawa teracung mencari siapa pun yang dapat dibidik.

Sang gadis terisak. "Aku teledor, m-maaf ...."

Rebal yang telah berlutut memeriksa keadaan Charlie mendapati telapak kaki kiri sahabatnya kini tertekuk ke arah yang salah. Sesungguhnya, pemuda itu sangat ingin marah-marah, tetapi semua emosinya menguap seketika mendapati betapa bahu Charlie berguncang oleh tremor.

Charlie Garraway adalah gadis yang tegar, pasti lebih menyakitkan baginya terekspos tak berdaya seperti ini daripada dihantam cedera.

Rebal mengeluarkan seberkas daun bersisik dari tas ikat pinggangnya kepada Lord Gilepsie dan ranger sewaannya. "Tuan-tuan, ini urgen, bisakah kaliah mencari dedaunan dengan wujud dan aroma serupa ini? Lady Garraway butuh pertolongan. Dan air bersih, tolong."

Mentha piperita tak tumbuh di hutan ini dan pinggiran sungai kira-kira masih berjarak tiga mil lagi, tetapi Rebal tak peduli. Yang ia inginkan kini hanya agar orang-orang pergi dan meninggalkan Charlie sendiri. Beruntungnya, Lord Gilepsie mengarahkan rombongannya tanpa protes, beliau memberi Charlie pandangan simpati sebelum ikut berderap pergi.

Hanya berdua sekarang, Rebal kembali berlutut, membenarkan haluan tapak kaki Charlie sesingkat yang ia bisa sementara sang gadis meraung tertahan. Ketika minyak dan serpihan daun telah diolesi, serta Charlie yang mulai tampak stabil, barulah Rebal meledak.

"SUDAH KUBILANG, KAN!" Ia terlampau emosi hingga telinganya berdenging. "Apa yang kau lakukan memangnya sampai-sampai cedera begini?"

Charlie meringis, tetapi dapat Rebal deteksi adanya senyuman di sana. Gadis itu menyerahkan padanya apel berwarna kuning yang tak Rebal sadari sedari tadi ia genggam. "Goldencrisp liar. Aku tak sengaja melihat pohonnya dan teringat lagu yang pernah kau beritahukan padaku, kau tahu, tentang pemuda yang merayu gadis pujaannya dengan apel emas. Kupikir kau akan suka jadi kucoba ambil, tapi ternyata aku tidak seatletik yang kuduga."

Rasa sakit membuat Charlie terus maracau, ia bahkan mulai menyenandungkan irama rendah. "'Kan kubawa apel emas favoritmu. Hingga dapat kupanggil dirimu Saturnaliaku ...."

Rebal tak pernah sedongkol dan sekagum ini pada seseorang sebelumnya. Dan jantungnya pun memikirkan hal yang sama. Tak kuasa menahan sudut bibirnya yang ingin mengemban. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan gadis itu sampai luka menjadi bayaran atas tindakannya.

Rebal ikut terduduk di samping Charlie yang masih saja menyenandungkan lagu itu sambil menjatuhkan kepalanya di bahu Rebal, sebenarnya agak berat tapi kali ini ia biarkan saja. Entah mengapa rasanya sangat damai berada di sisi Charlie seperti ini.

"Apa kau benar-benar tidak ingin pergi ke Saturnalia kali ini?"

Masih dengan posisi kepala Charlie di bahu Rebal, ia menggerakkan bahunya sedikit bahwa ia tidak tahu. Seperti yang ia katakan, ia terlalu sibuk untuk pergi ke festival tersebut.

"Kau bagaimana?"

Charlie menghela nafasnya, "kau tahu, aku masih menunggu seseorang yang mengajakku untuk ke Saturnalia. Maksudku, memang sudah ada tapi belum bisaku terima."

Alis Rebal terangkat, menyatu mendengar tuturan Charlie bahwa ia masih belum puas akan tawaran dari orang-orang untuknya. Tangan Rebal bergerak mengacak rambut Charlie yang masih tenggelam dalam bahunya.

"Kau akan mendapatkan Saturnaliamu seperti yang kau mau."

"Mungkin, aku harap kau juga ikut festivalnya."

Mereka tidak lagi bersuara, sudah tenggelam dalam pikiran masing-masing tanpa dapat disuarakan. Sudah hampir sejam lamanya, akhirnya Lord Gilepsie kembali. Rebal membangunkan Charlie dari tidurnya yang singkat.

"Darimana kau dapat Mentha piperita? Aku rasa ini tidak mudah ditemukan."

"Benar tuan, daun ini kami beli pada seorang saudagar yang kebetulan ada di sekitar sungai dan menawarkan dedaunan ini."

Rabel menggerakkan kepalanya mencoba mengerti, daun ini memang sangat mirip dengan Mentha piperita, bahkan wanginya pun sangat khas. Rabel memperhatikan kedua kaki milik Charlie yang mulai membengkak dan menyiramnya menggunakan air bersih yang telah dibawa Lord Gilepsie serta menempelkan daun bersisik di beberapa bagian atas kaki Charlie.

"Tuan Grisalil dan Lady Graway, apa kita bisa melanjutkan buruan?"

"Tentu saja lanjut!." balas Charlie menggebu-gebu walau masih setengah meringis karena kakinya terasa nyerih.

Tahu bahwa Charlie tidak akan menyerah begitu saja, Rebal mengangguk menyetujui. "Biarkan aku bersama Lady Graway untuk jaga-jaga. Daun Mentha piperita ini memang memiliki daya penyembuh lebih cepat. Tapi, aku harus memerhatikan Lady Graway agar tidak gegabah -mungkin lebih tepatnya mengasuh agar ia tidak lagi merepotkan siapapun- seperti yang tuan-tuan ketahui."

Mereka menganggukan kepala setuju, Lord Gilepsie berikut rombongan lainnya pergi melanjutkan pemburuannya. Rebal terduduk, membiarkan punggungnya rendah di hadapan Charlie yang masih kesulitan untuk berdiri. "Naiklah."

"Aku masih bisa berjalan."

"Kesempatan ini tidak akan datang dua kali kalau kau menolak."

Sudut bibir perempuan itu mengembang sampai menyipitkan matanya. Dengan gaya yang enggan, tetap saja kedua tangannya melingkar di leher Rebal dan menaiki punggungnya yang luas itu. Wangi yang menenangkan menyeruak masuk memenuhi penciumannya.

"Ini karena kau memaksa."

Rebal mendengus menyaksikan tingkah menyebalkan milik Charlie. Sebenarnya perempuan itu tidak tega harus menjadi beban untuk Rebal, belum lagi ransel besar yang ada di tangan kirinya yang harus ia bawa begitu saja.

Charlie menyadarkan kepalanya, mulai menggumamkan lirik Saturnalia sekali lagi sepanjang jalan. "Maukah kau pergi ke Saturnalia bersamaku?..."

"Charlie?"

"...Kan kubawa apel emas favoritmu..."

Lagi-lagi, Rebal mendengus sebal. "Kalau kau berisik, buruan kita akan kabur."

Charlie melepaskan lengannya pada leher pria itu. Menjejakkan kakinya yang sudah terasa ringan. Rebal yang tidak mengerti akan sikap gadis itu hanya diam.

"Maukah kau pergi ke Saturnalia bersamaku? 'Kan kukelilingi gundukan api ini sebanyak yang kau mau. 'Kan kubawa apel emas favoritmu. Hingga dapat kupanggil dirimu Saturnaliaku."

Perempuan itu dengan tiba-tiba menyodorkan apel emas yang sadari tadi ia genggam di hadapan Rebal dengan senyuman yang tidak dapat ia maknai. "A-ada apa?"

Kali ini, Charlie yang membuang nafas dengan kasar. "Kau selalu tidak mengerti, aku sedang mengajakmu menjadi Saturnaliaku."

Masih dengan ekspresi datar. "Ini tidak Lucu."

"Rebal, aku benar-benar sedang mengajakmu. Bahkan langsung dengan apel emas ini," tutur Charlie serius, entah apa yang merasuki perempuan itu untuk berani seperti ini. Rebal hanya menatap apel emas yang sedari tadi sudah disodorkan kepadanya.

"Tidak ada perempuan yang lebih dulu mengajak laki-laki dalam sejarah Saturnalia."

"Maka aku akan jadi perempuan pertama dalam sejarah."

Rebal tahu bahwa akan sia-sia berdebat dengan sahabatnya ini. Tapi, ia benar-benar tidak menyangka sikap Charlie akan senekat ini, terlebih kepadanya.

"Kau tak mau karena kau benar-benar akan mengajak Lady Fleur sebagai pasanganmu 'kan?" Charlie menurunkan tangannya yang tidak juga disambut oleh Rebal, merasa ia telah bertindak dengan salah.

"Bukan, bukan begitu. Kau tahu kan- ah sudahlah. Kau tunggu di sini." Rebal berlari, meninggalkan Charlie bersama ransel yang sudah terbaring di tanah. Perempuan itu terduduk, kecewa dan bingung dalam satu waktu. Ia berpikir, apa sekarang Rebal sedang meninggalkannya, Charlie tidak takut kalau ia harus ditinggalkan seperti ini. Hanya saja, tanpa jawaban itu agak membuatnya sedih.

"Maukah kau pergi ke Saturnalia bersamaku? 'Kan kukelilingi gundukan api ini sebanyak yang kau mau. 'Kan kubawa mawar emas favoritmu. Hingga dapat kupanggil dirimu Saturnaliaku."

Di hadapannya seorang laki-laki yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang menyodorkan sebuah bunga emas kepadanya.

"Maaf, aku tidak menemukan Goldencrisp."

"Kau becanda? Goldenrose lebih dari Goldencrisp!"

Bunga mawar berwarna emas memang sesuatu yang langkah dan sesuatu yang sangat didambakan. Rebal tidak sengaja menemukan Goldenrose ini saat mencari apel emas. Ia hanya mengira bahwa bunga itu adalah bunga biasa yang berwarna emas.

"Jadi, maukah kau pergi ke Saturnalia bersamaku, d-dan menjaga kios ramuan? "

Charlie tertawa dan mengangguk antusias secara bersamaan. Ia mengambil bunga itu dari tangan Rebal dan tertawa bersama. Perasaan hangat menyalar ke seluruh hati mereka dengan geli.

***

Ini adalah harinya, festival Saturnalia akan diadakan nanti malam. Charlie dengan gaun putih dan ornamen emas telah melekat di tubuhnya. Tidak lupa dengan sepatu favoritnya dan rambutnya ditata sedemikian rupa membuatnya tampak mempesona.

Ia keluar rumah dengan bahagia, menyapa orang-orang yang sangat ramai menuju alun-alun desa. Api unggun besar telah dinyalakan, bersorak-sorai muda-mudi menyuarakan lagu Saturnalia bersama pasangan mereka, kecuali Charlie. Ia sibuk mencoba mencari Rebal dikeramaian, tapi nihil. Terpaksa ia pergi ke kios ramuan yang tidak terlalu jauh dari alun-alun, namun yang ada di sana bukanlah Rebal. Pemilik tokoh tidak tahu keberadaannya dan hanya memberikan selembar kertas.

Maaf, aku harus pergi. Mari pergi ke Saturnalia bersamaku tahun depan.

Hanya itu isi suratnya, Charlie benar-benar menunggu Rebal kembali hingga sekarang ia telah melewati Saturnalia ketiganya. Ia sangat mengutuk dirinya kalau saja- kalau saja ia tidak pernah meminta Rebal untuk menjadi pasangannya, mungkin dia masih tetap di sini. 

***END***
Ditulis oleh singulari_tas & ohnurfaa_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro