Work Ethic

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Myrtlegrove Estate,
Dining Room, masih di hari pertama kedatangan para tamu.

...

"Oh, silakan duluan Mr. Whetstone," ujar Akio pada akhirnya.

"Baik, Miss Adeline, ya?" Sang Detektif mengulang. "Anda terlihat masih sangat muda, apa anda termasuk rekrutan baru yang bekerja untuk Estate?"

"Betul, belum genap dua minggu saya bekerja." Terlepas dari gerak-geriknya yang terlihat panik, Gaela Adeline, Maid baru di Myrtlegrove Estate berhasil juga menjawab tanpa tergagap.

Kemudian dimulailah sesi tanya-jawab yang jauh lebih ramah dibandingkan dengan saat Detektif Viper berkali-kali memamerkan taring pada Akio di Ante-Room sebelumnya.

Butler itu masih menunggu dengan tenang di posisi terakhirnya berdiri tadi. Dia bisa melihat maid baru itu beberapa kali gelagapan, terpapar kharisma seorang detektif berpengalaman. Alasan Akio membiarkan dia ditanyai, sedikit pengalaman bagus untuk melatih mental pegawai baru. Apabila Gaela tampak sangat membutuhkan pertolongan, baru dia akan maju mengintervensi.

Sementara dari sudut matanya rekan mungil Detektif Viper sedang sibuk sendiri dengan mainan canggihnya yang bisa merekam gambar diam dengan mekanisme yang melibatkan reaksi kimia dan proses fisika. Mengambil gambar sudut-sudut ruangan yang tidak biasanya diambil untuk dicetak dan dipasangi pigura sebagai pajangan. Perilaku yang biasanya akan menarik perhatian Akio.

Namun pikirannya agak terbawa oleh hal lain. Sesuatu sedang terjadi di luar pengawasannya. Seseorang—mungkin juga lebih, sedang berbuat ulah. Apa tujuan mereka dan siapa saja pelakunya bukannya dia tidak tahu. Hanya saja terlalu banyak hal yang bisa menjadi kemungkinan. Master Henry yang mempekerjakan dirinya bukanlah orang yang tak punya musuh. Pun dirinya sendiri paham—secara konseptual, bukan empati—bagaimana tanggapan pegawai lain terhadap sikap keras dan peraturan kaku yang diterapkan pada mereka.

Pikirannya sesaat terhenti pada dokter pribadi yang hobi menebarkan pesona pada semua manusia berjenis kelamin perempuan. Sesungguhnya dia berpendapat Harold bisa tetap melenggang santai tanpa ada seorang perempuan pun maju untuk menusuk orang itu, atau bunuh diri, atau melakukan kedua hal itu berturutan, saja sudah menakjubkan bagi Akio.

Butler itu menghela napas panjang. Lirih, sebisa mungkin tidak terdengar yang lain. Dia menyesali pikiran buruk, walau hanya selintas, tentang koleganya. Bagaimanapun pribadi Harold, kemampuan pengobatannya tidak perlu diragukan. Walau agak tidak adil bagi dokter perlente itu, bahwa dia dikucilkan di tempat asalnya adalah berkah bagi Estate. Nyaris tidak ada dokter berkemampuan yang sudi praktek di tempat terpencil.

Ya, perkara itu nanti saja. Sekarang dia perlu memastikan apakah makanan yang sudah terhidang itu sesuai atau tidak dengan selera para tamu.

Entah karena kebetulan atau memang punya kemampuan membaca suasana dengan sangat baik, rekan mungil sang Detektif kembali ke kursinya dan mulai menyendok sup yang seharusnya sudah tidak terlalu panas lagi.

"Enak sekali, Mr. Kai!" Mario tersenyum lebar.

"Terimakasih atas pujiannya, akan saya sampaikan pada koki yang bertugas," balas Akio seraya mengangguk santun.

Sembari menikmati hidangan jatahnya, rekan sang Detektif itu melirik jatah makanan milik Detektif Whetstone yang belum tersentuh sama sekali. "Maafkan rekan saya, ya. Dia memang begitu kalau sudah fokus dengan pekerjaannya."

Mendengar ucapan maaf atas ketidakpedulian Detektif Viper terhadap hidangan yang ada, Butler itu menggeleng perlahan. "Bukan salah Anda berdua. Saya lupa memperhitungkan faktor kebiasaan tamu dan berasumsi semua yang baru melakukan perjalan panjang pasti membutuhkan tambahan nutrisi."

Kemudian orang yang nilainya baru saja naik sedikit di mata Akio itu merendahkan suaranya, meminta untuk melanjutkan obrolan mereka sebelum terinterupsi oleh panggilan Detektif Viper. Topik yang segera membuat kedua matanya menyipit tajam hanya dengan mengingatnya.

"Ah, ya ...," gumamnya memulai. "Anda tadi sempat meragukan perasaan saya terhadap pekerjaan ini, bukan?"

"Bukan, bukan maksud saya meragukan Anda, Mr. Kai." Mario buru-buru menggeleng. "Hanya saja, biasanya orang punya titik jenuh atau menemukan sesuatu yang membuat ia ingin meninggalkan pekerjaan itu. Apalagi jika dilakukan bertahun-tahun di tempat yang sama. Apakah Anda tidak pernah merasa seperti itu?"

Konfirmasi yang dilakukan Mario tidak serta-merta mengendurkan intensitas perhatian Akio, Butler itu hanya mengubah ekspresinya menjadi keheranan.

"Mohon maaf, tapi ... saya tidak paham. Apakah orang memang bisa jenuh pada pekerjaan yang sudah mereka pilih sendiri?"

"Kenapa tidak bisa?" Mario terkekeh. "Dulu, saya pernah punya atasan yang menyebalkan. Walau saya suka pekerjaan itu, tapi ada kalanya saya enggan bekerja karenanya."

Penjelasan rekan mungil Detektif Viper mengubah intensitas ketegangan dari ekspresi Akio.

Di antara jeda suapan supnya, sepasang mata kelabu orang muda itu menatap pada sang Butler dengan dipenuhi rasa ingin tahu. "Jadi, apakah pernah ada momen di mana Anda ingin berhenti mengabdi karena sesuatu ... atau seseorang?"

"Ah, rupanya begitu," gumam Akio seperti baru saja menyadari suatu misteri terbesar dalam hidup. "Menjelaskan mengapa para pegawai yang sebelumnya rajin bisa malas-malasan di hari berikutnya, atau makin bertambah banyak kesalahan yang dilakukan setelah menerima teguran. Saya paham sekarang, terimakasih banyak atas penjelasan Anda, Mr. Mitford," dia menambahkan dengan ekspresi jauh lebih cerah.

"Mengenai saya sendiri, tidak. Saya tidak pernah ingin berhenti mengabdi hanya karena seseorang tidak saya sukai atau membuat situasi kerja saya menjadi kurang menyenangkan apabila pekerjaan itu saya sendiri yang menerima. Mengusahakan agar diri ini bisa mencapai kondisi yang masuk kategori sesuai untuk meneruskan pekerjaan juga termasuk dalam hal yang harus saya lakukan. Menurut bahasa kalian, apa itu namanya ...?"

Sebelah tangannya memutar-mutar telunjuk, seperti mencoba mencari sesuatu di ingatan. Kemudian senyumnya mengembang ketika menemukan jawaban yang dicari.

"Ah, benar ... Work Ethic!"

"Betul-betul etos kerja yang luar biasa." Mario geleng-geleng kepala. Ia kembali menyendok sup sebelum melanjutkan obrolannya. "Saya tidak bermaksud mengajak Anda bergosip atau semacamnya, ya, Mr. Kai. Tapi ...."

Mario melirik detektif dan maid. Sepertinya sesi interogasi sudah nyaris berakhir. "... Tidak jadi, deh. Mungkin besok saja."

Detektif Viper mengakhiri sesi tanya-jawabnya dengan mematikan api rokok di asbak, lalu mengambil tempat duduk di mana jatah sup dan rotinya dihidangkan. Sudah dingin, tentu saja. Karena perapian mati, sesendok mentega yang diletakkan di piring roti pasi sudah mengeras lagi. Namun sepertinya sang Detektif tak terlalu peduli, walau juga tidak terlalu kelihatan menikmati.

Ada perasaan lega ketika kedua tamu akhirnya menyantap hidangan yang sudah disiapkan. Berbeda dengan rekan mungilnya yang tampak akan menikmati makanan apapun, sepertinya Detektif Viper adalah tipe orang yang menelan makanan sekadar untuk bahan bakar supaya organ-organ tubuhnya bisa tetap bekerja saja. Otaknya ditopang oleh gulungan kertas tipis berisi irisan tembakau yang dikonsumsi dengan cara dibakar dan dihisap asap yang sarat dengan nikotinnya.

Dugaannya benar, karena lelaki itu tiba-tiba menghentikan suapan sendoknya hanya untuk meminta agar acara makan malam dibatalkan.

"Ah, tentu saja, Mr. Whetstone. Kebetulan ...," Akio melirik jam sakunya, "... kamar untuk rekan Anda juga pasti sudah selesai disiapkan."

Setelah memasukan kembali jam berantai itu ke saku, dia melangkah menuju pintu untuk mengabari siapa saja yang sedang bersiaga di dekat situ.

"Juga ... apabila Anda berdua lebih memilih untuk beristirahat di kamar lebih awal dan melewatkan acara makan malam, kami bisa menyiapkan agar makanan dikirim ke kamar Anda masing-masing. Katakan saja bila ada jenis makanan yang lebih disukai, mungkin suhu sup yang tak terlalu panas, sayuran, maupun daging yang dipilih?"

"Terima kasih banyak, Mr. Kai." Mario bangkit dari tempat duduknya. "Saya bisa makan apa saja, karena saya percaya Manor ini akan menyajikan makanan-makanan yang lezat. Diantar juga boleh apabila itu tidak merepotkan."

Mendengar celoteh Mario, Butler itu menghentikan langkah untuk mengangguk santun ke arah rekan mungil Detektif Viper, kemudian menjawab, "Baiklah, kami akan menyiapkan makan malam praktis untuk dikirim ke kamar Mr. Mitford. Apakah pukul 8 malam adalah waktu yang sesuai?"

Kemudian Mario menambahkan sembari melirik kepada rekannya, "Kalau Detektif Whetstone, sepertinya lebih baik Anda bertanya apa jenis rokok kesukaannya, Mr. Kai. Orang itu selalu mementingkan rokok di atas apa pun." Mario mendengkus pelan.

Akio jadi terpikir untuk menawarkan mini cigar—seperti cerutu tetapi seukuran rokok biasa, yang sering dia dapatkan dari kolega bisnis Manor ketika dirinya bertugas sebagai perantara.

Kemudian dia membuka pintu menuju lorong, sembari meneruskan, "Sedangkan untuk Mr. Whetstone, bisa memanggil salah satu footman atau maid yang bertugas bila menginginkan tambahan air atau camilan ...." Kalimatnya berhenti sejenak untuk bertatapan langsung dengan footman yang seharusnya bertugas mengantarkan makanan tetapi malah menyerahkan tugasnya pada Gaela.

"Saya tidak tahu apakah mereka akan seenaknya lagi bertukar jadwal kerja," dia menambahkan dengan tatapan masih tertuju pada pemuda malang yang terlihat gugup itu.

"Tidak perlu repot menyiapkan makanan untuk saya," celetuk Detektif Viper, turut menimpali rekannya. "Terserah kalau misal asisten saya itu mau makan malam atau tidak," tambahnya, mengangkat bahu.

"Silakan, setelah selesai makan Anda bisa mengikuti lelaki muda ini untuk menuju kamar masing-masing."

"Boleh. Terima kasih banyak!" Mario mengangguk riang. Sup dan rotinya sudah licin tandas. Cepat sekali.

Dilanjutkan oleh Detektif Whetstone, "Kalau begitu, saya mohon permisi untuk hari ini. Terima kasih sudah cukup kooperatif dalam penyelidikan." Makanannya juga sudah habis, padahal dia baru mulai makan setelah Mario menghabiskan setengah sup.

Kemudian perhatian Akio teralihkan pada Maid baru yang masih berdiri menunggu.

"Dan ... Miss Adaline, setelah tamu-tamu ini selesai, tolong bereskan bekasnya. Mengenai tugasmu yang terpaksa kau tinggalkan tadi ...," pandangan matanya kembali terarah pada footman yang berdiri gemetar di lorong. "Biar lelaki muda ini yang mengerjakan, setelah mengantarkan para tamu.

"Baik, Mr. Kai." Gaela menundukkan pandangannya lantas mendekati meja makan untuk membersihkan piring dan mangkuk sebelum dirinya melangkah keluar dengan nampan penuh piring kotor.

Kedua tamu sudah pergi mengikuti footman menuju kamar masing-masing. Gaela si Maid baru juga sudah selesai membereskan peralatan makan dan kembali ke Pantry Room. Tinggal Akio seorang diri di Dining Room.

Dia mengedarkan pandangan sekali lagi ke sekeliling ruangan. Melangkah perlahan, mengitari meja makan besar di tengah-tengah. Memastikan tidak ada lagi benda yang bergeser atau berkurang.

Perapian yang padam harus dinyalakan lagi, setelah abunya dibersihkan. Dia tak menemukan benda yang mungkin membuat Detektif Viper dan rekannya tertarik, mungkin sudah diambil oleh salah satu dari keduanya.

Tempat lilin yang diambil gambarnya dari berbagai sudut oleh rekan sang Detektif dia kembalikan ke tempatnya yang benar. Dia tak menemukan apa-apa yang berarti, kecuali sisa debu yang kurang bersih.

Apakah efek dari kekurangan orang membuat kerja para staf jadi kurang rapi? Pikirnya sembari menggunakan saputangan miliknya sendiri untuk membersihkan debu-debu itu.

Setelah cukup puas dengan hasilnya, Akio kembali menyisir sekeliling ruangan dengan pandangannya. Sembari melangkah menuju pintu, terngiang ucapan Detektif Viper dan rekan mungilnya. Mereka mempertanyakan motif sikapnya terhadap Estate tempatnya bekerja dan apakah dia tak pernah jenuh dengan pekerjaannya.

Butler itu tersenyum. Bukan senyum sopannya yang biasa. Lebih seperti senyum geli atau tepatnya senyum mengasihani. Dua orang tamu yang datang mungkin cukup kompeten, tetapi seperti kurang mensyukuri hidup, kurang menikmati pekerjaan yang mereka jalani.

Bahkan Harold terlihat jauh lebih mending dibandingkan dengan mereka.

"Ah, tak boleh begini. Arogansi hanya akan menjerumuskan dirimu pada kegagalan."

Lonceng berdentang tujuh kali dari Pendulum Wall Clock—jam dinding berpendulum yang wujudnya lebih kecil dari Jam Kakek, biasanya berpintu kaca yang bisa dibuka untuk menarik dan mengatur pendulumnya—di salah satu sisi ruangan. Akio kembali memeriksa jam sakunya.

"Masih tepat waktu," gumamnya. Lalu membuka pintu ruangan untuk melanjutkan rutinitasnya sebagai Butler Utama di Myrtlegrove Estate.


Hari pertama kedatangan para tamu, 
Selesai.

Catatan Penulis

Halo, semuanya! >w<)/

Selamat datang di chapter pertama proyek RP Internal NPC2301, atau juga disebut sebagai Collaborative Storytelling oleh Admin.Deg-degan. Penasaran. Panik. Capek. Seru.

Semua itu jadi satu.

Dan karena hasilnya cukup panjang (2500++ per bagian, belum termasuk penutup dan pembuka) walau sudah dipotong adegan yang tak masuk dalam lingkup POV Akio, terpaksa cerita dibagi jadi 4 bagian, supaya pembaca tidak bosan.

Hal paling menyenangkan dari Roleplay adalah bertukar interaksi dengan menggunakan karakter masing-masing dan melihat sendiri bagaimana setiap karakter bisa 'hidup' dan berkembang karenanya--walau ada juga kasus yang si karakter malah makin cupu dan jadi karakter komedi satu dimensi saja.

Dan saya bisa melihat bagaimana OC dari jaman jebot (mulai diutik masa SMA, sekarang sudah berapa dekade, ya ... hahaha) muncul lagi dengan penampilan baru dan peran baru walau sifat dasarnya masih tetap.

Masih hari pertama (dalam cerita). Misteri masih banyak yang belum terungkap. Baik para tamu maupun para penghuni sama-sama tidak ada yang tahu bagaimana kisah akan berakhir. 

Semoga cerita bisa berkembang semakin menarik, bagaimanapun akhirnya. Juga semoga  kawan-kawan yang mampir untuk membaca cukup betah untuk mengikuti cerita sampai dengan hari terakhir.

Jangan lupa mampir ke karya-karya peserta RP yang lain untuk membaca cerita dari sudut pandang karakter lain. Siapa tahu kawan-kawan pembaca bisa menyelesaikan misteri lebih awal dari para karakter yang ada?

Nah, karena hari sudah berganti nyaris dua jam yang lalu, saya mohon diri dulu.

Sampai jumpa di hasil rekap berikutnya.


Surabaya, 15 Oktober 2023,

Prakash.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro