• DUA PULUH SATU •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kenapa silau sekali? Apa pagi sudah datang?"

Ujarku sambil menutupi mataku dengan tangan.

"Pelayan, tolong bawakan air."

Hening.

"Pelayan?"

Aku membuka mataku perlahan dan melihat sebuah ruangan kosong berwarna putih.

Tunggu, ruangan putih?

INI DIMANA WOY?

Ini bukan kamarku, dan ini bukan di istana Ruby Diamond juga. Lantas aku ada dimana? Aku melihat pakaianku yang masih pakaian tidur. Tunggu, apa ini mimpi? Aku mencubit pipiku dan tidak terasa sakit. Berulang kali mencubitnya dengan keras.

"Ini mimpi apaan? Haloooooo????"

"Ada orang??"

Aku berjalan tanpa arah, karena ruangan ini benar-benar tidak memiliki apapun dan hanya aku sendiri.

"Heiiii????"

"Al? Gopal?"

Tidak ada siapapun. Sebenarnya mimpi apa ini? Tempat apa yang sebenarnya aku datangi ini?

"Al! Gopal!"

"Untuk apa kau mencari mereka?"

Aku berbalik ketika mendengar suara yang tiba-tiba muncul. Namun tak ada siapapun.

"Siapa itu!? Tunjukkan wajahmu!"

Sebuah cahaya emas dan putih pun muncul, membentuk sebuah gumpalan awan besar yang membuatku merasa segan seketika.

Itu apaan coba??

"Apa kabar nak? Mengapa Halilintar yang 'lain' juga ingin bertemu denganku?"

Halilintar... yang 'lain'?? Jangan-jangan dia ini..

"Apa anda Dewa Elemen?"

"Iya anakku. Ada apa?"

Benarkah?

"Mengapa wujud anda seperti ini?"

Sebuah tawa menggelegar diruangan putih ini. Aku menutup telingaku yang sedikit berdengung akibat tawa itu.

"Hohoho, apa kau yakin bisa menahannya jika aku menampakkan wujud asliku?"

"Maafkan saya. Tapi Dewa, ada banyak hal yang ingin saya tanyakan pada anda."

Aku berujar dengan cepat.

"Saya bukan asli dari tempat ini! Saya adalah orang dari dunia lain yang terlempar ke dunia ini! Saya bukan Halilintar, namun tiba-tiba saja seseorang mengatakan bahwa saya---"

"Bukankah Halilintar yang 'itu' sudah menjelaskannya padamu nak?"

Aku tersentak. Yang dia maksud itu Al kan?

"Anda pernah bertemu Al?! Beritahu saya apa yang sebenarnya terjadi!"

"Bukankah ini keinginanmu sendiri anakku?"

"Ya???"

"Nak, aku sudah mengabulkan permintaanmu sebelumnya. Jika waktunya sudah tiba, jangan lupa dengan janji yang kau berikan padaku."

"Janji apa? Saya tidak paham! Dewa Elemen, saya mohon beritahu saya!"

Aku tidak bisa diam saja. Aku sudah bertemu dengan Dewa Elemen, banyak hal yang ingin kutanyakan.

Aku mengepalkan tanganku yang gemetar. Manik ruby milikku menatap gumpalan awan yang bersinar itu dengan serius.

"Saya dikirim oleh seseorang ke dunia ini! Saat saya sadar, saya sudah berada di tubuh Halilintar! Saya ingin tau bagaimana keadaan tubuh saya di dunia saya! Tolong beritahu saya!"

"Anakku, mengapa kau masih tidak memahaminya?"

"Saya tidak paham! Saya dianggap Halilintar padahal saya bukan dia! Saya bukan dia! Saya memiliki nama sendiri!"

"Kalau begitu sebutkan namamu."

"SAYA--"

Aku terdiam. Siapa.. namaku? Kehidupanku dulu.. aku yakin aku mengingatnya dengan sangat jelas. Tapi mengapa aku tidak bisa mengingat namaku?

"Siapa... nama saya?"

"Nak, kau yang sudah membuat keputusan itu. Bekerjasamalah dengan baik agar 'kau' bisa kembali dengan selamat."

Perlahan, gumpalan awan bersinar itu pun mulai memudar.

"Meski kalian adalah satu, jangan ceritakan pertemuan kita hingga kau yakin dengan caramu nak."

"Tunggu! Dewa! Tunggu masih ada yang ingin saya tanyakan!"

"Aku akan menunggu hingga hari dimana kau berdiri bersama mereka di masa depan anakku."

"Ah! Tunggu! Saya belum selesai!"

"DEWA ELEMEN TUNGGU---!"

~•~•~•~•~•~•~

Aku menghela napasku dipagi yang cukup dingin ini. Hujan rintik turun sejak dini hari tadi.m dan sudah lewat 2 hari dari mimpi aneh yang kualami.

Hari ini, rencananya kami akan mulai berlatih karena permintaan mendadak Solar. Meski hari ini hujan turun, itu bukan hal yang mudah untuk membatalkan latihan hari ini hanya karena mimpi yang kualami itu.

Aku mengusap kepalaku pusing. Aku bingung dengan situasi ku saat ini.

'Ada apa denganmu?'

Aku menoleh, menatap Al yang terbang disebelahku.

"Aku hanya kurang tidur."

'Kasus Baron Gill benar-benar menguras tenaga kita, tapi ini selesai dengan cepat berkat kerja keras kita.'

Aku setuju dengan ucapan Al. Kasus itu ternyata benar-benar diluar dugaan kami.

Pada akhirnya Baron Gill mengakui bahwa ia mendapatkan benda itu disalah satu pasar di Serlon 4 bulan yang lalu saat sedang mengunjungi Baron Zewid. Baron Zewid menyarankan agar ia membeli sesuatu di sebuah toko yang ada di pasar itu, namun ketika aku memerintahkan Sir Browkel untuk mendatangi tempat itu, tempat itu sudah hancur lebur akibat serangan monster beberapa minggu yang lalu.

"Apa mereka sudah disana?"

"Ya, Putra Mahkota. Pangeran Arven, Count Nevara dan Nona Douter sudah menunggu anda di tempat latihan kita," jawab Gopal.

Ada alasan mengapa pada akhirnya aku meminta agar mereka dibawa ke tempat latihan pasukan Zeus.

Agar kami tidak diganggu para Pangeran lainnya, sehingga rencana ini akan aman.

"Al, saya mohon supaya anda menahan diri untuk berbicara."

Gopal berbicara pada Al yang hanya mendengus. Terbang lebih cepat seolah tidak mendengar ucapan Gopal.

"Al saya serius. Bagaimana jika ada yang mengetahuinya lagiiiii~ Kita harus berhati-hati~"

Aku mengabaikan rengekan Gopal pada Al akibat kecerobohan mereka yang berbicara diruangan umum hingga hampir ketauan.

Tak lama kami pun sampai di ruang teleportasi milikku.

"Gopal, kau sudah mengatakan pada Kaisar bahwa aku akan libur hari ini kan?"

Aku memasuki lingkaran sihir itu.

"Sudah, Putra Mahkota, Yang Mulia Kaisar bahkan berniat menambahkan jatah libur anda."

"Tolak tambahan jatah liburnya," tegasku.

"Baik, Putra Mahkota."

Aku tidak butuh itu sekarang. Libur disaat sedang sibuk-sibuknya? Itu memang mimpi yang indah, namun aku akan tolak.

Semua harus selesai terlebih dahulu, baru aku bisa bernapas lega dan menikmati liburanku.

"Kalian datang lebih awal," ujarku pada ketiga orang yang sudah menunggu.

"Salam pada Matahari Muda Kekaisaran."

Count Nevara dan Nona Douter menyapaku hormat.

"Mengapa kau baru datang sih? Kamu sudah menunggu 20 menit disini," kesal Solar.

Kali ini ia melepas kacamatanya, menampilkan manik silver indah miliknya.

"Ada yang harus kulakukan tadi." Aku menjawab sembari menggulung lengan kemejaku.

Solar melirik sekitar tempat ini. "Ini tempat apa? Aku belum pernah kesini," ucap Solar.

"Ini tempat latihan anggota Zeus."

"Ze-Zeus??? Kau serius?"

Aku hanya mengangguk, tak memperdulikan wajah kaget Solar.

"Jadi, apa yang harus kami lakukan sekarang, Putra Mahkota?" tanya Yaya.

"Panggil saja aku biasa, tidak usah formal."

"Saya juga?" Luke menunjuk dirinya.

"Ya, kalian semua bersikap santai saja saat latihan."

Ketiganya mengangguk.

"Hm, pertama aku akan memberitahu kalian. Selain kalian, ada Yvone yg juga akan ikut serta nanti. Tepatnya setelah aku yakin dia bisa menyelesaikan latihannya dengan anggotaku."

"Kedua, untuk latihan kalian akan dijadwalkan setiap seminggu 2 kali. Di awal pekan pada pukul 9 pagi, dan di akhir pekan pada pukul 3 dini hari."

"Jam 3 dini hari!? Apa kau tidak waras?" Solar kembali protes.

"Memangnya kau tidak tidur di jam segitu?" lanjut Solar.

Sebagai orang dewasa yang terus menerus bekerja dulu, aku sangat yakin pukul 3 bukanlah waktu tidur, tetapi awal untukku belajar dan memulai pekerjaanku. Bahkan jika aku tidur selama 2-3 jam, itu sudah cukup untukku.

Dunia memang keras untuk manusia yang berusaha terlihat dewasa.

"Ikuti peraturanku jika kau mau kita berhasil, Arven," jawabku dingin. Ia hanya bisa menatapku dengan pandangan kesal.

"Ketiga, tidak ada yang boleh mati selama latihan. Aku mengizinkan untuk kalian terluka, karena bagaimanapun juga kita akan berlatih seolah kita berperang."

"Arter.. tidakkah menurutmu itu terdengar kejam?" Luke tersenyum canggung.

"Siapa yang akan mati saat berlatih? Memangnya ada mata-mata disini?" ujar Solar.

"Bisa saja, karena bahkan saat katihanpun seseorang bisa saja mengancam kalian tanpa kalian sadari, dan juga tidak ada yang tau sebesar apa kekuatan kalian nantinya," balasku.

"Memangnya kami harus menggunakan kekuatan penuh?" Yaya bertanya.

"Yaya, aku tidak melarang kalian untuk menggunakan kekuatan penuh kalian," aku menjeda kalimatku sejenak. Menatap Al yang juga menatapku.

".. hanya saja jika kalian merasakan energi mana yang asing, hentikan kekuatan kalian semua saat itu juga."

Jika apa yang dikatakan Al sebelumnya mengenai ledakan energi itu benar, ada kemungkinan hal ini akan terjadi juga jika aku memasakkan mereka menggunakan energi mana mereka secara penuh.

"Mengapa?"

"Aku belum bisa mengatakannya."

"Apa itu perintah?" tanya Yaya lagi.

"Ya, perintah yang wajib kalian patuhi."

Setelah memberitahu beberapa hal lainnya, latihan kami akhirnya dimulai.

"Kalian, bawa pedang, panah dan tombak itu kesini," perintahku pada prajurit yang berjaga.

Beberapa prajurit membawa apa yang kuminta dan meletakkannya didepan ketiga orang itu.

"Ambil masing-masing satu. Latihan pertama adalah aku ingin melihat kemampuan bertarung kalian."

Ketiganya mengangguk. Solar dengan percaya diri mengambil pedang, Luke mengambil panah, dan Yaya mengambil tombak.

Aku mengambil pedang yang dibawa oleh salah satu prajurit untukku dan mengacungkannya kearah ketiganya.

"Kalian, lawan aku."

"Langsung bertiga?" tanya Luke.

"Ya."

Manik ruby milikku menatap ketiganya serius.

Al dan yang lainnya menunggu di pinggir lapangan latihan.

Tanpa basa basi, Solar dengan cepat langsung melesat, menusukkan pedangnya kearahku.

TRANGGG!!

Suara dua pedang yang saling beradu memenuhi tempat ini. Baik aku dan Solar sama sekali tak mengalah. Kami menggunakan kecepatan sebagai kekuatan utama saat ini.

Solar dengan cepat menyerang ku bertubi-tubi, namun sayangnya ia terlalu lambat menurutku.

"Kurang cepat! Lebih cepat lagi!" kataku.

"Ughh!"

Syukkk!! Klangg!

Aku langsung berbalik dan menangkis dan panah yang menukik cepat kearahku. Terlihat tak jauh dari kami, Luke tersenyum sembari kembali melayangkan beberapa anak panah kearahku.

Trang Trang Trang!

Semua anak panah itu kutangkis dengan cepat. Luke tak tinggal diam, ia berlari dan melompat kemudian menyerang ku dengan anak panah ditangannya.

Aku menghindar tepat sebelah ujung panah itu mengenai wajahku.

Syungg slashhh

"Lambat!"

Syukkkk

Manik rubiku melirik kearah kiri dan kemudian melompat.

Takkk

Sebuah tombak menancap cepat ditanah lalu ditarik kembali oleh Yaya yang juga menyerangku.

Ketiganya menyerangku secara bersamaan. Dengan Solar menyerang sisi kananku, Luke disisi kiri dengan panahnya, dan Yaya yang secara langsung menyerang dari depan.

Aku mengakui ketiganya cukup baik dalam hal ini. Terutama Luke dan Yaya yang aku yakin sudah terbiasa dengan pertaruhan. Berbeda dengan Solar yang kuperhatikan masih ragu-ragu dan terkadang memperlambat gerakannya.

Dengan tangkas aku menyerang ketiganya kemudian melompat keatas untuk menyerang ketiganya dengan sihir.

"Kejut Listrik."

Syukkkkk blarrrr

Ketiganya yang tidak siap dengan seranganku pun tak bisa mengelak.

Bzzzztttttt

"Uwarghhh!"

Aku mendekati ketiganya yang terkapar ditanah dengan pandangan datar.

"Hei curang!" seru Solar.

"Arter kau tidak boleh menggunakan sihir!"

"Aduhh.."

"Ini bahkan belum 3 menit dan kalian sudah jatuh? Jika ini adalah medan perang, kalian bertiga sudah mati ditangan musuh."

"Serius deh, kau serius sekali Arter. Dan kau curang!" tunjuk Luke.

Aku hanya mendengus. "Aku tidak melarang kalian untuk menggunakan sihir atau kekuatan elemen saat berlatih denganku," jawabku sarkas.

"Luke, gerakanmu cepat namun saat menyerang dari samping, kau memperlihatkan celah sehingga musuh bisa menusukmu. Kau menggunakan panah sebagai senjata namun kau tidak paham fungsi utamanya apa."

"Solar gerakan pedangmu cepat namun kau ragu disaat hendak menggunakan kecepatan penuhmu saat musuh terlalu dekat denganmu."

"Yaya, tombak itu akan tergelincir jika kau tidak memegangnya dengan erat. Peganglah dengan erat jika kau tidak ingin kehilangan tanganmu."

Aku mengkoreksi sedikit kesalahan mereka. Mereka cukup bagus untuk latihan pertama.

"Saya tidak terbiasa dengan tombak," balas Yaya.

"Lantas mengapa kau mengambil itu?"

"Karena saya ingin mencoba hal baru?"

Aku menatapnya dengan pandangan menilai.

"Yaya, salurkan energi mana milikmu ke tombak itu. Kau harus bersatu dengan senjatamu jika kau ingin menang."

"Baik."

Menuruti perkataanku, Yaya pun menyalurkan energi mana miliknya. Ia dengan cepat memahami maksud perkataanku.

"Bagaimana?"

"Seolah-olah saya menyatu dengan benda ini, padahal ini pertama kalinya saya menggunakan tombak," jawab Yaya.

"Solar, kau terlalu berlebihan untuk menggunakan kekuatanmu. Jika kau melawan lawan yang lemah, gunakan sedikit saja. Jika lawanmu kuat, kau harus bisa membagi energimu dan mencadangkannya supaya jika kau kehabisan energi utamamu ketika menyerang, cadangan energi itulah yang akan menyelesaikan pertarunganmu nantinya."

"Dan dari hasil membagi kekuatanmu itu, kau akan bisa mengontrol energi mana milikmu lebih baik. Baik saat kau menggunakan sihir ataupun kekuatan elemen."

"Membaginya? Aku tidak paham."

Aku menatap Al yang terbang kearahku.

"Al, coba buat dua bola api."

Blaarrrr

Dua bola api berukuran sedang terbentuk dengan sempurna.

"Mudahnya seperti ini. Ketika kau terlalu banyak menggunakan kekuatanmu diawal, kau akan mudah lelah. Jika kau kelelahan, itu artinya jumlah mana milikmu sangat sedikit. Jika itu terjadi, kau akan berada di situasi yang tidak bagus."

Salah satu bola api membesar dengan cepat dan kemudian beberapa detik kemudian mengecil sebelum akhirnya menghilang.

"Lalu, jika kau membaginya seperti ini, sebagian mana yang kau simpan akan berkembang. Semakin sering kau berlatih dengan cara pembagian mana ini, kau akan semakin bisa mengontrol kekuatanmu dengan tepat."

Bola api lainnya lalu terbai menjadi dua dan kemudian terbagi lagi menjadi beberapa bola api.

Hm, dia paham nggak ya?

"Aku paham."

Aku tersenyum tipis. Al tiba-tiba terbang kearahku. Aku mengulurkan tanganku agar dia bisa berdiri(?) di lenganku.

'Bisakah kau menyuruh agar Arven dan Luke melawanku terlebih dahulu?'

Aku menatap Al bingung. "Mengapa?"

'Hemm, aku menilai saat dia menggunakan panah tadi, saat di medan perang dia lebih cocok dengan pedang dan pisau lipatnya, namun ketika menggunakan panah ia benar-benar menunjukkan banyak celah. Lalu untuk Arven, aku tau ia cukup berbakat dalam panahan.'

Aku mengangguk. 'Aku akan beri penjelasan sedikit dulu, setelah itu baru kau maju.'

Al menganggukkan kepalanya paham.

Apa yang dikatakan Al ada benarnya, melihat dari ingatan yang kudapatkan, Count Luke Nevara terkenal dengan kemampuan berpedangnya. Ia juga cukup mahir juga dalam menggunakan pisau lipat.

Ini mungkin bukan pertama kalinya Luke memakai panah sebagai senjata, namun aku bisa melihat dengan jelas, celah yang diperlihatkan oleh Luke terlihat sepele, namun jika Luke tidak siaga, ia akan mudah ditusuk dari dekat.

Lalu untuk Solar, aku belum pernah melihatnya memakai panah, bahkan di novel tidak dijelaskan bahw dia bisa menggunakan panah.

"Dengar baik-baik semuanya, panah adalah tipe senjata jarak jauh. Seorang pemanah selalu berada di atas untuk menyerang musuh. Dan umumnya seorang pemanah dikenal sebagai bagian terbelakang dalam peperangan."

Aku menjelaskan pelan. "Jika kalian berada dalam situasi perang dimana posisi kalian adalah pemanah, maka pergilah secara cepat dan tak terlihat ke tempat tinggi dan sesuaikan jarak target."

"Apa kalian paham mengapa pemanah terkadang disebut bagian terbelakang perang?"

Kali ini Solar mengangkat tangannya.

"Karena seringkali mereka telat menyadari keberadaan musuh?"

Aku menggeleng. "Justru mereka adalah salah satu mata dalam peperangan."

"Karena mereka adalah petarung jarak jauh?" tebak Yaya.

"Itu salah satunya. Bagaimana menurutmu Luke?"

"Hem, karena mereka seringkali merasa mereka lebih unggul karena berada di atas? Atas yang kumaksud adalah mereka selalu menjadi mata elang."

Sepertinya yang kuduga, Luke memang cepat paham.

"Benar, namun elang tetaplah hanya memiliki mata didepan saja, mereka tidak memiliki mata dibelakang. Karena itu mereka terkadang lupa seringkali masuk menyelinap dan menyerang mereka dari dalam."

Aku menjelaskan secara pelan. Al lalu terbang mengitari kami.

"Al ingin Solar dan Luke menyerangnya dengan panah. Fokuskan panah itu dengan kekuatan sihir kalian."

"Dan Yaya, kau fokus berlatih dengan tombakmu dengan Sir Acrowl."

Yaya mengangguk dan bergegas menemui Gopal.

"Baiklah. Akan kucoba."

Luke dengan cepat mengalirkan mana sihir miliknya ke panah ditangannya. Panah itu pun berubah menjadi warna merah dengan kilatan kecil petir.

Sementara Solar terdiam. Aku mendekatinya dan menggerakan tangannya agar ia membuat panah dari kekuatannya.

"Solar, fokus. Bayangkan ditanganmu saat ini bukanlah pedang, namun panah."

Solar menutup matanya. Aliran mana cahaya mengelilinginya.

Wuunggggg

Tiba-tiba pedang Dwarf yang berada di pinggang Solar bersinar terang dan berubah menjadi sebuah panah dengan corak matahari dan warna kuning silver. Panah itu melayang dan Solar mengambilnya dengan raut terkejut.

"Wahh!"

Luke dan Yaya juga terkejut melihat itu.

Aku tersenyum kecil. Tidak salah memang jika aku memberikan pedang ini untuknya.

"Kau paham sekarang kenapa aku dan Al memberikan ini padamu?" bisikku.

Solar menoleh kebelakang dan mengangguk dengan kagum.

'Dia terlihat seperti anak kecil.'

Aku yakin Al saat ini sedang tertawa.

Dan latihan kami kembali dimulai. Al dan Gopal dengan tenang mengajarkan ketiganya bagaimana mereka harus melatih bela diri mereka.

Aku memperhatikan dengan tenang, tetap waspada karena takut kejadian ledakan energi akan terjadi.

Kupikir saat ini masih aman. Untuk pertemuan pertama mereka berlatih dengan baik dan kemampuan mereka cukup bagus.

Terutama Luke yang terbiasa karena sering berperang bersamaku. Yaya dan Solar masih beradaptasi dengan senjata baru mereka sehingga terkadang mereka terluka ketika tidak fokus atau terlalu fokus dalam menyerang.

Daripada itu, mengenai hadiah yang bisa kukatan saat pesta ulang tahun kami nanti, aku pikir itu dibolehkan? Yang kutakutkan adalah penolakan yang akan terjadi nantinya.

Aku mendiskusikan ini bersama Al sebelumnya dan ia juga sempat memikirkan hal yang sama. Entah itu berhasil atau tidak, aku akan meminta itu dihadapan semua orang nantinya.

Tentunya aku juga akan memperkenalkan Al secara resmi disana.

"HEI DRAGBEL APA KAU BERNIAT BERMAIN-MAINNNN!!!"

Aku menoleh, menatap Solar yang berteriak kesal karena Al.

Aku sempat bertanya mengenai perjanjian apa yang ia lakukan hingga ia bisa datang membantuku. Namun Al hanya mendengus tak menjawab. Seolah tidak ingin menjelaskannya sama sekali.

"Aku berharap bisa bertemu dengan Dewa menyebalkan itu lagi," gumamku setengah kesal.

~•~•~•~•~•~

S

eminggu kemudian...

Pesta ulang tahun para Pangeran akhirnya tiba. Sedari pagi istana sudah sangat sibuk. Aku juga terakhir bertemu para pangeran 3 hari yang lalu, kecuali Solar karena kami terakhirnya bertemu saat latihan 2 hari yang lalu.

"Yang Mulia, bagaimana menurut anda?"

Aku melihat pantulan diri di cermin. Seorang remaja-- tidak, apa ini pantas disebut remaja?

Tubuh tinggi menjulang, rambut hitam yang tertata rapi dengan mata merah ruby yang tajam.

Lalu pakaian resmi kekaisaran yang terpasang gagah ditubuh tingginya itu.

Dengan kemeja putih dan celana hitam lalu jubah bulu berwarna hitam bercampur emas dengan perhiasan lainnya yang terpasang dipakaian itu. Tak lupa simbol matahari kecil, tanda bahwa dia adalah calon Kaisar selanjutnya terpasang dengan gagah.

(Pict by pinterest)

Ini Halilintar benar-benar berumur 16 tahun kan bukan 20 tahun?

KENAPA SAAT USIAKU DULU SAMA DENGANNYA TUBUHKU TIDAK SETINGGI INI???

Ia bahkan yang paling tinggi diantara keenam adiknya. Ini tidak adil(⁠╥⁠﹏⁠╥)

"Ini bagus." Aku berkomentar.

"Bagaimana dengan Al?" tanyaku.

"Al sudah kami pakaikan sebuah jubah kecil yang tidak akan menghambat pergerakannya, Yang Mulia."

Aku mengangguk, dan tak lama Al pun masuk bersamaan dengan Gopal.

Sebuah pakaian kecil berwarna ungu dan hitam terpasang ditubuhnya. Sebuah kalung kecil dengan kristal merah tergantung dilehernya.

"Mengapa kau memakai kalung itu Al?"

'Karena Gopal yang menyuruhku.'

Al menjawab melalui mindlink.

"Saya yang memakaikan itu pada Al, Putra Mahkota." Gopal menjawab.

Aku hanya mengangguk. Itu cocok.

"Bagaimana para Pangeran?"

"Para Pangeran sedang dalam perjalanan menuju istana utama. Haruskah kita berangkat sekarang, Yang Mulia?"

Awal masalah utama dalam novel akan segera dimulai. Sesaat setelah pesta usai, debutante akan dimulai dalam waktu dekat.

Aku menutup mataku sejenak, memfokuskan diri. Perlahan mataku terbuka, menampilkan manik Ruby merah berkilau.

"Ayo kita pergi."

~•~•~•~•~•~•~

"Kami mengucapkan selamat ulang tahun bagi para Pangeran. Semoga Dewa dan Dewi Elemen akan selalu memberkati anda semua."

Kami bertujuh berkumpul bersama, Kaisar dan Ratu berada didekat kami ikut berbincang bersama.

Suasana cukup meriah. Namun meski begitu, aku bisa merasakan aura intimidasi yang kuat kearahku dan Al.

Sesaat setelah memasuki ruangan pesta, sempat terjadi kehebohan karena Al yang bersandar dibahuku. Beruntung Al menunjukkan sikap ramah yang membuat beberapa wanita bangsawan memekik gemas padanya.

"Perhatian semuanya!"

Kaisar berbicara dengan lantang. Senyuman lebar menghiasi wajahnya.

"Hari ini adalah hari yang sangat kita nantikan. Putra-putraku akhirnya mencapai usia dewasa mereka dan akan segera melaksanakan kewajiban sebenarnya mereka."

"Aku sangat bangga karena mereka berhasil mencapai usia ini dengan prestasi yang mereka capai dengan kemampuan mereka masing-masing."

Kaisar menatap kami bangga.

"Dimulai dari putra bungsuku, Pangeran Solar Zyn Arven Glacius. Seorang pangeran jenius yang pintar dalam melakukan penelitian sihir diusianya yang begitu muda."

Solar tersenyum bangga.

"Lalu putra keenamku, Pangeran Thorn Zyn Arlen Glacius. Ia adalah pangeran kecil kami yang menggemaskan dan selalu menebarkan aura positifnya pada semua orang."

Thorn tertawa kecil, malu-malu dengan wajahnya sedikit memerah.

"Putra Kelimaku, Pangeran Ice Zyn Azer Glacius. Seorang pangeran yang berkontribusi besar dalam kelautan kita."

Ice hanya tersenyum tipis.

"Dan putra kelimaku yang periang, Pangeran Blaze Zyn Asern Glacius. Ia adalah pangeran yang memiliki jiwa petualang besar yang membuat kita semua terkagum dengan semangatnya."

Aku menghela napasku. Apa dia hendak menyebut nama putra-putranya secara terpisah? Sungguh pidato yang akan panjang.

"Putra ketigaku yang terkenal mirip denganku hahaha, Pangeran Gempa Zyn Arzen Glacius. Ia adalah pangeran yang pintar dalam politik dan bisnis kekaisaran kita ini."

"Lalu putra keduaku, Pangeran Taufan Zyn Axer Glacius. Pangeran kita yang ceria dan penuh senyum yang membuat kita tertawa dengan candaan yang dilontarkannya."

Taufan terkekeh sembari tersenyum lebar, merangkul Thorn dan Ice yang tersenyum tipis.

"Lalu.."

Pandangan Kaisar dan Ratu kini berpindah padaku, begitupun semua orang yang hadir disini.

Aku gugup. Ini sungguh membuatku tidak nyaman, namun aku harus tenang.

'Tenanglah, pasang wajah dinginmu.'

Al berbicara sambil menatap mataku.

Aku sedikit bingung. 'Kenapa aku harus terlihat dingin di hari ulangtahun ku?'

'Karena kau Halilintar.'

'Memangnya kenapa? Suka-suka aku dong, kan sekarang aku 'Halilintar'.

Aku memutuskan mindlink kami.

"Putra sulungku, Pangeran Halilintar Zyn Arter Glacius."

Semua orang kini benar-benar menatapku dengan lekat.

"Semuanya tentu sudah mendengar kisah Putra Mahkota yang pergi menaklukkan kerajaan Fanderlot, memenangkan kerjasama dengan kerajaan Hervean dan bahkan dengan kasus terbaru, menjinakkan dragbel, makhluk kuno yang selama ini kita takuti."

Semuanya lalu beralih menatap Al.

Aku bisa merasa berbagai macam raut wajah mereka yang menatap Al. Ada yang menatapnya kagum, penasaran, benci dan takut.

"Dan juga satu hal yang membuatku bangga pada semua putra-putraku adalah kerjasama mereka dalam menghadapi permasalahan wilayah Selatan, Serlon yang mengalami bencana alam dan penyerangan monster beberapa minggu yang lalu."

.
.
.
.
.

To be continued

Halo semua. Minggu depan kita masuk ke bagian pesta ya. Sejujurnya saya sedikit bingung bagaimana cara saya harus mendeskripsikan penampilan Arter dengan baik.

Saya mencoba mencari beberapa referensi namun tidak terlalu yakin dengan apa yang saya pilih🫠 Semoga gambar yang saya pilih bisa membuat kalian meng-halukan(?) bagaimana Arter di pesta nanti.

Okay, mohon maaf apabila ada typo dan sebagainya, semoga kalian suka 🤗

See you next chapter~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro