Starry Love

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua orang penjaga membungkuk saat pintu masuk Ballroom yang megah terbuka perlahan. Seorang wanita muda jelita dengan gaun ungu elegan memasuki ruangan. Tubuhnya ramping dan tinggi semampai. Bayangan dari balik gaun seolah memperlihatkan kakinya yang panjang dan mulus tanpa cacat.

Tulang selangkanya melekuk ke luar dengan indah. Seolah menampilkan keanggunan pesona tubuh sang Tuan Putri yang dikagumi. Ia berjalan pelan dengan langkah kecil yang menawan. Matanya fokus ke depan, namun sesekali melirik kepada para pria yang terpesona pada kecantikan Sang Tuan Putri tak membalas senyum mereka.

Tepat di ujung langkahnya, seorang pria tinggi mendekat. Rambut pirangnya disisir rapi ke atas, membuat wajahnya tampak bersih dan rapi. Pakaian berlapis emas membalut tubuhnya. Sebuah pedang tipis terlampir di pinggang sang pria tampan itu. Seolah menunjukkan statusnya kepada semua orang.

Ia lantas sedikit membungkuk sembari mengulurkan tangannya yang indah kepada sang putri.

"Bersediakah Anda berdansa dengan daku, wahai Putri Stella?"

Sang putri yang merasa tersanjung, perlahan mengulurkan tangannya pula untuk menerima tawaran pria tersebut.

"Suatu kehormatan bagi saya, Pangeran Hermes dari Kekaisaran. Anda telah berjasa besar dalam membantu kerajaan kami. Saya tidak memiliki hak untuk menolak ajakan Anda."

Pria yang bergelar Pangeran Hermes itu segera mencium lembut punggung tangan sang Putri Stella. Lantas, ia bangkit dari posisi bungkuknya dan menyejajarkan diri dengan jarak dekat.

Mata keduanya saling bertatapan. Seperti halnya hamparan laut yang bertemu dengan indahnya biru langit.

Pangeran Hermes berujar, "Anda boleh menolak bila tidak menginginkannya. Hubungan politik tidak seharusnya membuat Anda serta-merta menerima tawaran daku."

Keduanya mulai berjalan beriringan, sementara alunan piano dan biola mulai dimainkan. Sang Putri dan Pangeran sekali lagi saling berhadapan. Keduanya saling menatap. Begitu melodi memasuki fase awal, keduanya saling menyambut tangan masing-masing dan mulai melangkah dalam gerakan ringan.

Seketika mata seluruh tamu tertuju pada mereka. Tidak ada yang lebih dari pada melihat gerakan dansa yang memesona hasil duet sang putri dari Kerajaan Timur dengan pangeran dari Kekaisaran. Keduanya adalah cerminan sejati dari bangsawan dan mewakili kasta sosial tertinggi. Tiap-tiap langkah mereka beriringan dengan melodi lagu yang lembut, indah, nan menenangkan.

Tensi musik mulai meningkat, begitu pula gerakan pasangan serasi itu yang ikut beriringan. Gerakan-gerakan indah mereka membentuk satu-kesatuan dansa yang bahkan lebih menawan dari pada bintang-bintang di langit. Membuat hati semua orang, baik pria, wanita, anak-anak, hingga orang tua dipenuhi bintang-bintang cinta yang menggelora.

Setelah musik perlahan berhenti, semua orang bertepuk tangan ria hingga suaranya menggema berkali-kali dalam Ballroom yang mengah. Putri Stella menatap mata biru gelap milik Pangeran Hermes.

"Mengenai pertanyaan Anda tadi, Pangeran, saya menerima dansa ini karena tertarik dengan Anda. Terutama Anda adalah pribadi yang tampan dan mahir dalam berdansa. Saya sudah lama tidak merasakan dansa yang semegah ini."

Pangeran Hermes hanya tersenyum kecil sambil menggenggam tangan Putri Stella yang kulitnya selembut sutra. Ia mengangkat tangan itu dan menciumnya sekali lagi.

"Daku berharap seluruh peperangan ini segera berakhir dan kita bisa mengucap janji suci di depan hadapan semua rakyat kita."

Sang Putri tersenyum simpul. Begitu Pangeran Hermes berbalik hadap, ia langsung menatap lantai. Terbesit sedikit kesedihan di sana. Namun tidak satu pun yang menyadari karena masih terbawa oleh pesona keindahan dansa sebelumnya.

Putri Stella melirik pada sosok ayahnya yang sedang berbincang dengan delegasi dan pimpinan negara-negara lain dari Benua Timur. Tak lama kemudian, sosok Pangeran Hermes ikut bergabung dalam pembicaraan. .

Namun, perhatian sang putri bukan pada Pangeran Hermes atau bangsawan lain pula yang menawan. Ia justru memerhatikan sosok pria di sebelah ayahnya yang tangannya selalu sedia pada pangkal pedang setiap saat. Sang ajudan pribadi Raja, seorang ahli pedang dari kaum bawah, miskin, dan hina.

Alfred Senz. Putri Stella tak berhenti memandang wajahnya yang terus memesona layaknya cahaya purnama. Seseorang yang tak akan pernah ia gapai selamanya. Hanya bisa dikagumi dan dipandang dari kejauhan

Acara berakhir beberapa jam setelahnya, dilanjutkan dengan pertemuan formal antara delegasi negara-negara Benua Timur untuk membahas gencatan senjata dan usaha penyerangan yang dilakukan benua barat. Situasi yang semakin memanas ini dapat memicu perang dunia berskala besar apabila tidak ditangani dengan serius. Untuk itulah pertemuan besar itu diadakan.

"Anda terlihat menikmati dansa bersama Pangeran Hermes tadi, Yang Mulia Putri Stella."

Stella tetap melangkah tanpa memedulikan ucapan itu. Di antara cahaya bulan yang menembus lorong-lorong megah istana, mereka berjalan dalam senyap. Hanya ditemani suara burung hantu di malam hari.

Tiba-tiba Putri Stella berhenti melangkah, membuat pria yang sejak tadi mengawalnya ikut melakukan hal serupa. Stella berjalan anggun menuju jendela besar. Ia mendongak, menatapi bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya di langit malam.

"Alfred sang Ahli Pedang," panggilnya.

Orang yang dipanggil—yang berdiri tepat di belakangnya segera menyahut. "Saya, Yang Mulia."

"Bawa aku ke atas kastel. Aku ingin menggapai bintang-bintang itu."

"Tetapi Yang Mulia Raja memerintahkan saya untuk mengawal Anda sampai kamar, Yang Mulia Putri, bukan menuju atap."

"Ini perintahku!" bentak Stella. "Apa kamu ingat, Alfred siapa orang yang membawamu ke istana ini? Sejak awal kamu adalah pengawalku, bukan?"

Alfred yang mendengar Stella berkata demikian, akhirnya hanya bisa mengalah. Baginya, perintah Putri Stella jauh lebih penting dari pada perintah Raja atau bahkan nyawanya sendiri.

Beberapa saat kemudian, keduanya tiba di atas kastel. Stella segera berlarian sambil menatap kerlap-kerlip bintang yang menakjubkan di seluruh penjuru langit. Dalam sekejap, entah mengapa hatinya dipenuhi sesak. Kesedihannya membuncah, dan perasaan cintanya terus menerus membesar seperti purnama yang bersinar cerah di atas kepalanya saat ini.

Sang Putri berbalik. Menatap wajah Alfred yang penuh heran. Sorot cahaya purnama membuatnya seolah seperti pemeran utama dalam sebuah opera. Menawan, indah, menakjubkan.

"Alfred sang Ahli Pedang. Aku telah membuat kesalahan besar. Aku tidak ingin menikah dengan Pangeran Hermes atau bangsawan lainnya. Aku tidak ingin mencampur kehidupan pribadiku dengan kehidupan politik kerajaan ini. Namun, aku tidak bisa lari. Ini adalah takdirku dan aku harus menerimanya entah suka atau pun tidak.

"Karena itulah, di malam yang indah ini, tepat sebelum semuanya dimulai atau pun berakhir. Entah itu perang, kehancuran, kemakmuran, atau bahkan nyawaku yang menghilang, aku akan mengungkapkannya."

Stella menarik napas dalam-dalam.

Denting

"Aku mencintaimu, Alfred. Sejak awal kita bertemu sampai sekarang."

Seketika sekelebat deru angin menyambar. Mengibarkan gaun dan rambut pirang milik Stella. Sekaligus menjadi saksi bisu pengakuan paling bersejarah tersebut.

Manik mata putri Stella menatap ekspresi terkejut yang ditutup-tutupi dari Alfred, sang putri tahu bahwa pria di hadapannya begitu terkejut mendengar penuturan darinya.

"Sepertinya Anda terlalu lelah hingga berkata demikian, Yang Mulia. Mari saya antarkan Anda kembali ke kamar."

Raut kecewa terlihat jelas dari wajah putri Stella, manik matanya menatap wajah sang pengawal dengan tatapan sendu. Angin bertiup membelai kulit, rambut dan pakaian sang putri.

"Alfred," panggil sang putri dengan suara merdunya, membuat Alfred bersiap dengan posisinya. "Bisakah kau menatapku?"

"Saya tidak pantas, Yang Mulia."

Perintah dari sang putri tidak lantas diturutinya karena itu termasuk sebuah pelanggaran di kerajaan, hal itu juga yang membuat sang putri menangkup wajah Alfred dan memaksanya untuk menatapnya.

Tatapan mereka bertemu, menimbulkan getaran aneh pada tubuh keduanya. Sontak Alfred langsung menjauhkan wajahnya dari tangan sang putri membuat tangan Putri Stella menangkup angin. Ini mengecewakan.

"Udara sudah semakin dingin, Yang Mulia. Sebaiknya Anda kembali ke kamar, mari saya antarkan."

Entah apa yang merasuki jiwa putri Stella hingga sekarang suasana hatinya mendadak melankolis, sedih, sesak, perih dan sakit menjadi satu. Bulir-bulir air jatuh dari pelupuk matanya, mendarat tepat di pipi mulus sang putri.

"Yang Mulia–"

"Sebaiknya Anda melupakan perasaan Anda untuk saya, Yang Mulia. Pangeran Hermes jauh lebih pantas untuk dijadikan pendamping hidup daripada saya," katanya yang sekali lagi membuat luka di hati sang putri semakin perih, bak luka yang ditaburi garam. Sangat sakit.

Tatapannya berubah datar, air mata itu menggenang di pelupuk matanya. Ia melirik sang pengawal dan berujar, "bisakah kau meminta maaf kepadaku karena ucapanmu tadi?"

"Ampuni saya, Yang Mulia. Ucapan saya tidak salah, sebaiknya Anda segera kembali ke kamar sebelum Yang Mulia Raja menemukan Anda di sini."

Putri Stella yang mendengar hal itu pun tersenyum tipis, senyuman yang ia khususkan untuk pria yang dicintainya. Begitu menyedihkan bukan kehidupannya? Bahkan, untuk bersama dengan orang yang dicintai harus mengorbankan nyawa.

"Apa kau mencintaiku?"

Jantung Alfred bergetar hebat mendengar pertanyaan yang tidak ingin ia dengar, apalagi ia jawab. Sejujurnya, ia tidak yakin dengan apa perasaan yang bersarang dalam hatinya.

"Kau mencintaiku bukan?"

Lagi dan lagi, sang putri mencecarnya dengan pertanyaan yang sama membuat Alfred bertambah gelisah. Suara burung malam dan dahan yang tertiup angin semakin membuat pria itu bertambah gugup.

"Saya tidak berani, Yang Mulia."

"Jawab atau aku laporkan kau pada ayahku, tentang bagaimana cara kamu menatapku, bagaimana cara kamu menyelinap masuk ke dalam kamar pribadiku dan bagaimana caranya kamu diam-diam mengusap pipiku. Kau tahu apa yang akan terjadi jika aku mengatakan hal itu pada ayahku, bukan?"

Alfred berlutut, di hadapannya memohon ampunan. Putri Stella ikut menyejajarkan dirinya dan menatap wajah pria yang begitu dikaguminya.

"Sekali lagi, jawab pertanyaanku dengan jujur. Apa kau mencintaiku?"

Putri Stella melirik tangan Alfred yang bertumpu pada lutut, tangan itu memerah karena terlalu keras meremas lutut. "Aku hanya menginginkan kejujuranmu, Alfred."

Tangan yang selembut kapas menuntun agar Alfred berdiri, perlahan tapi pasti mereka kembali berdiri dengan tegak. Angin menerpa rambut putri Stella, membuat wajah cantik itu semakin bersinar dengan jejak air mata yang masih menggenang.

"Ampuni saya, Yang Mulia. Saya lancang melakukan hal itu, seharusnya saya memiliki batasan agar tidak memiliki perasaan untuk Yang Mulia. Maaf karena saya mencintai Anda."

Perasaan bahagia tiba-tiba membuncah, rasa sakit kini tergantikan dengan bahagia yang tidak tandingannya. Hanya saja suasana bahagia itu tidak bertahan lama, seseorang menginterupsinya dan dia adalah sang raja.

Putri Stella terhuyung akibat dekapan Alfred yang tiba-tiba, sang putri bingung lantaran Alfred memeluknya dengan erat sedangkan ada orang-orang yang menatap mereka.

"K-kau tahu, Putri? K-kau memang ditakdirkan menjadi cinta t-terakhirku," kata Alfred dengan terbata-bata, membuat Putri Stella sadar bahwa ada yang tidak beres dengan Alfred. Ia merasa tangannya basah oleh sesuatu, ia melihat punggung Alfred yang tertancap sebuah anak panah. Darah mengucur deras membuat Putri Stella membulatkan matanya, bagaimana ini?

"Lepaskan putriku, Alfred! Kau harus dihukum mati karena melanggar peraturan kerajaan!"

Teriakan itu membuat Putri Stella semakin histeris, ia mencegah agar sang pengawal tidak memejamkan matanya. "Kumohon, bertahanlah untukku," bisiknya.

"Alfred lepaskan putriku!"

"Ayah!"

Semua orang langsung siaga begitu sebuah anak panah melesat menancap di sebuah pot tanaman yang ada di sana, sang raja yang tadinya begitu marah langsung luluh dan menyuruh mereka menolong sang pengawal. Sang putri diamankan dari seseorang yang tiba-tiba menyerangnya, Alfred akan segera diobati dan Putri Stella berharap agar pria yang ia cintai bertahan.

Sejak malam di mana sebuah anak panah melukai tubuh sang pujaan hati, juga malam di mana ia mengetahui bahwa pelakunya adalah orang yang tidak mereka duga sebelumnya. Sang Putri sangat bahagia lantaran ayahnya mengizinkannya bersama dengan orang yang ia cintai. Karena selain Alfred yang sudah menyelamatkan nyawanya, pernikahan politik yang sudah disiapkan pun batal karena pangeran Hermes melanggar hukum.

Ya, Pangeran Hermes berusaha untuk membunuh Putri Stella karena mengetahui bahwa calon istrinya mencintai laki-laki lain. Sebuah tindakan yang tidak bisa dimaafkan, untuk itu ayahnya tidak mengizinkan Sang Putri menikah dengan pembunuh.

Kebahagiaan belum sempurna lantaran ia harus menunggu sampai pujaan hatinya terbangun dari tidur lelapnya. Ya, Alfred mengalami koma sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Ia berharap semoga harapannya selama ini tidak sia-sia.

"Kau harus bangun secepatnya, Alfred. Ini perintah," pintanya di hadapan Alfred yang masih memejamkan matanya, mengusap pipi pucat pria itu dan mengecup keningnya. Ini adalah kegiatannya yang wajib ia lakukan sebelum memulai harinya, mengunjungi pujaan hatinya dengan harapan dia bisa kembali membuka mata dan membuat bintang di hatinya bersinar kembali.

***END***
Ditulis oleh Dhikayo & venavee_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro