Gadis Buah Apel

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pangeran Kenzo hilang, Yang Mulia Ratu."

Wanita berjubah berwarna kuning emas lengkap dengan mahkota di kepala itu sekonyong-konyong berdiri dari singgasananya.

"Apa? Hilang?" Dia menggeram penuh amarah. Gemeretuk giginya terdengar samar. Seharusnya dia memang tak mengizinkan Kenzo berkeliaran di hutan. Lalu apa sekarang? Putranya hilang?

"Kenapa bisa hilang? Bukankah kalian pergi bersama rombongan?"

Aleenski menunduk sejenak, tak berani menatap mata sang ratu yang sudah pasti setajam pedang.

"Ampun, Yang Mulia, pangeran terpisah dari rombongan," jawabnya dengan suara bergetar.

Meninggalkan singgasana kerajaan Earloox, pangeran Kenzo Archevis menyusuri belantara, bermaksud untuk berburu sekaligus mengasah kemampuannya dalam memanah. Nahas, ia terpisah dari rombongan.

Ia masih tegak duduk di punggung Erasmuz, sampai si kuda putih kelelahan dan terpaksa mengambil jeda istirahat. Sepanjang perjalanan, pepohonan rindang menghampar luas, menyejukkan penglihatan. Udara segar mengalir lembut, sejenak Kenzo menarik napas dalam. Menikmati suasana sambil memejamkan mata lalu menuruni punggung Erasmuz.

Kenzo menarik tali kekang Erasmuz kemudian menalikannya pada sebatang pohon. Sementara dia memilih bersandar pada banir sebuah pohon tua lainnya.

"Beristirahatlah, Erasmuz, nanti kita lanjutkan perjalanan," ucapnya. Tak lama berselang, terdengar suara napasnya mulai teratur dan dia tertidur pulas.

Hari telah menjelang sore, Kenzo mengucek matanya pelan, mengerjap dan mendapati Erasmuz tak berada di tempatnya, dia sedikit terlonjak kaget.

Pita suaranya bekerja ekstra, bergetar hingga ambang batas yang mampu ia kerahkan untuk memanggil-manggil si kuda. Namun tak ada tanda-tanda keberadaan tunggangannya itu. Sasana belantara kian sunyi dan bola api raksasa mulai gegas pulang dan bersentuhan di ujung horizon.

Sebentar lagi gelap. Dia tak mungkin bermalam di hutan ini lebih lama. Sementara dia juga tak mungkin bisa pulang ke Earloox tanpa Erasmuz.

Dedaunan yang tersapu desau angin perlahan bersuara, pun ranting yang terinjak berbunyi, terdengar horor, senyap, mencekam.

Pangeran Kenzo memundurkan langkah waspada. Detak jantung bervibrasi kencang bersamaan paranoid yang mulai mengambil ketenangan. Peluhnya menitik, diusapnya pelan. Tarikan napas memberat, dadanya mulai dijajah rasa takut.

Pria berambut cokelat dengan busur panah terselip di punggung itu berlari kencang, tetapi kakinya tersandung akar dan tubuhnya menggelinding di tepi jurang yang curam.

"Tolong ... tolong aku!" teriaknya panik.

Cukup lama, Kenzo bergelantungan di akar pohon hingga tangannya terasa kebas dan ngilu. Hingga tiba-tiba sepasang tangan terulur dari atas.

"Pegang tanganku, Tuan," ucap gadis itu lembut.

Kenzo meraih tangan gadis itu tanpa banyak berpikir, kemudian sepasang tangan itu menariknya hingga tubuh pemuda itu terangkat ke atas.

Kenzo masih mengatur napas begitu sampai di atas. Memikirkan apa yang akan terjadi jika tubuhnya menyentuh permukaan bebatuan di dasar jurang. Mungkin kepala pecah, otak tercecer, darah terpercik estetik di mana-mana. Membayangkan saja membuat Kenzo merinding.

Sekilas netra bermanik hijau Kenzo menatap gadis cantik bersurai ikal mayang itu, dan si gadis bereaksi dengan menunduk sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga.

"Terima kasih sudah menolongku." Pangeran Kenzo mengulurkan tangan, "aku Kenzo Archevis, Pangeran dari negeri Earloox," ucapnya.

Gadis itu terdiam. Menyodorkan sebuah apel dari keranjang--yang ia letakkan di atas tanah--pada telapak tangan Kenzo yang terulur.

Dia mengambil satu buah lagi, menggigitnya. Cukup lama Kenzo memperhatikan wajah cantik gadis itu, rona merah pada pipi putihnya. Dan entah mengapa ada gelenyar halus yang terasa memburaikan miliaran kupu-kupu dari dadanya.

Dada Kenzo berdetak keras, seperti detonasi meledakkan aneka rupa kembang api. Perasaan aneh yang baru saja ia kenali, tak terdefinisi, apalagi saat si gadis cantik bersuara, "Apelnya manis, kuharap Tuan suka."

Kenzo tersenyum, yang dia sukai bukan apelnya, melainkan sang pemberi. Sampai gadis itu buru-buru berdiri dan menapak langkah meninggalkan Kenzo.

"Tunggu, siapa namamu?" Kenzo setengah berteriak, gadis yang belum jauh itu menoleh sekilas, tersenyum manis lalu berkata, "Gadis buah Apel."

....

Hari Kini mulai senja, Kenzo terus mengikuti gadis Buah Apel yang tidak mau memberitahukan nama aslinya.

Hingga mereka kini sampai di sebuah rumah kayu tempat tinggal si gadis Apel. Kenzo menatap rumah itu yang ditumbuhi banyak bunga dan beberapa pohon apel.

"Tinggallah sampai pagi, karena aku tau kau takkan bisa kembali ke istana saat gelap, Yang Mulia." Tutur si gadis Apel.

"Terimakasih, " sahut Kenzo merasa senang dan mengikuti gadis itu masuk ke dalam.

Kenzo menatap sekeliling, ruangan yang tidak terlalu besar, hanya ada 1 ruang utama, 1 kamar, 1 dapur dan kamar mandi. Lalu Kenzo menatap aktivitas gadis itu di dapur, ia mulai menyusun apel dan muali menyiapkan makan malam. Gadis Apel memotong apel dan mengadon tepung sebelum mencetaknya, lalu menyusun apel di dalamnya sebelum memberikan sirup maple dan memanggangnya.

Hidung Kenzo menjadi kembang kempis mencium aroma manis yang membuat perutnya bergerumuh. Mendengar suara perut kenzo membuat si gadis apel terkikik kecil " tunggulah Sebentar lagi Yang Mulia."

Ucap gadis Apel menatap Kenzo yang tersenyum kikuk.

20 menit kemudian Pai Apel sufah matang, gadis apel menyajikan seiris untuk Kenzo dan dirinya lalu mereka makan sambil berbincang kecil.

Tengah Malam, Kenzo yang tidur di sofa ruang utama idak dapat tidur karena badannya tidak terbiasa tidur di tempat sempit. Kenzo pun merasa haus dan berjapan ke arah dapur, namun ia berhenti dan menatap ke dalam kamar si gadis Apel yang terlihat menatap langit malam dari jendela.

"sangat cantik. " Gumam Kenzo dengan wajah memerah. Ia berjalan mendekat, "Kenapa kau belum tidur? Apa yang kau pikirkan? " tanya Kenzo beruntun sembari berdiri di sebelah gadis Apel.

"Bulan dan bintang malam ini sangat indah, aku hanya menikmatinya" jawab gadis apel. Kenzo menatap wajah putih gadis itu , ia merasakan jantungnya berdebar kencang.

"Dan aku sedang menikmati kecantikan di depanku" gumam kenzo tanpa sadar.

Gadis Apel menatap kenzo, mereka bertatapan lama dengan wajah yang saling bersemu merah. "Ikutlah dengan ku ke istana besok, aku akan menjadikanmu putri mahkota. " ucap kenzo sambil memegang tangan si gadis apel.

....

Fajar datang.

Kenzo bangun dan merenggangkan ototnya. Ia termenung dengan kejadian semalam. Gadis Apel tidak menjawab tawarannya.

Kenzo pun mencari gadis Apel untuk berpamitan, namun ia melihat gadis yang sedang memegang sapu itu menatap ke luar Pintu. Terlihat Kereta kuda muncul yang memiliki lambang keluarga Bangsawan.

Gadis Apel segera melepas sapu yang ia genggam, Saat melihat sosok pria berparas tinggi, kekar dengan kulit kuning langsat dan surai emas itu turun dari kereta. Ia langsung berlari ke luar dan memeluk pria itu.

Kenzo ikut mengejarnya.

"Karius, " gumam gadis Apel menatap pria bermata hijau itu dengan sendu.

"Aku tau kau menungguku, Maafkan aku karena sudah meninggalkan mu cukup lama Lily, " Karius langsung mengecup mata Lily si gadis Apel yang sudah berair.

"Kukira kau melupakanku, hiks... "

Karius yang melihat Kenzo langsung membungkuk hormat "Salam pangeran, "

"Duke Redin, Apa yang kau lakukan kan di sini? Apa hubunganmu dengan gadis ini? " tanya Kenzo bingung dan masih terkejut

"Saya di utus Yang Mulia Ratu mencari Anda, sekaligus menjemput Lily, Kekasihku. " Jawab Karius tegas.

Kenzo menatap Lily yang mengangguk. "Maafkan aku Yang Mulia, aku membantumu tapi bukan berarti tertarik padamu. Aku juga sudah mengandung bayi Karius. "

Karius yang mendengar itu terkejut "Benarkah?" tanyanya yang dijawab anggukan antusias dari Lily.

Karius memeluk dan mencium kening Lily berkali-kali. " Terimakasih, aku akan segera menikahimu. "

"Jadi Lily namamu" gumam Kenzo tersenyum kecut, iapun memilih kembali ke Istana bersama para pengawal yang di bawa Karius.

***END***
Ditulis oleh Sky_1125 & Maple_Orange

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro