The Wind of Love

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keesha POV

Hai, namaku Keesha Alice biasa dipanggil Keesha. Aku mahasiswi di Universitas Jayabaya di Bandung. Sekarang hari Jum'at dan aku sedang ada kelas di kampus. Materi yang diberikan dosen sedikit demi sedikit mulai masuk ke dalam otakku, namun bel pertanda pulang tiba-tiba berbunyi, dosen pun mengakhiri materinya. Aku segera merapikan buku-buku dan bergegas untuk pulang. Kini aku berjalan cepat menuju depan gerbang kampus, saat aku sampai sudah ada mobil berwarna hitam yang menungguku. Aku langsung membuka pintu mobil tersebut dan masuk kedalam.

"Hai ... nunggu lama, ya, Van?" tanyaku kepada sang pengemudi yang bernama Devan.

"Nggak kok maniss," jawabnya.

Devandra Nathanio. Dia adalah kekasihku. Sudah delapan bulan terakhir kita berpacaran. Kita berdua sama-sama masih kuliah, namun di Universitas yang berbeda. Aku bisa kenal dengannya karena kita dulu sering berkunjung ke cafe yang sama. Karena sering bertemu di cafe tersebut, lama-lama kita berdua menjadi akrab dan menjalin pertemanan. Ternyata dari hubungan yang tadinya teman, kini kita menjadi pasangan.

Devan langsung mengantarkanku pulang ke rumah. Tak lama aku pun sampai di depan rumahku.

"Makasih ya Van, udah anterin aku pulang. kamu nggak mampir dulu gitu? Kamu 'kan belum pernah bertamu ke rumah," tanyaku.

Memang benar adanya, delapan bulan kita berpacaran, tapi aku dan Devan sama sekali belum pernah bertamu ke rumah masing-masing.

"Iyaa sama-sama sayang, tapi habis ini aku ada urusan penting, mungkin lain kali aja aku mampir," jawab Devan.

"Owwhh, yaudah gapapa," balasku sambil tersenyum tipis.

Setelah itu aku keluar dari mobil Devan, hendak masuk ke dalam rumah.

"Daaa ...," ucapku sambil melambaikan tangan ke arah pacarku itu.

Devan juga ikut melambaikan tangannya ke arahku, setelah itu mobilnya membawa ia pergi meninggalkan area rumahku.

Keesha POV end

° ° °

Sabtu, Pukul 08.25 a.m

"KEESHA .... " teriak seseorang yang ada di dalam rumah Keesha.

Hari ini hari Sabtu, Keesha tengah bermain ponsel di kamarnya. Ia tidak ada kelas kuliah di hari Sabtu, jadinya ia memutuskan untuk bermalas-malasan. Dan itu tadi adalah suara teriakan Jayden Parker, kakak Keesha yang kemarin malam baru saja pulang dari luar kota.

Keesha yang merasa dirinya terpanggil akhirnya turun dari tempat tidurnya dan menuju ke arah sumber suara.

"Aduhh Kak ... masih pagi ni, udah treak-treak aja si!! Why?" tanya Keesha.

"Busett ... ni anak bukannya bantu abangnya masak, malah main hp mulu. Ingat gak mama kemarin bilang apa?!" kata Jayden.

Kemarin malam orang tua Keesha pergi berangkat ke luar kota. Mereka pergi ke rumah saudara yang ada di Jakarta. Dan sebelum mereka berangkat, mama Keesha kasih pesan buat Keesha supaya besok masakin kakaknya, Jayden yang baru aja pulang dari luar kota.

"Iyaa ... inget kok. Yaudah sini aku bantuin."

Akhirnya kakak beradik ini memasak bersama dan menyantap masakan mereka bersama-sama.

° ° °

Sabtu, Pukul 06.45 p.m

My Luve💕

online

Hai sayang...

Hai too my luv_^

Hari ini kamu sibuk gak? Kalau nggak, aku mau ajakin kamu ke cafe yang biasa kita kunjungi

Nggak sibuk kok, aku malah gabut dirumah_-

Ayukk!! hehe

Okee, aku jemput kamu ya

See you💗

Okee, see you too💖

Keesha tengah tersenyum bahagia setelah menerima pesan dari Devan, kekasihnya. Setelahnya ia langsung bersiap sebelum Devan datang menjemputnya. Setelah siap, ia hendak keluar dari dalam kamarnya. Namun, saat membuka pintu kamar, Keesha dikejutkan dengan keberadaan sang kakak yang tengah menunggu di depan pintu kamarnya.

"Lama banget kamu!" ucap Jayden tiba-tiba.

"Eh, Kak Jayden ngagetin aja si!" Keesha.

Jayden terlihat bingung ketika melihat pakaian yang dipakai Keesha. "Kamu ngapain pake baju kek gini? Kita cuma mau beli bahan masakan lho!" Kata Jayden.

Keesha langsung menepuk jidatnya, pasalnya ia lupa kalau sebelumnya sudah janji dengan kakaknya untuk membeli bahan masakan di supermarket. Alhasil Keesha langsung menjelaskan pada Jayden bahwa ia akan pergi keluar bersama pacarnya, Devan. Jayden sempat kesal dengan penuturan Keesha, namun karena Keesha benar-benar lupa ia memaafkannya.

"Yaudah gini aja, kamu tetep nemenin kakak beli bahan masakan. Setelah itu baru kakak anterin ke caffe-nya," tutur Jayden.

"Tapi kak ... aku habis ini dijemput Devan. Masa iya jadinya aku dianterin kakak!!" seru Keesha tak setuju dengan penuturan kakaknya.

"Ya tapi kan kamu udah janji duluan sama kakak, sebelum sama Devan. Ya gak bisa dibatalin lah! Daripada kakak gak bolehin kamu keluar?! Pilih mana?" ucap Jayden mengancam sang adik.

Keesha hanya bisa pasrah dengan keadaan sekarang, ia menuruti perkataan kakaknya. Gapapa dianterin, daripada gak dibolehin, monolog Keesha. Setelahnya Keesha langsung menghubungi Devan untuk menyuruhnya duluan berangkat ke cafe.

° ° °

Jam menunjukkan pukul 07.10 p.m. Jayden dan Keesha sudah selesai belanja, kini mereka tengah menuju ke cafe. Tak lama mereka pun sampai di tempat tujuan. Keesha turun dari mobil dan hendak masuk kedalam cafe. Namun langkahnya terhenti saat melihat kakaknya tidak kunjung pergi dari lokasi. Keesha menghampiri kakaknya lagi.

"Kak Jay ngapain masi di sini? Husshh ... pulang sana. Gak usah khawatirin aku, nanti aku pulang dianterin Devan." Ucap Keesha.

Namun Jayden menghiraukan perkataan adiknya itu. Jayden keluar dari mobil dan langsung menarik tangan adiknya, mengajaknya masuk ke dalam cafe. Sang adik merasa bingung akan perlakuan kakaknya itu. Setelah sampai di dalam cafe, Jayden menunjukkan kepada Keesha bahwa Devan tengah duduk di meja no 17, namun Keesha melihat Devan tidak sendiri. Devan sedang berbicara dengan seorang wanita yang sepertinya tengah– mengandung? Melihat itu Keesha bertanya-tanya tentang siapa wanita itu, dan kenapa mereka terlihat sangat dekat? Owhh, apa mungkin itu mamanya Devan? Setelah berfikir demikian, Keesha langsung menghampiri mereka berdua dan meninggalkan kakaknya begitu saja.

"Hai Devan ... maaf nunggu lama ya? Ohh, ya hai Tante kenalin namaku Keesha," ucap Keesha bersemangat.

Devan terkejut dengan kedatangan Keesha tiba-tiba, dan wanita yang tengah disapa oleh Keesha mengernyit heran, ia seperti tidak terima dirinya dipanggil Tante oleh Keesha. Pasalnya Keesha dan wanita tersebut terlihat masih seumuran? Tak lama wanita itu memperkenalkan dirinya ke Keesha.

"Owhh, jadi ini si Keesha-keesha itu?! Sorry sebelumnya, gue bukan Tante-tante ya! Kenalin gue Roseline Franklin, pacar sekaligus ibu dari calon baby-nya Devan," ucap wanita itu sambil mengelus perut buncitnya.

Mendengar penuturan Roseline Keesha terlihat shock, seketika kakinya melemas. Ia kehilangan kata-kata. Jadi, alasan Devan mengajaknya ke sini hanya untuk mendengar sebuah fakta yang selama ini ditutup tutupi?

Keesha meremat kuat tangan Jayden yang ada di sebelahnya, seolah menyalurkan rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sakit di hatinya ini bahkan berkali-kali lipat dari sakit di tubuhnya yang pernah ia rasa selama ini. Devan, lelaki yang telah ia cintai dengan menyerahkan seluruh kepercayaannya, hari ini berhasil membuat harapan-harapan yang pernah terbayang dalam benak Kesha hancur tanpa sisa.

Mungkin Keesha tidak akan merasakan sesakit ini jika wanita selingkuhan Devan adalah remaja bisa. Namun, ini sama sekali tidak. Roselin, wanita itu bahkan telah mengandung anak Devan yang akan terlahir di dunia sebentar lagi.

"Devan, aku sebenarnya gak mau percaya sama apa yang perempuan ini bilang. Tapi lihat respon kamu yang diem aja dan gak ada perlawanan sama sekali udah membuat aku paham." Keesha terkekeh miris. "Jadi selama ini aku udah ditipu sama kamu, iya? Lalu kamu baru akan mutusin aku waktu anak kalian akan lahir? Bajingan!"

Melihat Devan yang akan mengatakan sesuatu, membuat Keesha langsung mengalihkan pandangannya. Dengan segera ia menarik tangan Jayden untuk keluar dari cafe tersebut. Lalu tangisnya sudah tidak bisa ia bendung, meluruh begitu saja bersama dengan rasa sesak di dada yang semakin menjadi.

Tepat di depan cafe, Jayden menahan lengan Keesha agar berhenti. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, langsung direngkuhnya tubuh ringkih adiknya tersebut. Diam-diam kedua tangannya mengepal mengingat apa yang baru saja terjadi. Sosok yang selama ini dijaganya dengan penuh kasih sayang, hari ini dihancurkan begitu saja oleh orang asing yang tidak tahu apapun tentang kehidupan adiknya.

Jayden yakin, setelah ini Devan akan menerima balasannya, dan itu dari tangannya sendiri.

Jayden tersentak tatkala tubuh yang tengah ia rengkuh erat itu melemas, menopangkan seluruh badannya pada dirinya. Sedikit melonggarkan pelukan, kedua bola mata Jayden membesar diiringi ritme jantung yang kian tak beraturan. Keesha telah memejamkan matanya dengan wajah yang pucat pasi.

***

"Beberapa saat lalu saya sudah mengatakan bahwa penyakit gagal jantung pasien sudah masuk ke tahap lanjut. Saat ini kondisi pasien semakin memburuk, pasien harus secepatnya melakukan transplantasi jantung. Jadwal operasi yang seharusnya dua bulan lagi, harus kami majukan karena kondisi pasien yang semakin mengkhawatirkan."

Jayden terduduk di lantai rumah sakit, menyembunyikan kepalanya pada lipatan tangan dan kakinya. Berusaha meredam tangis yang semakin lama semakin terdengar keras. Dia butuh orangtuanya, tetapi mereka baru akan sampai malam nanti.

Suara tawa sang adik terngiang di kepalanya, wajah bahagianya pun langsung terlintas, di mana saat itu ia masih bisa merasakan hidup tenang tanpa dihantui oleh rasa takut jika sewaktu-waktu Keesha pergi dari hidupnya. Penyakit sialan yang tiba-tiba datang mengganggu ketenangan keluarganya, hingga Keesha harus menahan rasa kit di dadanya berkali-kali untuk waktu yang tidak bisa dibilang singkat.

Ditatapnya ruang operasi dengan lampu yang masih menyala. Adiknya harus bisa hidup untuk waktu yang lama, menemaninya hingga nanti mereka memiliki keluarga masing-masing dan keturunan yang menggemaskan. Menemani sang mama dan papa hingga masa tua mereka. Semua itu harus ia lakukan bersama Keesha.

"Bang, Keesha kenapa?"

Pandangannya beralih pada lelaki yang lebih muda darinya, datang dengan nafas tak teratur dan wajah memerah penuh kepanikan. Mata Jayden langsung menajam, tidak sudi rasanya membiarkan orang yang membuat Keesha seperti ini untuk menemui lagi.

Satu pukulan mendarat di pipi sebelah kiri Devan begitu Jayden menerjangnya, diikuti oleh pukulan-pukulan selanjutnya yang semakin lama semakin brutal.

"Bang, tunggu dulu! Biarin gue jelasin yang terjadi sebenarnya!" Gerakan Jayden terhenti, nafasnya memburu dengan tatapan tajamnya yang masih ditunjukkan pada Devan.

Merasa ada kesempatan untuknya berbicara, Devan langsung berucap. "Gue dijebak, Bang, Rosela itu adik tiri gue yang selama ini berusaha buat gue berpaling sama dia. Sampai akhirnya dia nekat membuat seolah-olah kita melakukan hubungan dengan sengaja. Tapi enggak, dia masukin obat malem itu, sampai gue gak tau apa yang udah dia lakuin waktu gue gak sadar. Tolong, Bang, gue gak mau gini, gue masih cinta sama Keesha."

"Tapi lo terlambat! Adik gue bahkan harus operasi saat ini juga karena lihat lo sama cewek itu di sana. Kalau lo bisa mikir, harusnya terbuka sama Keesha, ceritain apa yang lo alami selama ini. Adik gue gak sejahat itu untuk ngebiarin seorang anak terlahir tanpa adanya ayah di sampingnya." Jayden berbalik, duduk di kursi tunggu dengan kepala yang sesekali mengusap kasar rambut kusutnya.

Devan masih dia di tempat, menatap lantai rumah sakit dengan tatapan kosong. Perlahan ia sandarkan punggungnya pada tembok berwarna putih itu, menghela nafas kasar dengan air mata yang perlahan meluruh ke bawah. Dia menyesal, sungguh menyesal.

Beberapa saat kemudian, lampu ruang operasi padam, membuat dua lelaki beda usia tersebut mendekat ke arah ruangan. Dengan mata yang berbinar dan berharap agar kabar baik yang ditunggu pun sampai di telinganya.

"Bagaimana, Dok?" tanya Jayden.

Dokter wanita dengan usia empat windu itu menghela nafas sembari melepas masker yang menutup mulut dan hidungnya. "Tubuh pasien menolak untuk menerima jantung baru milik pendonor, beberapa kali mengalami kejang bahkan kehabisan darah. Dengan berat hati saya harus mengatakan bahwa pasien telah meninggal dunia, pukul 02.43 WIB."

Runtuh. Dua lelaki itu meluruhkan tubuh mereka menyentuh dinginnya lantai rumah sakit. Suara Isak tangis yang semakin terdengar jelas dengan aura kesedihan yang meliputi ruangan itu.

Dengan salah seorang di antaranya menangis dipenuhi rasa penyesalan dan kesedihan. Berbagai kaliamat andai muncul di benaknya. Namu, itu tidak akan terjadi, karena nasi telah menjadi bubur. Seseorang yang ia harapkan untuk menerima maafnya telah pergi dan tak akan kembali, meninggalkannya sebelum masalah terakhir mereka berhasil ia luruskan.

Namun tak apa, bukankah itu berarti Keesha akan menemukan kebahagian baru di atas sana? Bertemu dengan orang-orang baik dan tidak munafik seperti yang gadis itu temui selama hidup di bumi. 

***END***
Ditulis oleh Evelyn152_ & rismadepe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro